Makan Rujak Cingur di Kota Makassar


Rujak cingur. Penggemar kuliner pasti tak asing dengan nama makanan khas Jawa Timur ini. Tak asing dalam arti pasti tahu meski belum pasti suka. Namanya makanan kan urusan selera, urusan yang tak bisa didebat. Kita bilang enak, belum tentu orang lain berpendapat serupa. Demikian juga sebaliknya.

Pengalaman saya dengan rujak cingur berada di area yang meragukan. Saya memang bukan orang Jawa Timur, jadi saya memang tidak akrab dengan makanan itu. Tapi saya tahu pasti kalau rujak cingur adalah makanan khas Jawa Timur. Saya hanya tidak bisa memastikan, apakah saya pernah mencicipinya atau belum. 

Belasan tahun lalu, saya beberapa kali ke Surabaya untuk urusan Praktik Kerja Lapang. Nah, dari sekian kali ke Surabaya, masa sih saya tidak sempat menjajal rujak cingur? Masalahnya, kalaupun mencoba, saya tak punya memori yang kuat tentangnya (sudah belasan tahun lalu yaa….kalaupun pernah, memorinya sudah tertimpa lalu terhapus oleh kejadian-kejadian yang lebih baru).

Akhir 2022, saya baru berkesempatan untuk kembali menjejak Surabaya. Kali ini bersama suami dan anak-anak dalam rangka mencoba jalur mudik yang berbeda. Dari Makassar, sudah ada niat untuk nanti makan rujak cingur di Surabaya. Niat yang tak lepas dari pengaruh serial dan film Lara Ati besutan Bayu Skak. Di serial dan film itu dikisahkan ada rujak cingur Lek Har yang digilai oleh Cak Nono. Ini tuh bukti hasil promosi kuliner lewat film. Jadi pengin (kembali) makan sesuatu gara-gara film. Makanan Korea jadi akrab di Indonesia juga gara-gara Drakor kan?

Tapi niat makan rujak cingur di Surabaya tidak terlaksana. Mungkin karena bareng anak-anak, dan kami tak yakin anak-anak mau rujak cingur, jadi pilihan makanan selalu jatuh di tempat yang tak menyediakan menu rujak cingur. 

Memang belum waktunya ya…hehehe.

Sampai pada Minggu (5 Maret 2023) lalu, BJ mengajak kami makan rujak cingur. Tapi memang, bukan rujak cingur di Surabaya (atau manapun itu daerah Jawa Timur), melainkan rujak cingur di Makassar. BJ mengajak makan ke sana berdasarkan rekomendasi seorang temannya.  Meski excited, saya tak menaruh harapan tinggi. Makan makanan khas suatu daerah di luar daerah asalnya kadang zonk (kadang yaaa….tidak selalu!).


Pulang gereja, BJ membawa saya dan anak-anak ke daerah Antang. Di sana, kami turun di sebuah ruko dengan tulisan WKS (Warung Khas Suramadu). Bukan warung yang tampak kids friendly, jadinya anak-anak tidak langsung antusias. Dari penampakannya, WKS ini benar-benar TEMPAT MAKAN, bukan TEMPAT MAKAN PLUS NONGKI CANTIK. Buat saya dan BJ nggak masalah sih, kan memang mau makan. Tapi, pikiran anak-anak kan beda…

Dua bocah kami masuk barisan generasi penggemar makanan kekinian (terutama si bontot), jadi kadang sudah nggak selera dulu pada makanan tradisional. Hedeeeeh…. Bersyukur, di daftar menu, ada nasi kuning dan nasi campur dengan ayam krispi. Alhasil, mereka tertarik pesan. Sayang seribu sayang, ayam krispinya sedang kosong. Yaaaa….kegembiraan yang sesaat muncul langsung layu. Tapi mereka masih mau pesan nasi campur dan nasi kuning dengan pilihan lauk selain ayam krispi.


BJ pesan rujak cingur. Saya sempat tergoda untuk pesan rawon. Debat singkat di dalam otak dimenangkan oleh niat awal, akhirnya saya juga pesan rujak cingur.

Nasi campur dan nasi kuning anak-anak datang cepat. Hingga mereka habis separuh porsi, rujak cingur kami belum juga tiba. Saya bercanda, mungkin masih harus menangkap sapinya hehehe. Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya rujak cingur kami datang juga.

