“Menemukan” Penulis “Tuhan Terpojok”

Sumber gambar : heraldsulsel.com



Tuhan terpojok, demikian judul tulisan itu. Aku tak ingat persis, kapan pertama kali aku membacanya di sebuah platform media sosial. Mungkin tahun kemarin, atau bahkan tahun kemarin lusa. Yang pasti, sudah bisa dibilang cukup lama. Dalam postingan itu, si pengirim mengaku mendapatkan tulisan “Tuhan Terpojok” dari platform media sosial lainnya. Seingatku, si pengirim tidak menyertakan nama penulis aslinya.


 Aku suka tulisan itu. Kisah sederhana yang sangat menyentuh. Tulisan dengan nafas Islami tetapi aku yakin pesannya bersifat universal. Memeluk agama/kepercayaan apapun, orang yang mengaku teis, sangat mungkin akan merasa related dengan tulisan tersebut.


Tulisan yang aku tidak tahu siapa penulis aslinya. Aku juga tidak berusaha mencari tahu siapa penulis aslinya. Aku juga tidak tahu, kalau saat itu, tulisan tersebut cukup viral. Aku memang sering ketinggalan berbagai hal yang viral dan bagiku, itu tak mengapa. Di usia kepala empat, sepertinya wajar (bahkan sudah semestinya) kalau tak lagi merasakan FOMO (Fear of Missing Out). Iya nggak sih?


Hingga beberapa minggu lalu, di beranda Youtube-ku muncul sebuah video berjudul “Lunch #104 : Nilai-nilai Hidup yang Abadi & Sederhana (Plot Twist Semesta) feat Dedy Vanshopi” dari channel Fellexandro Ruby. Thumbnail videonya menarik, yakni “Bahagia itu ada SOP dan KPI-nya.”


Jujur, itulah kali pertama aku tahu dan menge-klik kanal tersebut. Mungkin karena aku suka menonton (lebih tepatnya mendengarkan) podcast di Youtube, jadi algoritmanya memunculkan video tersebut. Padahal, kalau sekadar mau mendengar sih lebih tepat ke Spotify ya… Namun, aku sudah lebih terbiasa mendengarkan dari YT hehehe. Enaknya mendengarkan podcast itu bisa disambi mengerjakan ini-itu. Jadi kayak fungsi radio di masa lalu.


Awal-awal mendengarkan podcast tersebut, host-nya memanggil narasumber (Dedy) dengan sebutan “romo”. Jadi aku pikir, beliau ini pastor Katolik. Mungkin karena aku kadang mendengarkan podcast Katolik, jadi channel itu muncul di berandaku. Eh tapi lama-lama kutahu kalau ternyata Romo Dedy ini seorang muslim. Beliau juga seorang seniman yang cukup terkenal. Haha, berasa main kurang jauh karena tidak tahu keterkenalan beliau ini.


Perbincangan yang menarik (sesuai thumbnail : bahagia itu ada SOP dan KPI-nya). Namun, yang mau aku ceritakan di sini adalah ketika dari perbincangan itu aku jadi tahu kalau beliau adalah penulis artikel  “Tuhan Terpojok”. Seketika, ingatan tentang tulisan yang sudah lama kubaca itu muncul kembali. Oalaah, ternyata bapak ini toh penulis aslinya.



Entah mengapa aku merasa senang sekali mengetahui fakta itu. Ini bukan sejenis perasaan senang/kagum kalau melihat idola, semacam bertemu aktris/aktor favorit misalnya. Namun lebih pada perasaan terberkati oleh sebuah karya anonim, kemudian aku “bertemu” artis pembuatnya.


Beberapa waktu lalu, sebuah postingan mengingatkanku untuk berterima kasih pada penulis buku/tulisan ketika merasa terberkati oleh hasil karyanya. Meski ucapan terima kasih itu tidak aku sampaikan secara langsung, gelombang semesta akan mengirimkannya pada yang bersangkutan. Haha, entah masuk logika atau tidak, tapi aku merasa senang membaca postingan itu. Jadi, meski tidak kenal dan bertemu langsung dengan Romo Dedy, aku seolah jadi tahu alamat pasti untuk berterima kasih.


