Lebaran lalu, keluarga besar di kampung kedatangan tamu istimewa. Beliau adalah Oom Nazir yang datang dari Medan -lebih tepatnya Binjai. Kedatangan Oom Nazir kuanggap istimewa karena merupakan kali pertama sejak kepergiannya ke Sumatera 40 tahun yang lalu. Empat dasawarsa, bukan waktu yang sebentar bukan?
Dari bandara Kuala Namu, Oom Nazir terbang ke Bandara Jogja di Kulon Progo. Kupikir, beliau bersama sang istri, tapi ternyata sendirian. Ndilalah, tak biasanya aku mudik saat Lebaran. Jadilah, aku bisa bertemu Oom Nazir di rumah.
Natal dan Tahun Baru lalu, kami baru saja mudik. Tapi belum sampai empat bulan kemudian, kami kembali terbang dari bandara Sultan Hasanuddin ke bandara Kulonprogo. Kalau tempo hari kami mudik Natalan, kali ini mudik Lebaran!
Ini memang di luar kebiasaan. Biasanya sih, kami mudik saat Natal saja. Ya gimana, bujetnya terbatas, jatah rutin hanya setahun sekali. Plus, waktu BJ juga terbatasi cuti. Kan, bukan kerja di perusahaan nenek sendiri :P
Siapa yang suka ikan asin?
Kalau aku suka banget. Tapi, gara-gara suka banget, ikan asin malah aku masukkan “daftar makanan berbahaya.” Lah kok bisa? Lah bagaimana nggak berbahaya kalau tiap makan lauk ikan asin jadi nambah nasi terus... Bahaya buat timbangan berat badan lah.😉
Gara-gara sedikiiit menyinggung novel Saman di tulisan ini, saya jadi kembali membaca sekilas-sekilas, lalu kembali bertemu kutipan di atas. Bagian tersebut sepertinya bisa disambung dengan judul tulisan kali ini. Ya sih, nyambungnya dengan sedikit memaksa. Tapi tak apa, tak ada yang tersakiti dalam sedikit pemaksaan ini.
Hihi..apa siih?
Ini tentang memilih perabot ya..., bukan soal mencari suami. Ternyata, memilih perabot tak selalu hanya dengan pertimbangan syarat geometri dan bujet. Tapi bagi keluarga tertentu juga mesti memenuhi syarat kemudahan pindahan.
Hallo Teman DW, sudah menjalani diet minyak belakangan ini? Atau justru sudah sejak jauh hari? Saat ini, mungkin banyak rumah tangga mengurangi penggunaan minyak goreng untuk konsumsi sehari-hari. Bukan karena niat diet, tapi karena harga minyak goreng yang melambung tinggi.
Ini tergolong fakta “unik” di tengah status sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia. Perlu sekali menyebut sawit karena faktanya ada banyak jenis bahan pembuat minyak goreng. Meski demikian, di Indonesia, kata minyak goreng lebih mengacu pada bahan sawit. Dibandingkan bahan lain, harga minyak goreng sawit memang paling ekonomis.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons