Leang-Leang : Lukisan Tangan dan Babirusa dari Masa Purba



Taman Arkeologi Leang-Leang terbilang lambat saya kunjungi. Padahal, dengan waktu tempuh hanya sekitar satu jam dari Makassar, jarak ke Leang-Leang terbilang dekat. Namun, pandemi membuat saya tak bisa mengunjunginya dengan cepat.

Saya pindah ke Makassar di medio 2020. Namun, saya bersama suami dan anak-anak, baru berhasil masuk Taman Arkeologi Leang-Leang di April 2022 (jadi, ini tuh a very-very late post yaa). Penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah penutupan tempat-tempat wisata akibat pandemi COVID-19.

Sebelum akhirnya bisa masuk, kami sudah beberapa kali kecele. Setiap kali kami ke sana atau sekadar lewat, taman belum juga dibuka. Sepertinya, obyek wisata di bawah pengelolaan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) memang lebih lama tutup dibandingkan obyek wisata lainnya.

Leang-Leang masih ditutup ketika kami sudah bisa mengunjungi obyek wisata dekat Leang-Leang, yakni taman konservasi kupu-kupu Bantimurung dan kampung Rammang-Rammang. Di saat itu, kami bahkan sudah ngebolang sampai Toraja. Tentu saja, saat itu jalan dengan protokol kesehatan yang lebih ketat ketimbang sekarang.

Baca :


Leang-Leang, Taman Kupu-Kupu Bantimurung, dan Rammang-Rammang memang relatif berdekatan karena sama-sama terletak di kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul). Jadi, kalau salah satu tutup, bisa langsung ke tujuan lain.


Kecele saat ke Leang-Leang juga langsung tertebus oleh pemandangan jalur masuk yang indah. Di bawah langit, jalan aspal halus membelah hijau lahan sawah yang “tertanami” karst (batuan kapur) di sana-sini. Tak hanya di sawah-sawah, karts beraneka ukuran juga terdapat di halaman rumah-rumah penduduk desa. Pandangan mata juga sering “menabrak” menara karts yang tinggi menjulang.

Duh sayang, malah nggak punya fotonya 😐

Buat saya pribadi, hijau daun-biru langit-kelabu karts adalah gabungan yang misterius. Respon panca indera teraduk di antara keindahan, ketenangan, dan ketakberdayaan. Iya, saya merasa tak berdaya (kecil) berada di bawah menara-menara karts itu.

Oo..Praise You God Who created the universe.. 

Kalau Tuhan menciptakan Tatar Sunda ketika sedang tersenyum, kira-kira metafora apa yang cocok bagi penciptaan Sulawesi Selatan?

Daerah karts di Sulsel membentang di wilayah Maros dan Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Karst yang membentang di dua daerah di Sulawesi Selatan ini terluas kedua di dunia setelah di China Selatan. Oleh para ahli, karst di dua kabupaten ini dikategorikan sebagai Spectacular Tower Karst.

Total hamparan karst di dua wilayah ini mencapai kurang luas lebih 40 ribu hektar. Jadi, gua-gua dan batu-batu yang kami kunjungi di Leang-Leang hanya bagian kecil saja.

Bagian depan Taman Leang-Leang

Peta Taman Leang-Leang



Taman Leang-Leang

Secara administratif, taman arkeologi ini berada di Desa Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung. Sabtu (9 April 2022), kami berempat tiba di Leang-Leang menjelang siang. Tak terlihat keramaian, hanya ada beberapa sepeda motor yang terparkir di halaman luar. Harga tiket masuk Rp 15.000 per orang. Dalam tangkapan mata, taman batu beberapa meter di dalam tampak menarik. Namun, kami memilih untuk lebih dulu menyambangi gua dengan lukisan purba.

Ternyata, untuk ke gua harus diantar petugas. Sebab, gua dikunci untuk meminimalisir pengrusakan oleh pengunjung yang tidak bertanggung-jawab. Jaraknya hanya sekitar 200 meter ke dalam. “Tapi menanjak,” kata Pak Oki, salah satu petugas yang di seragamnya tertulis polisi BPCB (waaah, saya baru tahu lho ada polisi BPCB ~ tentu saja tugasnya seputar pengamanan benda-benda dan kawasan cagar budaya.