***


Berterima kasih adalah sikap yang diajarkan sejak kita kecil. Berterima kasih pada orang yang secara nyata memberi, menolong, menyelamatkan, apapun itu bentuknya lazim kita lakukan. Sampai-sampai kita akan mendapat cap jelek ketika “lupa berterima kasih”.


Meski demikian, sepertinya kita (atau aku saja hehehe) tidak diajarkan untuk secara spesifik berterima kasih pada orang-orang yang memberi manfaat secara tidak langsung. Mungkin istilah “tidak langsung” kurang tepat sih, soalnya manfaatnya langsung kita rasakan. Hanya saja, si pemberi itu tidak secara spesifik memberikan kebaikannya pada kita (saja), melainkan pada khalayak luas.


Misalnya saja Google, seberapa sering kita berterima kasih (secara spesifik) pada Larry Page dan Sergey Brin, pendiri mesin maya yang digdaya itu. Atau, berterima kasih Melanie Perkins, pencetus Canva ~aplikasi desain berjuta umat. Sebagai ibu rumah tangga, sepertinya aku juga jarang (atau malah belum pernah) berterima kasih pada penemu kulkas, mesin cuci, magic com, dan lain-lainnya.


Kupikir-pikir, kita (atau aku saja) sering menerima semua itu secara “taken for granted” alias kita terima/nikmati begitu saja. Apalagi, kita “menikmatinya” dengan membeli/membayar yaaa…Bukan dikasih gratis, jadi ngapain berterima kasih secara khusus? Toh kita tidak kenal mereka (that’s why, aku sempat menggunakan kata “tidak langsung”).


Padahal, kalau kita baca cerita-cerita para penemu, proses sebuah inovasi seringkali panjang dan berliku. Mampu membayar pun, kalau barangnya tidak pernah ditemukan, kita tak akan pernah menikmatinya.


Haha, kok jadi kemana-mana yaaa…Tapi memang, “bertemu” Romo Dedy kembali menyadarkan aku tentang hal itu.


Finally, di sini aku akan menyalin tulisan Romo Dedy, sebagai ucapan terima kasihku pada beliau. Tulisan yang sudah tersebar di mana-mana, tentu saja. Entah seberapa banyak orang yang akan pertama kali berjumpa dengan tulisan beliau di postingan ini, semoga terberkati.    


—--------------------------------------


WAKTU  kuliah di Bandung, aku pernah terdesak oleh masalah perut lapar karena kiriman belum datang. Kiriman dari orang tua seharusnya cukup, tapi karena manajemen yang buruk, akhirnya ludes sebelum waktunya.

 

Subuh itu aku sholat sangat khusuk, padahal biasanya kesiangan atau malah bolong. Saat itu aku berdoa dengan cara menagih. Aku fikir kalau Tuhan itu Maha Besar, mosok nggak sanggup membayar tagihan yang remeh ini. Gengsi dong, dan yang aku sebut menagih adalah mengungkit-ungkit peristiwa belasan tahun silam. "Tuhan, Engkau pasti ingat waktu ibuku masih mengajar di SD, ibuku mendapati seorang muridnya yang sering pingsan karena perutnya kosong. Sejak itu ibuku menyuruh anak itu tiap pagi sarapan di rumahku sebelum ke sekolah. Kalau itu kebaikan, sekarang lah saat yang paling tepat buat Engkau untuk membalasnya. Kalau Kau ingin aku lebih beriman, sekarang lah kesempatan yang terbaik."

 

Aku merasa Tuhan sudah terpojok dengan doaku itu, maka siangnya aku pun melangkah tenang ke warteg terdekat untuk menyambut balasan Tuhan. Aku pesan nasi satu porsi lebih disiram kuah gratisan dan lauknya kripik tempe.

 

Semua berjalan sangat biasa. Tak ada tanda-tanda bakal terjadi sesuatu yang dramatis seperti dalam sinetron TV. Keringat dingin mulai menetes.... Kulihat wajah-wajah di dekatku, semuanya sedang lahap. Tak ada wajah malaikat yang diutus Tuhan membayar tagihanku. Yang kutangkap adalah wajah seorang tentara yang matanya langsung galak begitu dan tak sengaja mataku menabrak matanya. Sepertinya pangkatnya rendahan makanya suka pamer kekuatan. Dia sampai mendekatkan duduknya ke arahku. Dia menanyaiku dengan suara yang dipaksakan berat dan menakutkan.

