Tujuh Poin Penting dalam Membeli Rumah, Nomor Empat Kadang Terabaikan


“Sepertinya beberapa hari ini tidak jualan, Pak?” tanya saya pada Pak Mail, penjual ayam yang biasa keliling kompleks perumahan. Sebenarnya dialog kami berlangsung dengan bahasa Jawa. Pak Mail aslinya orang Pare, Kediri, tetapi sudah lama merantau ke Sulawesi.


“Iya Mbak, saya pindahan rumah,” kata Pak Mail sambil menyebutkan nama satu daerah. “Orang bilang, ambil rumah kok jauh-jauh. Tapi kan saya yang menjalani,” tambah Pak Mail.


“Pak Mail beli rumah? Rumah yang sebelumnya masih ngontrak?” Tanya saya beruntun.


“Iya Mbak. Alhamdulilah ini bisa ambil rumah subsidi,” jawab Pak Mail. 


Sembari memotong ayam yang saya beli, Pak Mail bercerita lebih lanjut tentang rumah barunya. Ia menyebutkan nominal uang muka, juga jangka waktu pelunasan kredit (tenor). Ah, saya ikut senang mendengar cerita Pak Mail. Pengalaman dulu mengambil rumah KPR membuat saya bisa merasakan semangat dalam cerita Pak Mail. 


“Pengurusan rumahnya cepat tidak Pak?” tanya saya.


“Lumayan cepat, Mbak. Saya pertama mengajukan bulan Februari. Waktu itu rumahnya belum dibangun, sekarang sudah bisa ditempati,” jawab Pak Mail. Ia menambahkan cerita tentang beberapa temannya yang “tertipu” dalam pengambilan rumah. “Lha sudah sejak lama menyerahkan uang muka dan lain sebagainya, lebih lama dari saya, tapi sampai sekarang belum jadi rumahnya.” 


Hmmh… iya sih, saya beberapa kali membaca kasus seperti yang disebutkan Pak Mail. Bersyukur, pedagang ayam langganan saya ini tidak mengalaminya. Saya mengakhiri transaksi beli daging ayam pagi itu dengan kata-kata pengharapan untuk Pak Mail. Semoga Pak Mail dan keluarga kerasan tinggal di rumah baru. Selain itu, semoga lancar semua urusan terkait rumah itu.


***


Selang sehari dari cerita Pak Mail, tiba-tiba suami saya (BJ) menyinggung soal membeli rumah. Dia bilang, sepertinya kita (kami) harus menimbang opsi membeli untuk rumah lagi. 


Beberapa tahun lalu, kami mengakhiri status “kontraktor” (pengontrak rumah๐Ÿ˜€) dengan membeli rumah di Medan. Namun, pindah ke Makassar membuat kami kembali menjadi “kontraktor.” 


Setelah kami pindah, rumah kami disewa seorang sahabat. Kurang lebih lebih setahun di Makassar, puji Tuhan kami bisa mempercepat pelunasan KPR di Medan. Kemudian, menimbang beberapa hal, kami memutuskan untuk menjual rumah itu. Namun, mungkin karena situasi pandemi, ~intinya memang belum rezeki~, rumah itu tidak juga berjodoh dengan pembeli. Akhirnya, rumah itu kami sewakan lagi.


Pindah-pindah domisili memang membuat rumit soal properti. 


Ya sih, rumit itu karena uang kami "punya nomor seri"๐Ÿ˜‚. Beda atuh sama sultan yang uangnya tak berseri alias buanyak sekali. Kalau uangnya nggak berseri mah gampang. Tiap pindah kota, nggak perlu ribet cari kontrakan, langsung beli rumah aja. Alhasil, ketika nanti tiba masa menetap, sudah punya properti di mana-mana.


Sebentar…sebentar.. Saya mimpi dulu yaaa…


Gubrak…beneran cuma ngimpi. Mana kurang iman untuk afirmasi hihihi.


Pertimbangan BJ untuk membeli rumah lagi adalah untuk persiapan masa tua. Memang sudah ada rumah di Medan, tetapi sejauh ini kami tak berencana untuk kembali tinggal di sana.  Inginnya sih kembali ke Jawa, entah di kampung saya atau kampung suami, atau malah bukan di keduanya. Berkaca pada pengalaman, menjual rumah tak selalu mudah. Jadi, alangkah lebih baik kalau ketika tiba waktunya kembali, sudah ada rumah untuk ditempati.


Namanya juga baru ide, belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait hal itu. Namun, saya serius menanggapi ide tersebut dengan kembali mencari informasi seputar rumah dan KPR. Penginnya sih beli rumah secara tunai. Namun, kalau melihat harga properti saat ini, sepertinya masih harus KPR lagi๐Ÿ˜‚.


