Naik Bus ke Jogja

18 Mei 2022

Hari sudah lewat maghrib ketika aku dan Elo sampai di Terminal Magelang. Tentu saja, terang sudah berganti gelap. Aku dan Elo bergegas turun bus Jogja - Semarang untuk pindah jurusan Magelang - Wonosobo. Busnya sudah tampak usang, tapi tak ada pilihan lain (kecuali mau naik taksi online dengan harga berlipat).

Kami berlomba dengan penumpang lain yang punya tujuan searah. Hup hup hup, lorong bus segera terisi penuh dengan penumpang. Kami berjejal seperti nonton konser kelas festival. Aku sudah berpengalaman dalam hal berdiri saat bus berjalan. Tapi bagi Elo... ini bakal jadi pengalaman pertama buat si bocah. 

Eh sebentar...kursi paling belakang masih ada sedikit lowong. Puji Tuhan, Elo bisa disisipkan di situ sementara aku berdiri dekat di depannya. Pergi dari pagi, anak itu sudah terlalu lelah untuk protes (kalau masih segar, aku yakin dia bakal minta ikut berdiri). Tak lama, bus yang sudah penuh bergerak meninggalkan terminal. 

Aha...lumayan asik "petualangan naik bus" hari itu. Meski tidak full 100 persen naik bus, tapi cukup oke-lah. 

Perjalanan ini bermula dari aku janjian ketemuan sama teman-teman di Jogja. Berhubung aku nggak bisa nyetir dan bakalan ngrepotin kalau minta diantar, ya sudah naik bus aja. Hitung-hitung nostalgia naik bus antar kota seperti dulu saat masih kuliah. Plus, kasih pengalaman naik bus ke bus bagi anak-anak. Namun, Ale nggak mau ikut pergi. Yawda...aku berdua saja sama Elo.

Ada kendaraan di rumah memang bikin anak-anak jarang naik angkutan umum.  Jujur, kami nggak punya mobil sendiri. Belum ada pertimbangan beli kendaraan karena BJ ada fasilitas mobil kerja yang bisa dipakai pribadi.  Kemana-mana, kalau nggak naik mobil, ya naik sepeda motor. Apalagi, sebelum ada bus transmaminasata, jalan depan kompleks tempat tinggalku tidak dilewati angkutan umum.

Jadi, kalau si ayah sedang pergi dan nggak bisa pakai sepeda motor, aku biasa pakai taksi/ojek online. Taksi dan ojek online memang bisa dibilang sarana transportasi publik, tapi penggunaannya kan private ya..Beda sama kendaraan umum yang dipakai bareng-bareng penumpang lain dan rutenya sudah ditentukan. 

Padahal,  buatku, naik transportasi umum adalah salah satu life-skill yang mesti diajarkan ke anak-anak. Kan nggak selamanya mereka bepergian sama orangtua. Plus, belum tentu juga ketika mereka sudah gede langsung pegang kendaraan sendiri. Selain itu, namanya kehidupan bisa saja berputar tajam. Punya kendaraan mevvah selusin pun, bisa saja hilang semua dalam sekejap.

Maka itu, di awal Januari, ketika mudik pertama di 2022 dan BJ sudah kembali duluan ke Makassar, aku dan anak-anak plus satu keponakan pergi ke Jakarta. Kami naik bus OBL, armada bus asli Temanggung. 


Di google map, jarak kampungku yang mblusuk ke Jogja (dengan titik Terminal Giwangan) adalah 100 kilometer. Kalau pakai kendaraan sendiri, rata-rata bisa ditempuh tiga jam. Namun, kalau pakai kendaraan umum tentu butuh waktu lebih panjang karena ada waktu menunggu serta waktu naik turun penumpang. 

Selain itu, kalau full naik angkutan umum, dari kampungku ke Jogja mesti beberapa kali ganti kendaraan. Jarak rumah ke angkutan umum pertama sekitar dua kilometer berupa aspal pedesaan (dulu pas zaman sekolah, berupa jalan batu dan aku jalan kaki dong). 