 

"Heh...! Orang mana kamu?!" gertaknya.


Untuk menyebut kota asalku -Pemalang, pasti banyak yang tidak tahu. Pemalang itu kota kecil yang sangat biasa dan tak punya apa-apa untuk dikenal. Maka kujawab saja, "Jawa Tengah."

 

"Jawa Tengah? Kota mana?"  kejarnya lagi.

 

"Kabupaten Pemalang,"  jawabku gemetar. _"Kecamatan?"_ busyet dia masih ngejar lagi. 


"Kecamatan Petarukan." jawabku tambah bingung.

 

"Desanya mana?" tanyanya lagi lebih meneror. 


"Desa Serang."  jawabku pasrah. Mendengar nama desaku, dia menatap mataku menyelidik. Lalu matanya berpindah melihat ke piringku.

 

Sehembusan nafas ia bangkit meninggalkanku.  Huff...  aku lega tak terjadi apa-apa.  Aku tak berani melirik-lirik dia lagi. Dalam hati aku ngedumel, "Tuhan, kalau tak mau ngutus malaikat, jangan ngutus setan-lah. Biasa aja, dong...."


Braaakk...!!!  


Asem, tentara itu lagi duduk di sebelahku. Tapi okelah, wajahnya mulai melunak.

"Hus. Kowe Serang-e ngendi? Anakke sapa?" tanya dia dengan suara yang kontras dengan sebelumnya. Lembut dan nyeduluri, bahkan kini dia ngomong Jawa ngapak semedok-medoknya.


Kawan, kalau kau sebatang kara di rantau, maka ketemu orang yang sebahasa denganmu itu rasanya kayak lebaran. Aku seperti pulang dan mendengar tetanggaku sedang berisik sambil cari kutu. Aku seperti terdampar ke suasana pagi di-soundtrack-i penyiar radio dangdut yang medok. Aku bahkan seperti mencium bau pesing tanah bekas anak-anak kampungku kencing.

 

Dan suara "Brakk" tadi adalah suara mangkuk berisi opor ayam yang diletakkan agak tergesa di atas meja. Mangkuk itu kini bergeser ke arahku begitu aku menyebut nama orang tuaku.

 

"Nih..., dimakan. Ora usah mbayar."


Ha ha ha ha haaaa. Aku seperti mendengar malaikat ketawa-tawa. "Baru dikasih laper dikit aja udah berani nagih Tuhan, berani memojokkan Tuhan. Rasaiiin lo...!"

 

Tentara itu lalu memperkenalkan siapa dirinya. "Aku murid ibumu." Matanya berkaca-kaca menerawang jauh menghindari tatapan langsung. 


"Ibumu galak. Tapi kalau nggak galak, mungkin banyak yang gak lulus, termasuk aku. Yang khas dari ibumu, sebelum mulai pelajaran selalu bertanya ke murid-muridnya, siapa yang belum makan?"

 

"Aku salah satu murid yang selalu kelaparan kalau ke sekolah, untung ada ibumu."  

Dia tak kuat juga akhirnya menyeka matanya.

 

"Warteg ini punyaku. Usaha sampingan kecil-kecilan. Kalau kamu laper makanlah di sini. Tidak usah sungkan. Anggaplah aku kepanjangan tangan ibumu."

Angin Bandung yang dingin seketika menghangat. Kurasakan kasih sayang ibuku menembus melampaui ratusan kilometer, Pemalang-Bandung.  Menyuapi anaknya yang sedang lapar.

 

Sejak itu kami langsung dekat. Seperti saudara  lama yang baru saling menemukan. 

Dia, seterusnya menjadi pelindungku selama di Bandung.

 

Dan Tuhan...? Ternyata gampang sekali terpojok oleh kebaikan yang dilakukan makhluknya. 


Tak tega untuk tidak  menolong siapa pun yang dalam dirinya bersemayam kebaikan. Satu kebaikan dibalas seribu kebaikan. Seperti hari itu dan seterusnya, aku memanen kebaikan yang pernah ibu tanam belasan tahun silam, meski hanya sekedar memberi makan. 

