Telinga yang Ogah Diajak Kaya

 

anting imitasi
anting ceban๐Ÿ˜€


Sejak kapan manusia mengenakan anting sebagai perhiasan? Pastinya sudah sangat lamaaaa. Banyak artefak kuno yang menunjukkan pemakaian anting sejak ribuan tahun lalu. Anting dikenakan di banyak budaya di dunia, tidak hanya sebagai perhiasan tetapi juga karena alasan lain. Meski anting lebih umum dipakai perempuan, banyak juga kaum pria yang mengenakannya.

Saya mencoba mengumpulkan pengetahuan saya tentang sebutan hiasan telinga. Sebelumnya, saya hanya tahu istilah anting (bahasa nasional) dan suweng (bahasa Jawa?). Selanjutnya saya tahu istilah kerabu (saya tahu istilah ini saat tinggal di Sumatera). Ternyata, model-model anting ada namanya lho...

Dari laman Frank & co, saya mengenal jenis-jenis anting sebagai berikut :

  • Studs, model anting yang sangat umum, yakni berbentuk mirip jarum dengan aneka desain hiasan di salah satu ujungnya. Di toko online, jenis ini banyak dijual dengan label “anting tusuk”.
  • Hoops, yakni anting berbentuk lingkaran.
  • Drop, sesuai namanya model anting ini memiliki bentuk seperti tetesan air jatuh atau menjuntai ke bawah.
  • Dangle (chandelier earrings), hampir sama dengan drop tetapi lebih panjang dan desainnya lebih kompleks. Ada anting jenis dangle yang menjuntai hingga hampir menyentuh pundak.

***

Di Indonesia, lazim untuk menindik telinga saat anak (perempuan masih bayi). Tampaknya, saya pun termasuk golongan anak yang ditindik ketika bayi. Sejauh bisa mengingat, saat kecil telinga saya sudah dihiasi anting emas. Ini sejalan dengan prinsip kebanyakan orang : berhias sambil menabung (kelak saya akan tahu kalau menabung emas mending jangan dalam bentuk perhiasan ~ kecuali kalau memang suka berdandan mengenakan emas).

Di masa kecil, saya cukup tertib mengenakan anting emas. Setiap dibelikan anting oleh orangtua, benda itu akan tetap nyantel di telinga tanpa saya lepas. Bertumbuh besar, entah mengapa saya sering tak kerasan mengenakan anting. Kadang tertib pakai anting komplit di daun telinga kanan dan kiri. Kadang pakai di satu telinga saja. Kali lain pengin telinga polos tanpa hiasan apa-apa. (Haha..memang gaje..)

Ternyata kebiasaan ini berdampak buruk bagi telinga saya. Pertama, telinga saya jadi tidak bersahabat dengan perhiasan. Dulu, telinga saya tidak bermasalah dengan pemakaian anting. Tapi sejak suka pasang - lepas, telinga malah jadi suka gatal dan berair saat pakai perhiasan. Bisa dibilang, pakai anting bikin telinga saya benyek huhuhu.

Baca dari www.alodokter.com, gatal pada lubang tindik paling sering disebabkan oleh reaksi alergi atau iritasi akibat suatu bahan, misalnya terhadap anting dari bahan logam tertentu. Pada orang yang hipersensitif, anting selain yang berbahan emas murni atau perak murni mudah memicu timbulnya reaksi alergi.

Kedua, saya kehilangan satu bagian dari dua pasang anting emas saya. Itu terjadi tak lama setelah menikah. Waktu itu saya punya dua pasang anting emas. Satu pasang dibelikan ibu semasa saya masih single. Satu pasang lagi anting seserahan pernikahan. Nah, gara-gara suka pasang lepas, tanpa sadar masing-masing pasangan anting hilang sebelah. Kadang, dua anting beda model saya pakai bersamaan (hehehe). Tapi telinga saya lebih sering polosan.