Setelah naik angkutan pertama, lanjut ganti bus kecil ke arah Parakan. Habis itu  bisa langsung naik bus rute Purwokerto - Jogjakarta. Tapi aku nggak tahu jadwal lewatnya, jadi mendingan ganti-ganti bus untuk rute yang lebih pendek deh.

Kami pergi pagi-pagi dari rumah diantar Mbak Icha sampai Parakan. Dari halte Galeh aku dan Elo langsung naik bus jurusan Magelang turun di Secang (padahal bisa sekalian turun di Magelang, tapi aku pengin aja ganti bis di Secang). Di sana, aku sama Elo sarapan dulu di terminal. Setelahnya baru nunggu bus ke Jogja. 

Sebenarnya ada beberapa bus ekonomi Semarang - Jogja melintas. Namun, aku menunggu bus AC (horang sombong mana mau bus ekonomi😀😀😀). Lumayan lama nunggunya, ada kali 30 menit, baru dapat bus AC Nusantara jurusan Semarang - Kudus. Busnya masih bagus, bersih, dan adem...

Tiba di Terminal Giwangan Jogja, ketemuan sebentar sama  Aa (hai bestieee...). Btw Aa ini perempuan ya, buka aa-aa Sunda nu kasep hehehe. Pertemuan yang menyenangkan walau hanya sebentar di warung mie ayam. Tak kusangka bisa kembali ketemuan.  Kami berjumpa terakhir mungkin sudah sekitar sepuluh tahun silam, saat aku masih tinggal di Pematangsiantar.

Habis makan mie ayam, kami bertiga kembali ke Terminal Giwangan. Aku dan Elo hendak melanjutkan agenda hari itu untuk ketemuan dengan teman yang lain lagi di Museum Affandi. Sementara Aa akan kembali bekerja. 

Dari Giwangan, aku dan Elo naik Trans Jogja ke arah Museum Affandi. Maafkan karena aku lupa jalur berapa yang kami naiki saat itu. Yang jelas, nggak ada bus Trans Jogja dari Giwangan yang langsung turun di depan museum. Kami diarahkan untuk turun di Halte UIN lalu nanti sambung jalan kaki. "Nggak jauh kok," kata Aa.

Okee...lami langsung naik bus setelah bayar Rp 3.500x2 = Rp 7.000. Beberapa saat kemudian kami turun di halte UIN lalu jalan kaki sekitar 5 menit ke Museum Affandi. Tiba di sana, dua temanku belum datang. Aku sama Elo beli tiket dulu untuk masuk. Tiket per orang 50.000 dan untuk anak sekolah ada diskon jadi Rp 25.000.

Beberapa saat kami menunggu, datang Bunda Lisda dan Shallom. Mereka ini duet ibu-anak yang tempo hari kutulis dalam jalan-jalan bareng ke Toraja. Btw, nama kami memang sama yaa..bedanya cuma di huruf h. Dia Lisda, aku Lisdha hehehe.

Temanku satu lagi, Rieka belum tiba juga. Jadi kami lebih dulu masuk studio. Kami sedang menikmati lukisan-lukisan sang maestro, ketika Rieka datang menyusul.  Cerita tentang keliling-keliling di Museum Affandi nantik akan aku jadikan post tersendiri.


Singkat cerita, jalan-jalan hari itu kami akhiri dengan istirahat di cafe dalam museum. Aku berencana untuk kembali naik Trans Jogja ke Giwangan. Caranya sama dengan saat datang, yakni jalan sebentar ke halte UIN, kemudian naik bus di halte yang menuju Giwangan.

Namun, rencana tinggal rencana. Hujan turun, deras pula. Bagaimana mau jalan ke halte? Pakai payung pun bakalan basah. Kutunggu-tunggu, hujan tak juga reda. Padahal, siang sudah bergeser makin sore. Bisa-bisa kami ketinggalan bus ke Temanggung.