Memang sudah ada pengalaman KPR pertama. Namun, rasanya pengetahuan tentang KPR harus di-update lagi. Bagaimanapun, seiring berjalannya waktu, sangat mungkin ada perubahan peraturan dan kebijakan terkait pembelian rumah.


*** 


Pasca pandemi, penjualan perumahan menggeliat lagi. Melansir artikel dari mediaindonesia.com, pandemi COVID-19 memang membuat pasar properti lesu. Anjuran untuk #dirumahsaja cukup berpengaruh pada penjualan properti. Sebab, pada umumnya, transaksi properti dilakukan setelah calon pembeli melihat kondisi properti secara langsung. Memang sudah ada adopsi teknologi virtual untuk mendongkrak transaksi properti. Namun, karena menyangkut nominal uang yang besar, survey langsung masih lebih disukai.


Selain itu, penurunan ekonomi membuat daya beli rumah (khususnya rumah tipe kecil) terkoreksi. Menariknya, rumah tipe menengah menunjukkan pertumbuhan permintaan. Ini terlihat dari data per kuartal empat 2021, yakni rumah tipe menengah tumbuh 11,26%.


Sepertinya, “diskon” properti akan segera berlalu yaaa… 


Berkaca dari pengalaman pertama serta kembali membaca-baca, saya merangkum beberapa poin penting untuk membeli rumah pasca pandemi ini : 



1. Tetapkan tujuan membeli rumah


Rasanya, membeli rumah yang bagus adalah impian semua orang. Bagus memang relatif, tetapi pada umumnya rumah besar dan megah akan dianggap bagus. Namun, semakin besar dan semakin bagus tentu berkorelasi dengan harga/kredit. Saran ini sepertinya mudah dilakukan. Namun, ada saja kejadian buruk akibat  gengsi atau keinginan mendahului tingkat kemampuan.


Seperti di kami, membeli rumah untuk masa tua berarti akan lebih banyak dihuni berdua saja. Tinggal di rumah besar justru akan merepotkan dalam urusan perawatan, baik secara teknis maupun biaya. Tulang tua, setelah mengepel dan menyapu saja bisa butuh balsem atau koyo berlembar-lembar๐Ÿ˜. Kalaupun ada asisten rumah tangga, rumah luas dengan sedikit penghuni akan terasa sangat lengang.


2. Evaluasi kondisi keuangan


Membeli rumah selalu melibatkan nominal uang yang besar, bahkan bagi orang kaya sekalipun. Sebab, semakin tinggi status ekonomi, biasanya akan berbanding lurus dengan harga properti yang ditinggali/dimiliki. Apalagi bagi kaum middle - low yaaa, membeli rumah seringkali harus mengerahkan segenap daya dan upaya finansial.


Biasanya biaya untuk membeli rumah akan memakan porsi keuangan yang cukup besar. Sementara, masih ada biaya kebutuhan lain yang juga harus dipenuhi. Untuk mengetahui gambaran keuangan jika mengambil KPR, kita bisa menggunakan kalkulator properti seperti https://mortgagecalculator.uk/



Sesuai nama domainnya, mortgage calculator memang berbasis di Inggris (UK). Dengan demikian, tool ini menggunakan mata uang Inggris (poundsterling) dalam perhitungannya. Namun, kita masih bisa kok menggunakannya untuk mendapatkan gambaran kalkulasi properti di Indonesia. Hitung-hitung sembari melancarkan bahasa Inggris (bagi yang belum lancar) plus mengakrabkan nominal kurs poundsterling - rupiah. Siapa tahu suatu hari bisa travelling ke Inggris ya kan? (berandai-andai kan gratis yaa..๐Ÿ˜€)


Oh ya, mortgage calculator tidak hanya bisa digunakan untuk menghitung estimasi nominal bulanan KPR lho. Ada fitur-fitur tambahan yang pasti akan sangat bermanfaat sebelum mengambil KPR, seperti menghitung kemampuan pembayaran setelah memasukkan semua sumber keuangan, baik dari penghasilan rutin, penghasilan sampingan, maupun pemasukan lain seperti bonus tahunan. Untuk pasangan yang sama-sama bekerja, alat ini juga bisa untuk menghitung kemampuan pembayaran dengan memasukkan dua penghasilan.


Dengan mortgage calculator, kita juga bisa menghitung perkiraan pelunasan lebih cepat (overpayment). Bila keuangan memungkinkan, melunasi KPR lebih cepat bisa menjadi pilihan tepat. Fitur ini membantu perhitungan percepatan pelunasan dengan beberapa skenario, seperti mengurangi tenor,  lump sum (membayar dalam jumlah besar ketika tersedia uang lebih), dan lain-lain. Hasil perhitungan bisa menjadi dasar negosiasi dengan pihak perbankan.