Sebenarnya, kami agak segan diantar karena waktu itu kan bulan puasa. Sementara kami tidak berpuasa. Namun, Pak Oki menunjukkan wajah tak keberatan (terima kasih Pak Oki).

Kami menyusur jalan melewati taman batu dan jembatan di atas sungai kecil. Daerah berbatu mungkin akan terhubung dengan kondisi alam yang kering dan gersang. Namun, tidak demikian dengan taman Leang-Leang. Banyak pohon besar dan rindang, jalan dan pelataran pun tampak bersih minim sampah.

Dalam perjalanan ke gua, Pak Oki sempat bercerita tentang salah satu perjalanan dinasnya, yakni berjam-jam masuk ke hutan di perbatasan Maros-Pangkep. Peninggalan pra-sejarah di Maros dan Pangkep ini memang unik. Ada yang di berada di tanah yang sudah dimiliki penduduk, ada juga yang jauh di dalam hutan-hutan. Hal itu menjadi dinamika tersendiri dalam pengelolaan situs-situs pra-sejarah di sana.

Leang Petta Kere dan Leang Pettae




Dalam bahasa setempat, leang berarti gua. Di taman ini, ada dua gua yang terdapat lukisan prasejarah, yakni Leang Petta Kere dan Leang Pettae. Pak Oki lebih dulu membawa kami ke Leang Pettae Kere. Ternyata, yang dimaksud menanjak adalah keharusan naik tangga besi untuk sampai ke atas. Tangganya terlihat kokoh dan yang penting, tak keterlaluan tingginya. Belakangan, saya memang agak takut dengan ketinggian.

Untuk lebih jelas melihat lukisan, dari ujung tangga kami harus memanjat ke bagian tebing. Tak terlalu susah kok, Ale dan Elo bisa melakukan meski tetap harus dibantu. Tapi memang tetap harus hati-hati. Sembrono bisa bikin terpeleset dan jatuh ke bawah....ngeri ah.

Gua Leang-Leang
Kalau nggak mau manjat, bisa di bawah aja kok


Dari situ, kami bisa melihat gambar babi rusa dan telapak tangan pada dinding gua. Konon, saat diteliti tahun 1950, ditemukan 1 gambar babi rusa, 22 gambar telapak tangan, dan 6 gambar telapak tangan hingga siku. Namun, faktor alam, waktu, manusia, dan lain-lain membuat beberapa gambar memudar.


Taman Leang-Leang Maros Sulsel
Di mana gambar babirusanya?


Terlepas dari pro-kontra teori evolusi, tetap saja saya tidak bisa membayangkan wujud manusia kekinian yang menghuni gua dan menciptakan lukisan itu. Para arkeolog berpendapat, kawasan itu pernah dihuni manusia di sekitar 3.000 hingga 8.000 tahun sebelum masehi. Jarak waktu yang sangat lampau yaaa... Tapi di tempat lain di Maros, ada lho peninggalan lukisan purba yang diperkirakan sudah berusia 45.000 tahun. Kebayang nggak sih rentang waktu ribuan tahun itu? Hehe. 

Bagi yang pernah menonton film Ice Age sekuel pertama, mungkin ingat adegan ketika masa lalu Manny (si mammoth) yang pahit digambarkan lewat lukisan-lukisan di dinding gua. Ketika melihat langsung lukisan di Leang-Leang, saya teringat Manny yang terpisah dengan induknya gara-gara tindakan jahat manusia😭.


Meski sudah beberapa kali membaca tentang Leang-leang, tetap saja melihat secara langsung kembali memantik banyak pertanyaan:
 
  • Pewarna apa yang digunakan pada saat itu?
  • Dalam situasi apa mereka melukis lukisan itu?
  • Untuk tujuan apa lukisan itu?
  • Mengapa babi rusa dan tangan yang dipilih untuk dilukis?
  • Bagaimana alam mengawetkan lukisan itu hingga ribuan tahun?

Mungkin, bukan kapasitas Pak Oki untuk bisa memberikan jawaban yang panjang kali lebar kali tinggi. Bisa sih googling, tapi pasti lebih puas kalau ngobrol langsung.