Kuputuskan naik Gocar bersamaan dengan Rieka yang naik sepeda motor. Sesaat setelah Gocar jalan, aku memutuskan untuk mengubah rute, dari semula ke Terminal Giwangan langsung ke Terminal Jombor. Setidaknya, memperpendek jarak menuju Magelang.

Puji Tuhan, keputusan yang tak keliru. Di Jombor, masih ada bus jurusan Semarang (yang mana aku nanti turun di Magelang atau Secang). Kata kernetnya, itu bus terakhir. Entah beneran atau cuma modus si kernet biar para penumpang naik.  Bus-nya sudah tak kinclong, mungkin sudah sangat lama mengaspal. Namun, hari sudah mendekati petang, aku tak mau ambil risiko dengan pilih-pilih bus. 

Di cafe tadi, Elo sudah makan mie. Namun, ketika hendak naik bus, si bocah malah bilang laper. Jadilah kami beli nasi bungkus di terminal, Elo pilih lauk teri sambal. Saat naik bus, kursi hampir penuh penumpang. Bersyukur, masih ada yang kosong di bagian belakang. Penumpang-penumpang lain terus berdatangan. Tak lama, bus pun penuh sesak dan segera bergerak meninggalkan terminal.

Long story short, kami tiba di Terminal Magelang seperti kugambarkan di awal tulisan.  Penumpang naik turun selama perjalanan. Namun aku masih saja berdiri di antara kepadatan dan Elo nyempil di belakang. Benar-benar kondisi yang kontras dengan bus AC Nusantara dan Trans Jogja di pagi dan siang tadi. 

Bersyukur si bocah tenang-tenang aja...nggak rewel dan nggak ribet. Memang harusnya begitu Lo...berdesak-desakan begini sih masih lumayan. Di dunia ini, pasti buanyak angkutan umum yang kondisinya sangat tidak mengenakkan, bahkan menyeramkan (seperti kubaca tentang angkutan di Afganistan dalam buku Agustinus Wibowo atau lihat perjalanan melintasi lereng terjal Bolivia di Youtube. Eh kok jauh-jauh ke luar negeri ya, di Indonesia pun masih banyak sarana transportasi darat yang gitu deh...). Jadi, perjalanan malam itu, meski terasa tak nyaman, masih bisa dibilang : bolehlah.

Setelah lewat Temanggung, barulah ada kursi kosong untuk duduk berdua. Elo pindah duduk bersamaku. Kami turun di Galeh Parakan, halte seperti saat kami berangkat. Di situ, kami menunggu jemputan Mbak Icha dan Mas Iel sembari makan ayam penyet. Leganyaa....

Tuntas sudah perjalanan naik bus pulang pergi Temanggung mblusuk - Jogja sedari pagi. Lelah itu pasti. Tapi, hari itu adalah cerita tersendiri.








49 komentar untuk "Naik Bus ke Jogja"

  1. seru pengalamannya.... lumayan juga ya tiket ke museum.....
    Thank you for sharing

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi buat wisman pak..dua kali lipat harganya :D

      Hapus
  2. Masa-masa masih ada kendaraan umum memang begini, ya, mau ke mana-mana naik bus. Tapi, kalau sejauh itu ke Jogja naik bus berasa banget lelahnya. Apalagi kalau rumah di pelosok ini, bakal kerasa betapa ribetnya mau bepergian ke mana-mana. Salut sih ke Jogja naik bus, memang sih berkunjung ke suatu tempat di waktu tertentu bermakna banget. Terima kasih sharingnya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks mb Nisa..kalau dibandingkan zamanku, kayaknya bus skrg nggak serame dulu. Sudah makin banyak orang punya kendaraan kan ya..

      Hapus
  3. Saluuut loh mba, anaknya ga rewel 👍. Padahal itu lumayan panjaaaaang rutenya yaaa 😅.