3. Kesampingkan faktor emosional 


Ini bukan emosi yang marah-marah gitu yaaa…Tetapi dorongan perasaan yang sangat kuat untuk membeli rumah baik karena iklan maupun alasan personal cenderung membuat calon pembeli mengabaikan hal-hal krusial. Emosi yang kuat untuk memiliki sebuah properti memang bisa menjadi pendorong yang positif. Namun, di sisi lain bisa melemahkan sisi tawar pembeli terhadap pihak penjual/developer.


Ini saya alami sendiri sih. Jujur saja, pembelian rumah pertama sangat dipengaruhi sisi emosi saya. Saya sedemikian ingin punya rumah setelah sekian tahun jadi “kontraktor.” Bersyukur suami lebih jeli dan teliti dalam soal teknis dan lain-lain. Namun, tak ayal pembelian rumah waktu itu justru sempat berpengaruh pada tensi hubungan kami selaku suami istri. Benar-benar definisi berkah (dalam hal ini bisa membeli rumah) bisa beriringan dengan musibah (konflik rumah tangga). Bersyukur, konflik itu bisa terlewati dan jadi pelajaran bagi kami.


4. Beli rumah saat musim hujan

Banyak artikel menyarankan untuk membeli rumah pada saat musim hujan. Ini masuk akal karena dampak hujan bisa sangat terlihat pada kondisi teknis bangunan maupun lingkungan perumahan. Kebocoran besar maupun halus yang tak terlihat di musim kering akan jelas terlihat jejaknya di musim penghujan. Selain itu, akan terlihat bagaimana sistem drainase perumahan bekerja. Repot kan kalau beli rumah bagus-bagus tetapi ternyata sering bocor atau bahkan kebanjiran?


5. Pilih developer terpercaya


Mencari rekam jejak developer akan membantu kita terhindar dari kerugian. Seperti dalam kasus yang diceritakan Pak Mail di awal tulisan tadi, ada saja developer yang kurang bertanggung-jawab. Alih-alih mendapatkan huniah sesuai impian, pembeli rumah justru menderita kerugian.


6. Pilih program KPR yang sesuai 


Setiap bank memiliki kebijakan masing-masing terkait KPR. Sangat penting bagi pembeli untuk mencari informasi yang lengkap sebelum menentukan pilihan. Promo memang menggiurkan. Namun, ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan, seperti suku bunga dan penalti KPR. Mana tahu di tengah kredit bisa mempercepat pelunasan. Jangan sampai mau untung dengan percepatan pelunasan tetapi justru rugi karena penalti lebih besar.


7. Cek pembangunan rumah


Jika membeli rumah yang belum ready, sediakan waktu untuk sesekali melihat proses pembangunan perumahan. Jika tidak punya pengetahuan tentang teknis bangunan, ada baiknya mengajak/membayar orang yang lebih paham. Langkah ini akan menghindarkan kita dari kesalahan/kecurangan yang mungkin dilakukan selama proses pembangunan rumah.



Demikian beberapa poin yang bisa diperhatikan terkait KPR. Semoga tidak hanya bermanfaat sebagai pengingat bagi saya dan suami. Bagi semua teman_DW yang sedang berjuang untuk memiliki rumah pertama atau juga menimbang untuk membeli rumah kedua dan selanjutnya, semoga dilancarkan niat dan upayanya


-----------------------------------------

 

Referensi :

https://mediaindonesia.com/ekonomi/487704/bisnis-properti-sudah-kembali-meningkat

https://mortgagecalculator.uk

21 komentar untuk "Tujuh Poin Penting dalam Membeli Rumah, Nomor Empat Kadang Terabaikan"

  1. beli rumah itu kayak jodoh juga sih ya mak. Pulung-pulungan kalau kata orang Jogja. Minta masukan ke teman-teman dan saudara juga membantu banget apalagi yang ngerti lokasi rumah

    BalasHapus
  2. Matur suwun ilmu nya

    BalasHapus
  3. Makadih ilmu nya

    BalasHapus
  4. semangat tuk yg ingin punya rumah. Pernah ngerasain juga jadi "kontraktor", ribet kalau udah pindahan. Cari rumah penting, tapi gak sekadar cari, mesti diperhitungkan dengan benar, biar bisa nyaman ke depannya.

    BalasHapus
  5. Iya bener yang disampaikan Mak Irul. beli rumah tuh kayak cari jodoh. Kalau belum jodoh, cari kemana saja ya belum pas. Aku baru ngeh juga kalau baiknya beli pas musim hujan. Makasih sudah berbagi, Mak

    BalasHapus
  6. Iya benar Mbak, nomor 4 benar banget sering terabaikan. Karena kita tuh cenderung lebih suka lihat rumah yang akan kita beli saat cuaca cerah. Ternyata itu tidak mencerminkan keadaan rumah sesungguhnya ya. Nah pas musim hujan adalah keadaan terbaik untuk melihat kondisi rumah sesungghuhnya. Duh jadi senang, nambah ilmu satu lagi :)

    BalasHapus
  7. Setuju sama yang disampaikan Mak Irul, beli rumah seperti cari jodoh, kalo pas udah jodohnya pasti cepet deal. Memang untuk mengecek kondisi rumah ada baiknya dilakukan waktu musim hujan, ada kebocoran pada bangunan atau sudah aman.