Setelah naik ke batu untuk melihat lukisan, kami masuk leang di sebelah kanan dinding tebing yang berisi lukisan. Gua yang sempit dan gelap mengingatkan kami pada makam Toraja di Londa. Tapi ukuran gua ini pendek saja. Sedikit masuk ke dalam, kami segera melihat sinar terang yang berasal dari lubang di dinding tebing. 

Memang tak salah jika mulut gua dikunci. Sebab, di beberapa bagian dinding gua, kami melihat pahatan nama-nama yang sudah tentu berasa dari masa sekarang. Tempat yang dilindungi pun tak luput dari tindakan vandal.

Baca : Family Trip ke Toraja

Turun dari Leang Pettae Kere, Pak Oki membawa kami ke Leang Pettae. Berbeda dengan Leang Pettae Kere yang berada di ketinggian, tak perlu naik tangga menanjak untuk masuk Leang Pettae. Di sini, ada lukisan babi rusa tapi ukurannya lebih kecil, juga terletak di ceruk gua yang sangat sempit.

Jalan ke Leang Pettae

Stalagtit unik di Leang Pettae



Di sini, gambar babirusa-nya lebih kecil



Pak Oki menunjukkan cangkang-cangkang kerang yang membatu di lantai gua. Menurut penelitian, cangkang kerang itu juga peninggalan dari masa lalu. Bagaimana cangkang mahluk laut berada di daerah dekat pegunungan? Sementara, di masa pra sejarah, mobilitas penghuni bumi tentu belum seperti sekarang. Ada dugaan jika jauuuuh di masa lampau, gua-gua di perbukitan ini sangat dekat dengan lautan atau bahkan memang termasuk ekosistem lautan.

Benak saya otomatis membayangkan film-film sains-fiktif. Saya mendorong imajinasi untuk traveling ke masa lalu. Tapi yah, dengan pengetahuan arkeologis yang minim, saya tak bisa menyusun gambaran yang wow. Seandainya datang ke sini dengan arkeolog yang bisa memberi penjelasan lebih luas, juga bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dangkal dengan mendalam, pasti kunjungan singkat itu akan terasa lebih mengesankan.

Dengan pola pikir awam, peninggalan pra-sejarah memang kerap sulit dipahami manfaatnya bagi masa sekarang. Tak heran jika lokasi perlu dikunci karena memang ada tangan-tangan jahil yang tak peduli akan kelestariannya. Padahal, pelajaran dari masa lalu adalah warisan berharga untuk menjalani kehidupan masa sekarang.

Taman imajinatif

Dari Leang Pettae, kami beranjak ke taman batu, sementara Pak Oki kembali ke gerbang depan. Batu-batu beraneka bentuk dan ukuran terhampar di depan mata. Hitam batu kontras dengan rerumputan yang hijau terawat. Pemandangan yang sungguh artistik.



Tampak dekat permukaan batu








Bentuk batunya mirip apa?



Aneka bentuk batu memantik ingatan dan imajinasi. Batu yang besar dan “mendongak” ke atas, mengingatkan kami pada film The Lion King. Waaah....ayah Simba siap mengaum di pucuk batu.Saya juga teringat sebuah adegan film, di mana-mana batu-batu bangkit menjadi tentara saat peperangan. Duuuh, film apa ya? Sampai sekarang, saya tetap tidak bisa mengingatnya.

Pada beberapa batu, imajinasi kami kompak serupa. Tetapi, di batu-batu lain, kami sepakat untuk tidak sepakat. Pada satu batu, Mas Ale menyebutnya mirip kepala ayam. Sedangkan Adek Elo bilang mirip senjata api. Padahal, menurut saya mirip wajah manusia. Hhhm, kalau si ayah nimbrung pendapat, sepertinya akan ada satu lagi pendapat yang berbeda.

Haha, seruuu... terbukti, dari satu obyek yang sama, interpretasi bisa tak sama. Jelas tak ada gunanya dipertentangkan dan dipertengkarkan, bukan?

***

Perbincangan dengan Pak Oki ketika di gua menyinggung dilema pengelolaan warisan sejarah di Maros dan Pangkep. Tempat-tempat wisata berisi peninggalan pra-sejarah di tempat ini sesungguhnya hanya “halaman sampul”. Masih sangat banyak “halaman isi” yang bisa dijelajahi dan dipelajari.