    Aku jujurnya sangat menghindari bus. Agak trauma soalnya. Masih mau sih naik, tapi kalo ada alternatif lain, aku milih alternatif lain. Pernah dpt pengalaman ga enak pas naik bus di Aceh 😂. Sejak itu kapok. Kalopun naik bus, aku milih banget harus bus yg seat nya 2-1 😅. Ini khusus bus luar kota Yaa. Kalo bus dalam kota, hanya trans J yg aku mau naikin 🤣.

    Tapi untungnya anak2 ga rewel. Cuma mereka hrs Ama papinya kalo naik bus. Aku ga bakal mau ikutan 😁.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi dia ogah kalau naik bus pulang sekolah mbak...Soalnya muter2 rutenya jd lama sampai rumah. Pernah sekali pul-skul naik bus sama abangnya, trus kapok wkwkwk. Tapi kalo naik busnya pergi2 (bukan skolah) sih dia hayuk aja..

      Hapus
  4. Naik transportasi umum memang harus punya nyali dan tingkat kesabaran tingkat tinggi :D Kadang rutenya muter entah ke mana dulu baru deh sampai tujuan kita hahaha :D Bagus banget edukasi sejak dini kepada anak tentang perjalanan naik bus ke Joga. Aku juga pernah main ke Museum Affandi lho. Alhamdulillaah anak2 ga rewel ya, udah siap diajak pergi2an nih mantap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kalo pakai angkutan umum emang harus siap dg muter2nya ...spare waktu lebih banyak hehehe

      Hapus
  5. Setuju, mbak. Naik angkot itu harus banget diajarkan sejak anak2. Dan itu juga misiku ke anak2ku. Klo pas lagi ada kesempatan, yuk ah pake angkot aja. Bahkan bilang "kiri/stop" aja tuh beneran harus diberani2in ya?! Klo ga bablas lah, wkwkwkw...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak..bener. Anak pertamaku skrg uda biasa pulang skul naik bus. itu pun kadang masih suka bingung kalau diminta turun di halte tertentu.

      Hapus
  6. Memang naik kendaraan umum itu challenging banget ya mbak, terlebih untuk ajarin anak-anak biar terbiasa. Kalau aku dari kecil udah terbiasa karena kalau di tempat tinggalku Bandung kan emang banyak angkot. Walau emang banyak suka dukanya, tapi dari situ jadi berani buat pergi ke mana-mana sendiri pakai kendaraan umum. Termasuk bus, kereta, sampai pesawat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. caheum-ledeng, caheum-ledeng.... ini kenanganku sama angkot bandung mbak hehehe..dulu kadang naik itu dr kos ke kantor.

      Hapus
  7. Rasan e "ngenes" ora Dik? Biasa lega kemana-mana Yo. Hana masuk angin pas tak ajak naik bis djatinug dr temanggung ke Parakan doang 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Elo malah seneng mbak hehehe... lari2 ngejar bis di terminal magelang itu heboh buat dia hahaha

      Hapus
  8. Sepakat mbak, naik angkutan umum ini ketrampilan yang mesti diajarkan pada anak-anak. Paling nggak mereka jadi tahu rasa capeknya bepergian naik bus hehehe.... Sejak anak-anak saya ajak naik bus malang-surabaya lanjut surabaya-klaten, mereka nggak pernah protes lagi kalau saya habis tugas ke luar kota, pulang terus langsung masuk kamar dan rebahan. Sudah paham capeknya menempuh perjalanan jauh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau ngerti gimana naik kendaraan umum, sepertinya jd bakalan lebih bisa menghargai kendaraan sendiri ya kan mbak..

      Hapus
  9. Udah lama nggak perjalanan jauh pakai bus. Dan kalau bawa anak tuh persiapannya harus lebih banyak ya mba dan harus siap siap juga ama berbagai keadaan yang kadang tak terduga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener mbak..ini jg karena anaknya uda gedean, ja ga seribet kalau masih bayik.