    BalasHapus
  8. Selamat untuk rumah pertamanya di Medan, semoga menyusul rumah-rumah berikutnya. Amin.
    Btw, Pak Mail tetanggaku nih, aku Kediri kota, Pak Mail dari Pare :)
    Btw, setuju nomor 4 sering terabaikan. Maka waktu memutuskan beli rumah di Jakarta, suami sengaja meluangkan waktu blusukan ke lokasi yang diincar pas hujan (deras) pula. Selain cek kondisi rumah yang ditawarkan juga untuk meyakinkan kalau musim hujan aman, mengingat Jakarta kalau enggak kompleknya kebanjiran, akses menuju tekape tergenang...Alhamdulillah rumah kami sekarang dah 15 tahun aman dari banjir baik lokasi maupun akses

    BalasHapus
  9. Di kota kami, Batam, banyak perumahan yang memang teruji saat musim hujan. Ada yang memang pembangunannya asal bangun saja sehingga kalau musim hujan selalu langganan banjir. Ada juga yang longsor dan ada lagi yang retak-retak.

    BalasHapus
  10. Nah iya bener waktu pas beli akupun udah tau kisi2 ini kak... Dan beli pas musim hujan malah jafi tau rumahnya banjir , rembes ataupun gak. Selain tentunya strategis pilihan utama ya

    BalasHapus
  11. Jadi inget kasus temen baru-baru ini. Ambil rumah tanpa perhitungan matang. Saat akhirnya cicilan naik, dia panik dan kelabakan, huhu. Pentingnya buat ngitung plafon bulanan secara cermat biar nggak kaya gini akhirnya.
    Bisa nih dicoba pakai Mortgage Calculator kalau ada yang mau coba ambil KP atau kredit rumah kan.

    BalasHapus
  12. Point no 4 ini aku jadi ingat pernah nonton di reels, jadi ada pasangan muda membeli rumah dan dia belum tempati. Sengaja karena pengin tau pas saat hujan, eh pas hujan keesokannya dia cek rumahnya dan ada bocor dibeberapa titik rumahnya.

    BalasHapus
  13. poin no 4 itu emang jadi pertimbangan utama kami dalam membeli rumah sebab rumah yang selarang kan kena banjir, jadi hal ini emnag yang kita galih infnya, bahkan sudah mulai paham, hehehe

    BalasHapus
  14. memang harus pelan-pelan ya mak kalau hendak beli rumah, banyak pertimbangannya mulai dari developer, lokasi, hingga kondisi keuangan

    BalasHapus
  15. Amiin ayokk.mak.lisdhaa beli rumah lagiii...btw aku kepoo di bagian mempengaruhi hubungan dg suami stlh beli.rumah pertama๐Ÿคญ๐Ÿคญ....

    BalasHapus
  16. Jadi ingat kapan hari ada yang viral. Beli tanah, dibangun pengembang, pas hujan longsor dong. Sedih banget pasti. Beli rumah memang gak boleh asal. Kudu cek ini itunya termasuk soal keuangan

    BalasHapus
  17. Sepele sih memang, tips yang keempat, tapi memang benar adanya. Saya beberapa kali pindah rumah, selalu memastikan apakah atapnya ada yang bocor atau enggak. Kalau memperbaiki, habisnya lumayan.

    BalasHapus
  18. Saat awal menikah aku udah punya rumah dibelikan mertua plus ada uang dari bisnis suami, sayang karena bangkrut dijual dan bikin rumah di Bandar Lampung, cari tanah di kota mahal banget kalau enggak ngirit2 makannya susah buat beli

    BalasHapus
  19. wah bener banget mba... harus pay attention banget ini sama si nomor 4. apalagi klo beli rumah yang sudah jadi yaa atau setidaknya untuk cek lokasi bebas banjir atau enggak. pentiiiing bgt

    BalasHapus
  20. Oh iya, aku sampai lupa dengan point membeli rumah saat musim hujan. Apalagi memilih rumah second. Agar lebih tampak gimana keadaan saat musim hujan tiba ya..

    Semoga dengan perhitungan yang tepat menggunakan mortgage calculator, maka impian memiliki rumah idaman bisa terpenuhi.

    BalasHapus
  21. Selain soal ketersediaan dana, faktor emosional ini penting juga dipertimbangkan ya Mak. Jangan gegara sering ditanya teman karena masih ngontrak, akhirnya jadi kurang pertimbangan dalam memutuskan membeli rumah

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)