 

 Aku teringat akan firman Allah dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 261 : 

"Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT,   (ia) bagaikan (menebar) sebutir benih (sebutir benih itu) menumbuhkan tujuh tangkai, dan dalam tiap-tiap tangkai tumbuh 100 butir."  (*)


36 komentar untuk " “Menemukan” Penulis “Tuhan Terpojok”"

  1. Mbaaaaa 😂🔛 aku baca artikel.Tuhan yg Terpojok sambil.mimbik mimbik mbaaaa

    Memang kebaikan itu PASTI akan berbalas dgn kebaikan, hanya saja kita tdk tahu kapan dan bagaimana caranya.

    Tapi yg harus kita yakini bahwa berbuat baik.kudu dilakoni dgn ikhlas yaaa😍

    duh. Makasiii udah crita ttg ini ya mbaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 Mba Nurul.. cerita Romi Dedy ini memang keren yaa...

      Hapus
  2. Judul ini buat mikir sebenarnya, menuai pro dan kontra enggak sih tapi menarik dan berhasil bikin penasaran. Makin penasaran dengan sosok penulisnya, sering dipanggil Romo tapi ternyata Islam mungkin karena dihormati, ya. Keren-keren, jadi penasaran sama karyanya, terima kasih informasinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. FYI panggilan romo katanya karena anaknya mau panggil ayah/bapak sudah biasa, daddy kok kebarat2an [plus namanya Dedy], akhirnya jadi Romo hehehe..antimainstream yaa...

      Hapus
  3. Memang agak gimana gitu ya kalau kita ditanyai orang tapi yang nanya tuh kayak nguber utang, hahahahaa... Tak disangka ya, ternyata anak didiknya ibunya, masya Allah... Hebat dia masih mengenang dan mengingat jasa gurunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bapak tentaranya galak, tapi ternyata baik hati ya mba..hehehe

      Hapus
  4. Kalau berbuat baik atau mendoakan kebaikan bagi org2 lain yg berjasa dlm kehidupan kita, kudu percaya suatu saat , pd masa2 sulit akan ada org yg berbuat baik pd kita yah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya mengimani ini. Secara manusia, kalau orang yg kita baikin tidak balas baik itu memang jengkel. Padahal balasan baik bisa datang dari mana saja.

      Hapus
  5. Untung "Tuhan Terpojok" bagaimana kalau tidak atau terpojok-Nya ditunda besok atau lusa? Bisa malu si anak yang makan, tetapi tidak punya uang, hahaha. Yaah, begitulah hidup di... kadang kita mendapatkan pencerahan dari orang yang tidak kita sangka-sangka dan kebaikan itu bersifat universal tanpa perlu melihat asal usulnya bahkan agamanya. Kebaikan yah kebaikan saja. Orang baik yah baik saja dari mana pun asalnya. Terima kasih, tulisan ini secara langsung memperingatkan kita, bahwa siapa pun dia selama menanam kebaikan kelak akan dituai, kalau bukan yang menanam yang langsung mendapatkan hasilnya bisa jadi anak keturunannya yang akan menuainya kelak, seperti cerita Romo Dedy. By the way, bolehlah berterima kasih kepada semua penemu barang-barang yang kita pakai dengan cara membelinya. Main ke google saja kan kita bayar kuotanya. Hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Begitulah hidup di..." horeee saya bisa membaca "di" ini dengan logat makassar Bunda hehehe. Apa yang kita tabur, itu yg kita tuai...hukum alam ya Bun.

      Hapus
  6. Aku udah pernah baca cerita ini yang kerap di share di linimasa dulu. Ya! Aku tak tahu penulis aslinya juga. Tapi ceritanya dalem dan menghangatkan hati. Aku juga pernah dengar ceramah seorang ustadz, pernah cerita juga saat beliau sedang terpojok pun pernah "menagih" dengan menjabarkan kebaikan2nya yg pernah dilakukan dulu. Tapi kalau aku sendiri jujur belum seberani itu. Huhuu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada lagi kan mbak film Doa yang Mengancam. Levelnya uda more than menagih hehehe

      Hapus
  7. Baru tahu ada tulisan tuhan terpojok. Molly belum baca soalnya. Sayang banget ya gak ada nama penulisnya. Padahal tulisannya bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Finally I know the author..dan jd seneng banget hahaha