      Hapus
  10. Aku baca ceritanya yang teman Mba Lisdha namanya beda huruf H saja, Lisdha dan Lisda..lucu kalian, sama kayak sahabatku kuliah namanya juga Dian plek ketiplek tulisannya , duo Dian kami jadinya haha
    Btw, pasti berkesan bagi Elo - dan Mamanya- punya pengalaman naik bus ke Jogja. Seru perjalannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi kalau sekolah dia ogah naik bus kota mbak...lamaaaa katanya hihihi

      Hapus
  11. Bahagia yaa..sukses naik kendaraan umum bis.
    Aku juga merasakan kalau anak-anak gak rewel, perjalanan lancar atau enggak jadi gak ada halangan. Udahannya bisa jadi cerita kalau naik bis ini pengalaman yang menyenangkan. Banyak bertemu dan melihat berbagai macam keadaan orang-orang sekitar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Si bocah masih penasaran sama sleeper bus..haha entah deh kapan bisa nyobain sleeper bus

      Hapus
  12. Aku juga setuju mbaa.. life skill banget naik kendaraan umum tuh hehe. Udah dari kecil aku wara wiri ngebus gitu. Pengin anak2 jg berani naik kendaraan umum. Sekarang seringan KRL sama mereka.
    Bus ke jateng dari sini biasanya ngebut 😁 tapi nyaman duduk. Bus di Jabodetabek klo jam sibuk penuh. Wah Elo nanti bisa wara wiri niih dgn kendaraan umum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di mks belum ada KA. Jd kalo lg mudik turun kulonprogo, kami belain dulu naik KA bandara and baru dijemput di jogja. Pas ke jkt juga bela2in naik MRT wkwkw (orang udik mah gituu hihihi)

      Hapus
  13. Beneerrr. Setuju kalo naik transportasi umum salah satu life skill yg perlu diajarkan ke anak2. Soalnya ga selamanya mereka akan dianter ortu kan. Tapi jaman now biasanya ortunya pada ga tegaan. Seru banget pengalaman bareng Elo, someday aku musti nyoba ama anak2 petualangan kek gini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Skrg anak sulungku jd biasa naik bus kota klo pulang skolah. Aku anggap hal ini sbg skill tersendiri hihihi

      Hapus
  14. Maak lisdhaa seru yaa menjajal moda transportasi umum bersama anak2. Btw mudik ga mak natal tahun ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mudieeeek maaak... dulu pas di solo sering naik Volvo tingkat iku gak mak?

      Hapus
  15. anak-anakku pernah ta ajak naik bis dari Surabaya ke Jogja. hadeh mbak jantungan aku naik bis Surabayanan. hahaha. supire rek koyo nduwe nyowo okih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha..bis yang itu ya mak.. sudah ganti nama pun masih serampangankah??

      Hapus
  16. Seru banget pasti ini ke Jogja naik bus kalau aku biasanya naik pesawat, kereta dan mobil pribadi. Terus kemarin dengan cerita sepupuku yang ke Jakarta naik Sleeper Bus dari Jogja jadi tertarik untuk cobain juga nih. Karena inikan bisa jadi pengalaman untuk anak-anak juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anakku jg penasaran sama sleeper bus mak.. aturan yg perjalanan agak jauh sih ya...

      Hapus
  17. Keren, anaknya gak rewel. Aku pun udah lama kepikiran buat ajak Bocah naik kendaraan umum. Ini memang kudu diajarin sih karena aku dulu pun diajari sama Kakak. Kalau di kota besar, pilihan kendaraan umum juga beragam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku dulu kemana2 naik kendaraan umum, jd ga bingung kalau semisal ga ada kendaraan sendiri.