Beberapa tahun kemudian, dua anting yang hanya sebelah-sebelah itu saya jual-tukar dengan sepasang anting model studs. Tapi ya gitu, karena sering merah-gatal-panas-bahkan juga berair, anting tersebut jarang saya pakai. Kadung nyaman kalau telinga tanpa perhiasan.  

Terlebih ketika punya anak batita, pakai anting malah bisa berbahaya. Soalnya menarik perhatian bocah yang masih main tarik aja. Hihi, ada yang mengalami? 

***

Lama-lama, lubang tindik di telinga kiri saya mampat. Entah benar-benar kembali tersambung atau ada kotoran penyumbat yang mengeras (dih..joroks). Pokoknya, ketika ada hari tiba-tiba kesambet pengin-pakai-anting, saya tak bisa mengenakannya. Lha gimana, mampat total.

Tanya-tanya tetangga dan teman, ke mana dan bagaimana untuk tindik telinga dewasa. Mana terpikir studio tatto (yang biasanya juga melayani tindik/piercing). Waktu itu saya tinggal di Pematangsiantar  yang entah ada studio tatto atau tidak. Kalaupun ada, saya pasti sungkan masuk ke sana. Meski tidak menaruh stereotipe negatif pada orang bertatto, tetap saja lain cerita kalau mesti datang ke studio tatto. Akhirnya, saya dapat saran untuk tindik di toko emas. Waah, baru tahu kalau toko emas juga melayani tindik telinga.

 

sampai bikin status dong..23 Des 2015 ^-^

Sekali tembak...beres...daun telinga kiri saya kembali berlubang.

Masalahnya, saya tetap tak bisa mengenakan  anting emas. Alhasil, lubang tindik lebih sering nganggur daripada dipasangi perhiasan.  Sampai beberapa minggu lalu, saya mencari wajan di sebuah toko perlengkapan. Wajan sudah di tangan, tapi di luar hujan sangat deras. Saya membunuh waktu menunggu dengan melihat-lihat. Tetiba di bagian perhiasan (imitasi), tiba-tiba muncul keinginan membeli. Haha, benar-benar impulsif buying ~ entah kesambet apa tetiba pengin beli anting.

Satu pak berisi 12 pasang anting tusuk dengan hiasan permata imitasi beragam warna dan ukuran. Kalau tak salah, harganya hanya ceban (10 ribu perak). Di rumah, saya mencoba memakainya. Seorang bocah jadi merasa kalau bundanya tampak sedikit berbeda. Dia terpesona dengan serenteng anting imitasi dan memaksa bundanya untuk gonta-ganti. Setiap kali ganti, dia yang memasangnya...duh berasa mesra๐Ÿ’“๐Ÿ’“



Kabar baiknya, dengan anting ceban dapat 12 pasang ini, ternyata telinga saya tak gatal dan tak benyek. Aiiiih, ternyata telinga saya tak bersahabat dengan emas...entah rendah hati atau ogah diajak (tampil) kaya๐Ÿ˜(*)

 


 

12 komentar untuk "Telinga yang Ogah Diajak Kaya"

  1. Wah, ternyata tiap bentuk anting ada namanya ya. Kalo aku dari dulu pake anting yang bentuk lingkaran, hoops. Pernah pake yang bentuk jarum tapi takut copot ahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga baru tau nama2 model anting ini mbak..hehehe

      Hapus
  2. Kebiasaan menindik anak bayi ini gak aku lakukan saat punya anak perempuan, Lis..
    Jadi kedua anak perempuanku masih mampet sampai usia 10 dan 8 tahun kini.

    Mereka bilang, kok aku gak kaya mama?

    **meski aku ada bolong dan masih bisa pakai anting, tapi aku sejak punya anak gak pernah pakai anting lagi. Kan pernah ditarik, huhuuhu...

    Jadilah aku ceritakan sejarah mereka kenapa gak ditindik sampai besar.