      Hapus
  8. Baru tahu bahwa ada karya 'Tuhan Terpojok', nampaknya bacaan yang ringan, tapi sarat akan makna. Tentang kehidupan kita, dan saling tolong menolong. Tak peduli apapun agama/keyakinannya. Bagus nih, related dengan kehidupan kita sehari-hari.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini yang kita bilang "ringan tapi berbobot" ya mbak Ery

      Hapus
  9. Masya Allah... sungguh tulisan yang membuka dan menghangatkan hati ya mba. Rezeki dan berkah-nya sebenarnya tidak pernah putus, dan ada saja jalannya. Asal kita selalu ingat dan tau bersyukur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Asl kita selalu ingat dan tau bersyukur". Funfact-nya, bersyukur dalam hati tak semudah bersyukur di bibir aaja (eh ini sad fact sih ya hehehe)

      Hapus
  10. Masya Allah, Mba.
    Indah sekali tulisamu ini!

    Berbagai emosi lahir setelah menikmati paragraf demi paragraf.

    Awalnya aku masih menebak-nebak, " Apa ya gerangan di paragraf setelah ini"

    Aku masih ingat momen pertamaku tersenyum geli ketika sampai di bagian ini:

    "... ehembusan nafas ia bangkit meninggalkanku. Huff... aku lega tak terjadi apa-apa. Aku tak berani melirik-lirik dia lagi. Dalam hati aku ngedumel, "Tuhan, kalau tak mau ngutus malaikat, jangan ngutus setan-lah. Biasa aja, dong...."

    "Biasa aja dong!"

    Ini tuh kalimat favorit aku terutama di rumah. Hahaha.

    Terus bagian ini:

    "... kawan, kalau kau sebatang kara di rantau, maka ketemu orang yang sebahasa denganmu itu rasanya kayak lebaran. Aku seperti pulang dan mendengar tetanggaku sedang berisik sambil cari kutu. Aku seperti terdampar ke suasana pagi di-soundtrack-i penyiar radio dangdut yang medok. Aku bahkan seperti mencium bau pesing tanah bekas anak-anak kampungku kencing!"

    ... langsung aku mambayangkan bau pesing kencing. Hihihi.

    Langsung ngakak, di bagian ini:

    "... Ha ha ha ha haaaa. Aku seperti mendengar malaikat ketawa-tawa. "Baru dikasih laper dikit aja udah berani nagih Tuhan, berani memojokkan Tuhan. Rasaiiin lo...!"

    Hahaha.

    Tapi, langsung mendadak air mataku lolos tak kuasa aku menahannya ketika sampai di bagian ini:

    "... kurasakan kasih sayang ibuku menembus melampaui ratusan kilometer, Pemalang-Bandung. Menyuapi anaknya yang sedang lapar!"

    ... dan closing Al-Baqarah 216:

    "... perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, (ia) bagaikan (menebar) sebutir benih (sebutir benih itu) menumbuhkan tujuh tangkai, dan dalam tiap-tiap tangkai tumbuh 100 butir."

    ... membuatnya sempurna!

    Peluk, Mba...
    I am telling you, this is so beautiful!




    BalasHapus
    Balasan
    1. Kaaaak...bagian yang Kak Ros kutip itu bukan tulisanku ya..aku cuma berbagi sebagai kata lain dari kopi paste (tapi aku yakin Romo Dedy tak akan keberatan)😇

      Hapus
  11. Masya Allah, kok jaid terharu gini..ternyata murib ibu ya mbak. Kebaikan berbalas juga dengan kebaikan..Memang ya kalo di perantauan ketemua sesama perantau dari asala kota/provinsi rasanya kayak ketemu saudara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hiyaaa bener banget mbaa...malanya sbg perantau aku merasa sangat related hehehe

      Hapus
  12. Hukum alam kebaikan dibalas kebaikan, ketika kita menemukan ketidak jujuran yakinlah Tuhan akan membalasnya...
    Ya kan maak

    BalasHapus
  13. Iyaa aku pernah baca tulisan ini ternyata penulisnya Romo Dedy ya beneran makin yakin pada kebesaran Allah, Ia takkan meninggalkan kita dalam kondisi apapun, sesulit apapun, tak ada yang sulit bagi Nya hanya Kun fayakun maka terjadilah

    BalasHapus
  14. Wah, aku kudet nih
    Baru dengar soal tulisan Tuhan Terpojok ini
    Penasaran dengan ceritanya
    Jadi pengen baca langsung

    BalasHapus
  15. Aku juga nonton channel Ruby yang ada Romo Dedy ini. dan beneran emang saat mendengar pemaparan beliau itu aku bisa menyimak tanpa merasa bosan sama sekali. Luarbiasa memang ya kalau kita sudah menjadikan Allah sebagai satu satunya tempat bergantung.