      Hapus
  18. Sepakat mbak, life skill naik transportasi umum perlu diajarkan dan dicontohkan ke anak seperti yang Mbak Lisdha lakukan. Mungkin juga karena aku ga bisa nyetir mobil dan ga PD nyetir motor di jalan gede, jadi aku prefer naik kendaraan umum seperti bus atau angkot. Suami yang biasanya ragu tapi aku coba dulu deh, bawa 2 anak naik bus TJ gitu kan termasuk nyaman ya, ada AC. Memang bakal lebih lama, waktu tempuh 2x lipat namun hemat biaya dan pengalaman buat anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Naik motor jarak jauh kalau sendirian aku pede aja. Tp kalau bawa anak kok beda rasanya ya hahaha...jd ibu mmg mengubah banyak hal

      Hapus
  19. Belum pernah ke Jogja. Huhuhuhu. Kapan yaa. Penasaran sama suasana Jogja yang diceritakan orang-orang. Penasaran pengen makan di angkringan dan nyobain teh panasnya yang kata suami saya tuh entah mengapa tehnya enak banget.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita sama dalam hal yg berbeda mb andy..aku kan belum pernah ke mataram, paling ke bekas kerajaan mataram hehehe

      Hapus
  20. Setuju banget mbak, anak2 perlu diperkenalkan dan diajari naik kendaraan umum ya. Salah satu life skill yang pastiakan bermanfaat deh suatu saat nanti.
    Seru banget mbak keliling Yogya-nya. Pastui anak2 happy banget yaaa, bisa ke museum dan bisa kulineran juga. Jd pengen ke Yogya juga deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di Mks, kami belum naik pete-pete (angkot) karena ga ada pete-pete lewat jalan depan rumah hehehr

      Hapus
  21. Kayaknya seru juga sih melatih anak ikut berjejal naik kendaraan umum gitu. Hahaha jadi pengen nyoba ngajak anak sulung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedikit mencicip kerasnya jalan raya mbak hehehe.

      Hapus
  22. Wah seru banget bisa naik bus. Anak-anakku suka. Huhuhu sayangnya sekarang udah gak pernah lagi. Terakhir naik itu ya sebelum pandemi. Kudu nih kayaknya kita naik bus lagi. Seru ya. Toh sekarang udah lebih nyaman dan aman juga.

    BalasHapus
  23. Naik angkutan umum memang rada ngeri ngeri sedap ya mbak
    tapi seru sih kalau anak gak resel, bisa menikmati dan kelak akan jadi teringat sebagai pengalaman indah

    BalasHapus
  24. Luar biasa mbaaa... mental menempuh perjalanan penuh liku darimu juara bangeeett... Itu kebayang keluar dari area Temanggung mblusuk sampai ke Parakan aja kan udah jauh yaa.. masih lanjut pula Jogja. Jadi pengalaman yang mengasah life skill tuh untuk Elo, biar jadi anak yang kuat seperti mamanya yaa...

    BalasHapus
  25. Ini masih ketolong dari ndesaku sampai parakan dianter keponakan mbak Unik hehehe...kalau total pakai angkutan umum, wis mbuh lah hahahah

    BalasHapus
  26. Iya ya, aku koq baru sadar kalo naik transportasi umum salah satu life skill. Mungkin karena aku gak menguasai jadinya aku lupa. Tapi kalo lihat anak-anak di Jepang dari TK udah biasa naik bus sendiri, aku baru sadar, oh iya bener juga, makanya di sana pada mandiri, karena sekolah mereka di tahun-tahun pertama fokus di pembenahan life skill

    BalasHapus
  27. Huaaaa aku kangen Jogja jadinya mbak, sebelum aku menemukan alternatif sewa motor di Jogja, aku kemana-mana sering menggunakan Trans Jogja untuk berjalan-jalan, tapi emang dasarnya aku ini bingungan, suka keder sama Rute Trans Jogja

    BalasHapus
  28. Jadi ingat pas masih mbolang Jogja-Surabaya beberapa tahun lalu. Bus dan kereta jd kendaraan yg rutin saya pakai. Iya banget, wajib ajarkan naik transportasi umum ke anak2 biar gak mabok kendaraan dan berani di kehidupan yg serba keras ini. Ahahaha... Itu yg mama saya ajarkan sih. Seru2 gitu, meski memang talut di awal karena mikir ada banyak copet dan penjahat segala macam

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)