Di sisi lain, hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan (atau keinginan?) hidup mengancam warisan berharga ini. Eksplorasi tambang baik skala kecil maupun besar adalah salah satu dilema yang terpampang nyata.

Bagi mata awam, Leang-Leang dan sekitarnya mungkin hanya sekadar batu yang membisu. Namun, dari sana kita bisa menelisik perkembangan zaman, dari tahun-tahun yang sudah sangat lama lewat hingga masa sekarang. Jangan remehkan gambar tangan dan rusa sederhana di dinding gua. Sebab, dari sana, gambar-gambar canggih di masa kini mendapatkan pijakannya. (*)






51 komentar untuk "Leang-Leang : Lukisan Tangan dan Babirusa dari Masa Purba"

  1. Tamannya seru banget mbaak. Bisa ngajak anak belajar juga sekaligus ngasih kegiatan bermanfaat. luas pula ya ini tamannya. Duh, jadi wish list kalau ke Makassar nanti nih! Tiketnya terjangkau banget pula yaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba..ada museum mininya juga. Cuma pas itu ga dibuka jd kami ga bisa masuk. Jalan2 edukatif sih kalo ke sini

      Hapus
  2. Bagus batu2nya ya mba. Aku kira Leang Leang tadi di negara mana, aku baru tau huhu. Iyaya kalau gugling bisa sih tapi dengar langsung tuh rasanya ah gimana gitu,cerita langsung di tkp pasti rasanya beda. Makasih udah dibagiin ceritanya ya mba 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bebatuan tua kayak gini mmg ada di berbagai belahan dunia kan mba...cuma saya baru ke sini aja hehehe

      Hapus
  3. Jadi penasaran trus pengin googling dong, hehe. Taman Batunya indah dan bener2 bisa memantik imajinasi yg beragam. Buat saya sendiri ini seperti batu2 yg jatuh dr langit kemudian menancap di bumi. Untuk wisata goa, saya memang belum pernah mencoba karena jujur saja takut. Hanya saja, saya sering merasa penasaran dengan kehidupan di masa lalu, di mana gua-gua menjadi salah satu tempat hidup, berkeluarga sekaligus persembunyian. Nggak pernah kebayang bagaimana konsep bertahan manusia jaman purba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di Leang2 ini guanya pendek dan terang kok mba..malah kayaknya suasananya ngerian gua2 di Gunkid (saya belum pernah ke sana sih hehehe)

      Hapus
  4. Aduh keren banget apalagi yang ada gambar batuan , eksotis. Dulu hanya ke taman kupu2 saja , gak ke yang lainnya. Sayang ya. Kapan lagi bisa ke makasar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah iyaa...padahal deket dari Bantimurung. Mudah2an bisa main ke sini lagi Bunda...

      Hapus
  5. Itu bentuk batunya mirip kodok, ya ga sih mbak? hahaha. Itu yang ada di benakku pertama kali.

    Peninggalan sekitar 3.000 hingga 8.000 tahun sebelum masehi itu aja menurutku udah lama bangeeeet. Eh yang di Maros malah sudah berusia 45.000 tahun. Ya ampun, itu pas zaman apa ya?

    Baca tulisan ini bikin aku googling artikel-artikel tentang kehidupan manusia di masa 5000 - 100.000 tahun yang lalu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di masa itu, kita dapat nomor urut antrian berapa miliar ya mbak Rien...kali2 brojol ke bumi dikasih antrian hihihi

      Hapus
  6. Wiiiww baru tau ;ho ada lukisan prasejarah dalam gua. Dan benar aja pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan kenapa begini kenapa begitu. Terlepas dari teori evolusi, lha tapi ada wujud nyata lukisannya seperti itu hehehe. Pengen googling deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau dibandingkan sama gambar teknik/arsitek yg rumit, jauuh bgt kan mba...tp konon itulah awal2 kecerdasan manusia.

      Hapus
  7. Saya begitu baca judulnya, penasaran arti leang itu apa? Ternyata Leang itu artinya gua. Baru tahu saya Mba. Seru ya mengunjungi situs taman batu plus masuk ke guanya. Bisa jadi wisata edukasi plus sejarah buat belajar dengan berkunjung ke Taman Arkeologi Leang-Leang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mirip sama liang yg artinya lubang ya kan mbak.

