Berkah dari Kebun Rumah dan Impian Lama yang Masih Terkubur

 



Kebun di sekitar rumah bukan hal asing bagi saya yang lahir dan tumbuh di desa. Dari kebun dekat rumah, orang desa biasa meramban sayuran, mengambil beberapa jenis bumbu masakan, juga memanen buah-buahan. Pergi meninggalkan kampung, saya tinggal di kompleks perumahan dengan halaman minimalis. Kebun luas di dekat rumah adalah kenangan indah di masa lalu sekaligus impian di masa depan.

Akankah impian itu terwujud?

Aduh, pertanyaan yang masih belum bisa saya jawab. Sementara ini, hidup saya masih pada fase pindah dari kota ke kota. Menghuni rumah kontrakan maupun rumah sendiri dengan halaman minimalis. Kabar baiknya, saat ini berkembang tren urban farming, yakni kegiatan bertani di daerah perkotaan (lahan terbatas). Meski tempat tinggal saya saat ini tidak kota-kota amat, saya bisa menerapkan urban farming di halaman.

Artikel Terkait :

Mari Meramban
Microgreen, Bertanam Sayuran Tanpa Lahan
Membuat Lubang Biopori Sederhana
Membuat MOL dari Limbah Dapur

Rumah tempat kami tinggal sekarang berada di posisi hook. Ada sisa tanah terbuka dengan pohon alpukat, pisang, dan mangga dalam pot. Juga ada tanaman buah mangga, kunyit putih, dan kencur. Oh ya, juga ada pohon beringin kecil di antaranya. Beringin yang sering saya pangkas karena kalau dibiarin gede....kan jadi horor wkwkwk.

Lumayan banyak tanamannya, cukup luas dong halamannya? Hehe, nggak juga sih. Dengan tanaman-tanaman tadi, halaman sudah tidak cukup lagi untuk ditambah tanaman keras. Tanaman yang ada pun sebenarnya sudah uyel-uyelan. Cuma saya nggak berani menghilangkannya karena itu semua kepunyaan yang empunya rumah.

Paling memungkinkan adalah menambah tanaman sayur di beberapa spot. Saya menggunakan pot untuk menanam sawi, kangkung, dan bayam. Juga masih ada tempat untuk menanam cabai, daun kemangi, dan kembang telang. Bersyukur, dari halaman terbatas pun, saya masih bisa memanen beberapa jenis sayuran untuk dikonsumsi.

Masalahnya.....

Saya belum telaten menjadi petani rumahan. Musim hujan yang sudah datang membuat rumput-rumput ngebut bertumbuh. Belum lama dicabut, eh sudah subur lagi. Ditambah lagi beberapa kesibukan lain membuat semangat berkebun saya agak surut. Saya tak lagi rajin menyapa dan merawat anak-anak hijau di halaman.

Namun, sepertinya semesta tak ingin saya lama-lama terjebak malas. Saya dihubungi @demfarm.id untuk turut dalam zoom meeting bertajuk “Cerita Petani Millenial, Mendapat Berkah dari Kebun” yang diselenggarakan pada Minggu (28/11). Acara tersebut sekaligus untuk memeringati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI). Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008, HMPI diperingati setiap tanggal 28 November.

Oh ya, Demfarm.id adalah portal berita online yang menyajikan konten menarik seputar pertanian. Demfarm juga aktif mengadakan program-program yang mendukung industri pertanian, salah satunya melalui program urban farming.

***

Sebelum pandemi, peringatan HMPI dilakukan di tempat terbuka. Berhubung masih dalam situasi pandemi, peringatan HMPI bersama Demfarm dilakukan secara virtual dengan peserta kurang lebih 100 orang dari berbagai daerah di nusantara. Sebelum acara, Demfarm mengirimkan gardening kit berisi pot, media tanam, benih tanaman, alat berkebun mini, dan sprayer untuk digunakan “tanam pohon bersama”. Namun, saat acara, paket gardening kit belum tiba di rumah saya. Alhasil, saya pakai peralatan yang ada di rumah dulu.



Dipandu oleh host, Mbak Khairunnisa, para peserta menanam benih bersama-sama di dalam pot. Namanya juga simbolis, jangan dinyinyirin yaaa... Harapannya kan dari kegiatan simbolik bisa diimplementasikan dalam kegiatan nyata.

Acara ini bertujuan untuk meningkatkan minat generasi muda di bidang pertanian. Paling tidak, tumbuh minat untuk bertanam di sekitar rumah. Selanjutnya, diharapkan lahir petani-petani millennial yang sukses memajukan sektor pertanian Indonesia. Maka itu, narasumbernya cukup lengkap, yakni dari pegiat urban farming, petani millenial, dan praktisi industri pendukung pertanian.