Rujak cingur pesanan kami dihidangkan pada piring rotan dengan alas kertas makan. Saya mencoba mengurai apa saja yang ada di sepiring rujak cingur kami. Yang saya tahu adalah lontong, kangkung, tauge, mentimun, tahu, tempe, nanas, bengkoang, mangga muda, dan tentu saja highlight makanan ini, yakni irisan cingur. Bahan-bahan ini disiram sambal berwarna gelap dengan rasa khas, yakni petis. Rasa petis memberi perbedaan signifikan jika dibandingkan rujak/pecel yang biasa saya makan.

Mungkin karena masih sama-sama menu Jawa ya (beda tengah dengan timur saja), jadi saya bisa menerima makanan ini. Masalahnya satu saja, yakni level pedas yang saya pesan ternyata masih kepedasan buat lidah saya. BJ sih nggak masalah, dia lahap-lahap saja. Finally, saya jadi punya pengalaman jelas soal makan rujak cingur. Pengalaman yang valid meskipun lokasi makannya bukan di Jawa Timur, melainkan di Sulawesi Selatan. Siapa tahu, kapan-kapan bisa ke Surabaya lagi dan makan rujak cingur yang terkenal di sana.

***

Kenapa sih dinamai rujak cingur? Apa itu cingur?

Dalam bahasa Jawa, cingur (atau congor atau moncong) berarti mulut. Istilah rujak cingur merujuk pada irisan mulut/moncong sapi yang diolah lalu dicampurkan dengan bahan-bahan lainnya. 

Moncong sapi? Yikssss…. Kalau merasa jijik, mungkin karena langsung terbayang moncong sapi yang masih hidup ya kan? Tapi, namanya sudah dibuat makanan, pasti sudah diolah dulu dong. Jangan bayangkan akan terhidang cingur/moncong dalam bentuk masih utuh. Tentu saja cingurnya akan diiris kecil-kecil.

Saya jadi tertarik untuk mencari sejarah kuliner rujak cingur. Di beberapa website, terdapat informasi yang serupa, yakni rujak cingur dibuat oleh koki dari Mesir bernama Abdul Rojak. Hmmm…kok agak-agak aneh yaaa.. Akhirnya saya ketemu artikel yang memberi informasi berbeda. Versi rujak cingur berasal dari Mesir memang tidak ada bukti ilmiahnya. Jadi, cerita itu condong sebagai info yang tak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya.

Versi yang tampak lebih masuk akal saya peroleh dari Kompas.id. Tulisan di sana mencantumkan pendapat pengamat kuliner dari Universitas Brawijaya, Jawa Timur, yakni Ary Budiyanto. Menurut Ary, rujak cingur merupakan pembauran antara salad buah yang dibawa kolonial Belanda dengan makanan lokal bernama djanganan.  

Ary merujuk pada buku Kokki Bitja, Kitab Masak-Masakan Hindia, Jang Baharoe dan Sampoerna (1864) yang ditulis oleh Cornelia. Disebutkan, djanganan merupakan salah satu makan lokal dibuat dari campuran kacang panjang, tauge, kol, daun kacang, timun, kangkung, dan buncis. Aneka sayuran itu disiram menggunakan saus yang terbuat dari cabe, gula merah, terasi, asam, dan petis.

Ary lebih percaya kalau rujak cingur merupakan percampuran makanan asli Belanda dengan berbagai macam bahan lokal di tanah air dibandingkan berasal dari Mesir.

Sayangnya, dalam artikel itu tidak tertulis tentang sejarah campuran cingurnya. 

🥒Apakah sejak awal si djanganan memang sudah dicampur cingur?

🥒Atau dicampur belakangan ketika berbaur dengan salad buah? 

🥒Juga kenapa bagian cingur yang digunakan, bukan bagian lainnya? 

🥒Apakah ada alasan khusus terkait rasa/kecocokan dengan bahan lainnya? Atau justru karena pertimbangan lain?

Hmmmmh… kalau dituruti, pertanyaan-pertanyaan itu malah bisa bikin nggak jadi makan deh. Jadi, untuk sementara, biarlah berada di kotak “pertanyaan yang belum terjawab.” Toh bukan sesuatu yang urgent. Sabar saja, siapa tahu, tanpa sengaja saya akan mendapatkan pencerahan. 