      Hapus
  8. Jadi teringat film kartun the croods yg ceritanya manusia purba hidup di gua. Krn ada lukisan2 dalam gua kita jd punya imaginasi kaya gmn hidup mereka dlu ya. Jadi pengen liat langsung deh mbak

    BalasHapus
  9. Jadi sudah ditemukan 1 gambar babi rusa, 22 gambar telapak tangan, dan 6 gambar telapak tangan hingga siku

    BalasHapus
  10. Btw,
    Bagian depan Leang-Leang di atas mengingatkan aku akan view Lembah Harau di Sumatera Barat.
    Eksotikanya, memanjakan mata!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya belum pernah ke lembah harau. Cuma lihat gambarnya mmg tebing2 batu gitu ya..

      Hapus
  11. Aku baca tentang peninggalan 3.000 hingga 8.000 tahun sebelum masehi aja udah takjub. Eh masih ada juga jejak sejarah yang sangat lampau di Maros, lukisan yang usianya sekitar 45.000 tahun sebelum Masehi.

    Mba Lisdha, stalaktit yang di Leang Pettai ada kayak wajah harimau ya. Pak Oki baik banget nemenin sambil bercerita tentang sejarah Leang Leang. Enak sih kalo bisa menyusuri jejak sejarah dengan dengerin cerita dari pengelola nya, mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah...mba wati punya pov stalagtitnya mirip harimau. Beda mata mmg beda pov ya..hehehe

      Hapus
  12. Kenapa namanya babirusa ya mbak? kayak dua nama hewan yang digabung itu ada sejarahnya kah? Guanya kebanyaakan berada di tebing-tebing yang tinggi ya jadi musti naik tangga dulu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Babirusa karena bodynya spt babi tp punya taring tinggi (padahal ga mirip tanduk rusa sih ya..hehehe)

      Hapus
  13. Aku jadi kangen Makassar Mbak kampung halamanku. Kalau jadi mudik habis lebaran aku pengen lihat Leang-Leang dan Rammang-rammang ini..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah..mb dedew mau mudik ke mari..mudah2an bisa meet up ya..

      Hapus
  14. Wah luar biasa Mak Lisdha ini, hampir semua destinasi wisata di Sul Sel sudah pernah didatangi. Leang-Leang makin bagus ya sekarang, saya lupa kapan terakhir ke sana karena begitu lamanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masih banyaaak yg belum bunda..itu taun lalu karena anak2 ga skolah formal jd santuy ke mana2 hehe

      Hapus
  15. Amazing ya mak lisdhaa, bikin takjub kalau kita melihat batu yang unik goa yg eksotik bikin tambah bersyukur yaa Tuhan menciptakan keindahan itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak yen. Lagipula aku ga tiap hari lihat kan..jd amazingnya masih terjaga hehehe

      Hapus
  16. Saya juga punya pertanyaan yang sama nih soal lukisan di Leang Leang. Siapa yang menggambarnya dan kenapa? Haha. Nggak tahu apakah ada penjelasannya ya Mbak secara ini lukisan dari masa prasejarah. Dan cangkangnya itu misteri banget, ya. Apakah dulunya, jutaan tahun lalu, kawasan ini merupakan bagian dari laut?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Membayangkan perubahan bentang alam dlm jangka waktu ratusan/ribuan tahun mmg bikin takjub ya..

      Hapus
  17. Menarik banget Taman Arkeologi Leang-Leang ini. Aku belum pernah ke tempat sejenis. Paling gua aja sih, tapi gak banyak penjelasan karena waktu itu berada di air sementara kutak bisa renang dan ngapung di pelampung. Well, aku pun penasaran sebenarnya apa yang disampaikan dalam lukisan-lukisan berjuta-juta tahun lalu itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau yg di jogja mmg berair ya..aku blm pernah ke sana hehe.

      Hapus
  18. Kalau menurutku, bentuk batu yang mendongak tadi kayak katak yang siap melompat. Tu kaaan beda lagi mbak, hehehee..