    Selalu ada cerita yang bisa dijadikan sejarah. Emm, soalnya anakku dulu ditindiknya masih pake cara konven, pake jarum sama kunir.

    Ampuuun, kak Lis...
    Aku nangis pas bayinya kesakitan. Gak kuat akunya...jadi ku hentikan.

    Nah, komenku jadi panjang yaa..
    Hihi..maaf ya, kak Lis.

    BalasHapus
  3. Ngomongin soal anting, sejak pakai jilbab aku copot tru slupa ga dipakai lagi sampai sekarang nih. Anak-anak cowo semua jadi beneran ga ada perhiasan lagi deh :)
    Bener banget aku juga termasuk yang sudah ditindik telinganya sejak bayi nih. Sekarnag udah rapet lagi kayanya & ga berani pakai anting takutnya lubangnay sudah gak bisa ditusuk

    BalasHapus
  4. Kalau benyek sama kek aku mak lis, sejak kecil gitu kalau emasnya gak bagus banget suka benyek. Jeleknya aku perhiasan yg nyantol di badan sering ilang๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ.

    Ga cocok pake perhiasan keknya sampai skrg, lubang anting dah lama nutup, ichi bayi juga sama antinya nyangkut baju malah bahaya akirnya dilepas sampai skrg ga pernah pake lagi.

    BalasHapus
  5. Kwkwkw, thanks to you , Mbak Lisdha jadi tahu akutuuu, aneka anting bisa beda namanya :)
    Dan aku kaget dengan ending-nya. Ternyata dengan anting ceban dapat 12 pasang, telinga jadi enggak gatal dan enggak benyek. Soalnya kalau kakakku kebalikan, jadi waktu (((muda))) dulu belum berhijab, pengin ngantor pakai anting imitasi, alhasil selalu benyek. Jadi mesti emas dia, ga bisa yang enggak emas kwkkw

    BalasHapus
  6. Eh, wkwkwk kebiasaan telinga suka ngilangin anting memang ga bisa dipakein barang bagus. Gak tahu kenapa mudah lepas, kalau gak nyangkut anting pasti kelempar ke lantai dah mau apapun model antingnya pastii ada aja masalahnya. :)

    BalasHapus
  7. Mampir ke blog Mbak Lisdha jadi tahu sejarah dan jenis-jenis anting. Saya pun suka buka copot kalau pakai anting, gara-gara dulu sukanya beli yang tindik, jadi gak enak saat tidur. Akhirnya ketemu model bulat yang seperti untuk anak-anak, jadi pakai itu, lebih nyaman. Tapi saat nikahan anak saya dicopot karena pakai anting yang lebih besar. Sampai sekarang anting baby belum dikenakan lagi. Kemarin agak kaget sepertinya bolong telinga saya mulai mampet..duh jangan sampai ditindik lagi deh..

    BalasHapus
  8. banyak sekali banyak jenis anting ya, sebelum berhijab aku cukup sering pakai anting dengan model yang menurutku cocok sama bentuk wajahku. eh sejak berhijab jadi gak pakai anting deh trus bolongannya mampet

    BalasHapus
  9. Mbak Lisdha, hihi ... Enak yah bisa gonta-ganti anting. Hari ini model a, besok model b. Ah biarin imitasi yang penting ga iritasi.

    Kalau studs itu aku sebutnya giwang. Aku Ga cocok pake yang ini. Gatal gitu mbak

    BalasHapus
  10. Aku udah lama ga antingan juga mak. Secara pakai jilbab jadi ya wes males gt

    Sukanya model yang anting drop. Keliatan cantik aja nambah muka jenjang

    BalasHapus
  11. Waktu kecil aku sering dibelikan ibu yang model hoop, tapi setelah dewasa aku pakai yang anting tusuk. Nah, kedua anak gadisku malah gak pakai anting, gak aku tindik yang bungsu

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)