    BalasHapus
  16. Kyknya kok pernah baca jugaaaa.
    yang namanya manusia pasti pernah mengalami pasang surut dalam kehidupan. Semua org punya masalah, bedanya di cara menyikapi aja ya mbak.
    Baru kapan hari juga diskusi ma temen soal hal ini. Kata temen manusia pasti ada aja ujiannya soalnya emang tujuan dia hidup buat diuji. Kalau gak ada ujian berarti dia lulus alias mati.
    Kalau ada ujian pasti ada jawabannya. Kadang kita udah ovt duluan, padahal ya ada Tuhan yang pasti bantuin asal mau usaha dan doa dulu. Bahkan kalau bisanya cuma doa yawda lakukan aja pasti nanti dikasi kunci jawabannya hehe.

    BalasHapus
  17. Suka banget sama channel nya Fellexandro Ruby karena isiannya daging semua. Dan aku belum lihat tema yg satu ini nih, wajib aku tonton. Apapun ketetapan-Nya kalau terjadi maka bisa terjadi yaaa

    BalasHapus
  18. Seketika aku jadi teringat akan nenekku yang sering sekali memberi makan orang yang gak dikenal. Dan mashaAllah, rumah nenek juga sering jadi jujugan para saudara yang akan sekolah, kerja atau kuliah di Surabaya. Padahal anak mbah tuh ada 7 ketambahan saudara jauh dan siapa aja yang gak punya rumah, numpang di rumah mbah.

    Intinya adalah selain memberi kebaikan, memberi makan orang lain dengan ikhlas, ini amaliyah yang memanjang. Bagusnya, gak mudah curiga ke orang ya.. Jadi melakukan segala sesuatu dengan tulus.

    Sungguh kisah yang sangat membuka hati, kak Lis.
    Haturnuhun.

    BalasHapus
  19. Aku kalau ditanyain sebegitunya ngerasa risih sih, tapi untungnya apa yang dipikirin nggak sama kayak kejadian aslinya. Dari sini aku jadi belajar kalau nggak ada ruginya jadi orang baik bantu sesama yang membutuhkan, karena bisa jadi itu adalah moment paling berharga di hidupnya. Dan kita yang udah bantu pasti bakalan terima balasan yang setimpal.

    BalasHapus
  20. Banyak pelajaran yang bisa.kita ambil ya kak...judulnya bikin menarik untuk.dibaca...memang benar nih kebaikan pasti menemukan waktu dan orang yg tepat

    BalasHapus
  21. Indah banget tulisannya mba. Begitu banyak pembelajaran dari sini dan membuka hati. Utamanya menggerakkan rasa ikhlas untuk terus memberi sungguh kelak akan berbuah manis. Masih dalam petualangan untuk mencari rasa ikhlas sedemikian..

    BalasHapus
  22. Saya malah baru tahu mbak ada tulisan Tuhan yang Terpojok ini. Benar-benar tulisan yang penuh hikmah yaa. Oya aku juga kadang-kadang nonton podcast di channel fellexandro ruby itu. Inspiratif banget narsumnya

    BalasHapus
  23. Awalnya aku begitu serius baca tulisan ini terus ngakak di kalimat "Aku seperti pulang dan mendengar tetanggaku sedang berisik sambil cari kutu. " Jadi ingat aku yang hobi banget cari kutu kalau pulang kampung. Wkwkwkw

    BalasHapus
  24. Iya ya, Mba terkadang kita suka lupa utk mengucapkan terima kasih kepada org2 yang tak terlihat sudah membantu kita dalam hal2 tertentu. Jadi mau cari melanie pencipta canva deh.. Xixixi

    BalasHapus
  25. Pernah merasakan tuh di kos2an kiriman dr ortu habis.. Alhamdulillah ada aja pertolongan Allah bahkan sampe sekarang pertolongan Allah selalu datang tepat waktu.. Datangnya dari arah yang gak pernah kita sangka..

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)