    Mungkin memang dulu di jaman purbakala batu2 itu ada di kedalaman laut kalik ya, jadi bisa ada cangkangnya gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sih mbak..ada mirip2 kodoknya jg hehehr

      Hapus
  19. Semakin banyak yang dikunjungi, semakin tahu dan paham mengenai misteri di bumi ini ya, kak Lis..
    Aku juga suka bertanya-tanya akan banyak hal ketika berada di sebuah tempat dan rasanya ingin ada yang mengupasnya dalam bentuk visual sehingga penemuan ini juga bisa dinikmati lebih banyak wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dan ini hanya setitik dari kekayaan bumi yg dibilang tak selebar daun kelor hehehe

      Hapus
  20. aku belum sempat ke sini niiih mba dan kayaknya bagus serta unik banget yaaa. sukaaa...dan semoga bisa soon mampir sini deh kalau di Indonesia

    BalasHapus
  21. dulu waktu ke Bantimurung ingin ke Leang-leang tapi waktunya ga sempat. Padahal suka lihat foto-foto karst, naik perahu, ah seru banget kayaknya.
    baca cerita Mbak Lisdha jadi kebayang Ice Age. Iyaaa yang Manny dan keluarganya diserang manusia purba trus jadi terpisah.
    Menarik ya berkunjung ke situs prasejarah seperti ini jadi makin banyak pertanyaan muncul mengapa begini, mengapa begitu. Andai ada mesin waktu untuk ngintip ke masa lalu.

    BalasHapus
  22. Pemandangan yang cantik dengan info yang menarik.. saya jadi penasaran denagn proses terbentuknya leang leang di Sulawesi, apa sudah ada teori geologinya kah? bentuk batu mendongak itu memang mirip sekali dnegan batu yang ada di Lion King

    BalasHapus
  23. Hoo Leang itu nama lainnya goa ya. Aku juga ngeri sih mbak naiknya, takut ketinggian. Sama bgt mbak selama baca ini juga aku banyak pertanyaan. Akan lebih menyenangkan yaa menelusuri goa sambil dijelaskan jawaban dari pertanyaan² kita.

    BalasHapus
  24. "Secuil surga yang terjatuh" kali ya mbak ...

    Anyway, kubantu cari datanya, menurut para ahli tangan, gambar telapak tangan tersebut merupakan tangan salah satu suku yang telah mengikuti ritual potong jari sebagai tanda berduka cita atas meninggalnya seseorang. Jadi kalau warna yang merah maroon itu..... adalah hasil dari perpaduan kapur dan darah dari potongan tangan :(

    BalasHapus
  25. Perjalanan yahg benar-benar bikin puas. Selain bisa menikmati alam, juga bisa menelisik.jejak sejarah di megeri iji. Apalagis etelah tahu sejarahnya benar-benar sudah lama. Ribuan tahun, pasyinya akan sangat nerharga bagi semua termasuk bangsa dna peradabannya

    BalasHapus
  26. Bagus banget pemandangannya ya mba, saya benar-benar terpukau deh saya keindahan alam yang bangsa kita punyai ini. Semoga saya bisa ke Makassar suatu saat nanti :)

    BalasHapus
  27. Saya belum pernah jalan-jalan sampai Makassar, baca postingan ini jadi tertarik juga untuk berkunjung ke Leang Pettae. Tempatnya asri dan pemandangan alamnya cantik banget Masya Allah

    BalasHapus
  28. Menarik sekali taman arkeolog leang ini ditambah dengan ulasan yg digambarkan dengan komplit jadi bikin penasaran untuk dikunjungi

    BalasHapus
  29. menarik ya taman Leang-Leang, jadi ingin eksplorasi juga, suka deh wisata dengan kearifan lokal seperti ini jarena tidak ada di tempat lain

    BalasHapus
  30. Cocok banget untuk belajar sejarah ya kak. Menarik untuk dijadikan destinasi wisata sejarah. Taman Leang-Leang merupakan nama yang unik dan wajib diperkenalkan ke wisatawan asing juga nih

    BalasHapus
  31. Makasih ya mba... diwakili banget jalan-jalan ke sini melalui ceritanya.. Aku seneng baca cerita seperti ini, jadi tambah wawasan setelah membaca Taman Arkeolog..

    BalasHapus
  32. Taman Leang-Leang membuka mata dan wawasanku tenyata masih banyak sudut di negeri ini yg belum dijelajahi, ga sabar buat bisa kesana

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)