Barangkali ada yang punya cerita tentang sejarah atau apapun tentang rujak cingur? Boleh banget lho kalau mau cerita di komentar. 
___________________________

Referensi : 

https://superapp.id/blog/untuk-sedulur/sejarah-rujak-cingur/

https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/04/01/rujak-cingur-hibriditas-sepiring-rujak-buah-dan-djanganan/












30 komentar untuk "Makan Rujak Cingur di Kota Makassar"

  1. Sudah lama aku juga gak makan rujak cingur, di cirebon rasanya belum ada yang jual atau akunya yang gak tahu, entahlah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa jadi ada di cirebon bun..ah jdi pengin cari tahu gejrot di makassar. Mana tau ada yaa..hehehe

      Hapus
  2. aku suka banget segala jenis rujak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasa asam manis pedas mmg nagih ya mbak...😀

      Hapus
  3. Aku pun ga ngerti sejarahnya kuliner ini. Tapi yg pasti aku sukaaaa bangt rujak cingur mba 😄❤️. Untungnya di Jakarta ada yg jual dan enAak. Walopun, aku ga ngerti kenapa rara2 rujak cingur itu mahaaal hahahahah. Di langgananku ini 50rb seporsinya. Tapi memang cingurnya banyak dan sausnya itu enaaak banget. Pilihan buahnya juga selalu segar.. aku malah suka dengan aroma cingurnya, walo banyak org yg ga 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apa karena pilihan tempatnya yg bikin harganya jd lebih mahal mbak? Kalau lebih nyaman biasanya jd lebih maha kan hehehe

      Hapus
  4. Aku auto kabooooorrrr ah! Ahahahah ga doyan cingur soalnya. Jadi ga pernah mau makan rujak cingur wkwkwkkw. Salut sama teman2 yang suka kuliner ini. Menggoda selera ya kalau sudah ditampilkan di atas piring :D Mbak Lisha bisa nambah kayaknya, hehehe. Kalau dari aromanya sih iya enak, harum gitu ya. Seru juga di Makassar ada makanan ini. Enaknya sih super hot mbak. Katanya begitu hihihi.

    BalasHapus
  5. Aku suka rujak cingur juga mbak, biasanya minta isinya sayuran aja, tanpa buah dan gorengan. Yang penting irisan cingurnya yang banyak, seneng sama kenyil kenyil nya.

    Hayuk mbak, kapan-kapan klo mudik lewat surabaya lagi, terus sempatkan menikmati rujak cingur di tempat asalnya

    BalasHapus
  6. nah aku pernah dikasi petisan rujak cingur iniiih. Pengin deh makan rujak cingur yg di Jatim, karena ibu bapak mertua aku orang Jatim dan mereka suka. Sejarahnya sendiri aku blum ngerti, taunya cingur ya congor itu ya hehe, tapi nggak ada congornya beneeeer.

    BalasHapus
  7. Saya baru sekali cobain rujak cingur. Waktu arisan keluarga besar suami. Salah satu hidangan rujak cingur. Tapi, waktu itu saya gak tau, Jadi makan aja dan suka aja sih ma rasanya hahaha

    BalasHapus
  8. Jika yang belum pernah makan rujak cingur pasti penasaran bagaimana rasanya, tapi ada juga yang tidak berani coba karena geli makan cingur alias hidung hehe.. tapi aku termasuk yang penasaran sih, pernah coba supaya ngga penasaran sama makanan khas yang namanya rujak cingur ini

    BalasHapus
  9. Mpo sendiri belum pernah makan rujak cingur. Ah kebayang hidung sapi jadi mundur walaupun katanya enak.

    BalasHapus
  10. Molly suka rujak cingur. Awalnya aneh kok manis bgt. Tapi lama2 biasa. Skrg mau makan langsung aja di tempatnya. Yg di plb kurang enak.

    BalasHapus
  11. Aku sudah lama banget gak makan rujak cingur, kayaknya puluhan tahun. Terakhir makan tuh jaman kuliah sama papahku, pas lagi nemenin papah ke rumah temannya. Pulangnya kita makan rujak cingur dekat rumah.

    BalasHapus
  12. Aku belum pernah makan Rujak Cingur, penasaran juga sih sebenarnya. Dulu kupikir ya sama aja kaya rujak buah. Eh ternyata Cingur itu moncong sapi. Gak takut sih karena bentuknya gak utuh juga kan

    BalasHapus
  13. Makan makanan khas suatu daerah di tempat berbeda biasanya gak seenak di daerah asalnya ya...Etapi ada juga yang sama enaknya, karena yang masak orang asli.
    Lebih aman memang makan khas langsung di daerahnya.

    BalasHapus
  14. waaahhh, malah makan rujak cingur di Makassar wkwkwk. Mana lama pula ya pake ada acara "ngejar sapi" dulu hehehe. Tapi emang buat beberapa orang yang tau artinya cingur apa, jadi ngga mau makan. Padahal kataku mah rujak cingur tanpa cingur kaya ngga lengkap!

    BalasHapus
  15. Sering dengar nama kuliner ini tapi aku belum pernah makan. Pengin sih nyobain kapan-kapan. Tapi belum nemu yang pas. Penginnya langsung ke Jawa Timur sana hehe..

    BalasHapus
  16. Wah, rujak cingur sampau Makasar
    Penasaran, apakah rasanya seperti yang ada di Surabaya
    Kalau di Surabaya setiap tahun bahkan ada festival rujak cingur

    BalasHapus
  17. Akuu belum pernah makan maak tapi penasaran pengen...seneng ya maak kalau nemu makanan jawa di luar jawa

    BalasHapus
  18. Weiilaa..
    Makanan fave aku, kak Lisss... Aku suka banget sama rujak cingur, rek.
    Sebagai arek Suroboyo, rasane kurang nek gak makan rujak cingur pas pulkan.

    Tapi makan rujak cingur yang ada di Bandung, rasanya gak kaya di Surabaya siih.. Kalau kak Lis suka, alhamdulillah, penjualnya berarti memang orang Surabaya asli ya..
    Hehhe, petisnya kudu impor dari Surabaya sih ya...

    BalasHapus
  19. Wih asyiikk, aku kmrn mudik malah gak sempat makan rujak cingur haha. Itu yang punya warung org Madura kali yaa :D
    Btw aku kalau makan tu jg gak liat lokasi, asal makanannya bersih dan enak, hajaarr mak :D
    Btw aku malah kalau makan rujak biasanya cingurnya aku skip soalnya kadang suka alot.
    Paling suka makan rujak pakai nasi dan krupuk putih, cobaen maak hahaha.

    BalasHapus
  20. Kepo banget makan rujak, namanya rujak itu isinya buah-buahan, ternyata ada juga yang ditumbuk tapi yang rujak Cingur aku belum pernah, kepo banget

    BalasHapus
  21. Aku suka rujak cingur. Belom pernah makan di Surabayanya langsung, tapi abis baca artikel ini cukup penasaran sama rujak cingur di Makasar.. hihihihi.

    BalasHapus
  22. Waktu kecil aku pernah makan rujak cingur Mak,, waktu itu diajak almarhum bapakku cuma karena aku memang berada di Jawa Tengah jadi aku tidak tahu rasa rujak cingur yang sebenarnya dari Jawa Timur

    BalasHapus
  23. Saya kira rujak cingur dari makasar, ternyata yang jual orang jawa timur ya Kak, hahaha. Rujak nih makanan favorit saya, tapi saya tidak terlalu suka dengan cingurnya. Lebih suka sayurannya yang banyak dan bikin kenyang, hihihi

    BalasHapus
  24. Aku belum prnah kayanya deh makan rujak cingur. Bener soalnya, udah ngebayangin mulut sapi nya duluan, padahal mah udah dibersihkan dan diolah lah ya, ahaha

    BalasHapus
  25. kalau rujak cingur asli kayaknya saya belum pernah makan ya, mbak. tapi kalau cingurnya saya doyan juga makan pakai petis gitu. kalau di sini penjual rujak kayaknya standar aja isiannya sayur gitu pakai sambal kacang dan petis

    BalasHapus
  26. senengnya bisa makan rujak cingur otentik meski bukan di surabaya, ya. aku yang gede di surabaya malah belum pernah makan gara-gara tahu cingur itu apa. hihihi ....

    BalasHapus
  27. Sepertinya aku belum pernah coba rujak ini karena geli duluan dengan cingurnya, Alhamdulillah ya kesampaian makan walaupun ngga di daerah asalnya hehe

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)