***



Penjabaran Soraya Cassandra, pegiat urban farming sekaligus pemilik Kebun Kumara paling dekat dengan keseharian saya. Soraya mengatakan, kebun (rumahan) adalah sumber berkah yang melimpah. Jika kebun rumahan dirawat dengan baik, hasilnya sering berlebih untuk konsumsi sendiri. Alhasil, kita bisa berbagi berkah kebun pada orang-orang di sekitar kita. Menurut Mbak Soraya, berkebun di rumah menumbuhkan kesadaran tentang bahan-bahan yang kita makan.

Mbak Soraya juga memberikan beberapa tips praktis berkebun rumahan. Di antaranya, jika kebun kita didatangi hama, mestinya kita senang karena hal itu merupakan pertanda jika kebun kita sehat. Namun, hama yang berlebih akan mengakibatkan ketidakseimbangan dan malah merugikan. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk penanganan hama, seperti menanam tanaman bunga untuk obyek pengalihan sasaran.

***



Narasumber lain, Iqbal Abipraya adalah sarjana pertanian yang konsisten bekerja sesuai bidang pendidikannya. Mas Iqbal mengatakan, saat ini banyak sarjana pertanian yang tidak berminat bekerja menjadi petani.

(Upss.....saat Mas Iqbal bilang begitu, saya bukan hanya tersindir tapi tertempelak.... Lha saya itu konon katanya sarjana pertanian. Saat memilih fakultas pertanian memang punya idealisme untuk bekerja langsung di sektor pertanian. Namun, realitasnya, saat lulus justru pindah haluan. Bahkan setelah resign bekerja hingga sekarang juga belum jadi petani beneran 😁).

Baca : Sarjana Pertanian yang Tidak Bertani

Menurut Mas Iqbal, banyak orang masih memahami pertanian sebagai pekerjaan kotor (dalam arti definitif ~karena berhubungan dengan tanah, pupuk, dan sejenisnya) dan minim penghasilan. Faktanya, pekerjaan pertanian saat ini sudah banyak terbantu teknologi dan bisa memberi penghasilan yang menjanjikan.

Pertanian, kata Mas Iqbal adalah sektor dengan ilmu dan teknologi yang terus berkembang, sehingga butuh ilmu untuk melakukannya. Menurut Mas Iqbal, generasi muda memiliki kemampuan untuk lebih terbuka pada perkembangan ilmu pertanian, dari mulai pra-tanam hingga pemasaran.

***



Pembicara lain adalah Adrian R.D. Putera, Project Manager Program Makmur PKT (Pupuk Kalimantan Timur). Oh ya,  PKT adalah perusahaan BUMN yang merupakan produsen pupuk terbesar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.  

Adrian mengatakan, pertanian adalah salah satu sektor yang tetap bertahan di masa pandemi. Sepanjang masa, sektor pertanian memberi sumbangsih nyata bagi kehidupan manusia.

Program Makmur yang diluncurkan sejak Agustus 2021 merupakan upaya untuk menciptakan ekosistem pertanian, yakni menghubungkan petani dengan pihak project leader, asuransi, lembaga keuangan, teknologi pertanian, pemerintah daerah, agro input, hingga jaminan ketersediaan pupuk nonsubsidi.

Program Makmur diinisiasi oleh PT Pupuk Indonesia dan dilaksanakan oleh anak-anak perusahaan, salah satunya PKT. Btw, Mas Iqbal adalah salah satu petani binaan Program Makmur PKT.

"Program makmur ini berlaku untuk semua petani, termasuk petani millenial. Harapan ke depan, semakin banyak petani muda yang memajukan pertanian di daerah masing-masing. Dengan demikian, cita-cita ketahanan pangan nasional bisa tercapai. Sektor ini butuh tenaga millennial,” tegas Adrian.

***

Duuuh, benar-benar talkshow yang kembali mengusik impian masa lalu saat masuk fakultas pertanian. Impian yang sejauh ini masih terkubur di kedalaman. Mungkin nanti, saya dan BJ ~yang juga jebolan fakultas pertanian~ akan kembali ke kampung dan mewujudkan impian.  (LSD)

 

 

25 komentar untuk "Berkah dari Kebun Rumah dan Impian Lama yang Masih Terkubur"

  1. Wih, memang kebun sendiri membawa banyak manfaat apalagi hasilnya, selain itu juga bisa sebagai hobi, dll. Kalau kebun terawat dan membuhkan hasil pasti semua orang suka liatnya.

    BalasHapus
  2. aku pernah punya cita - cita untuk punya kebun sendiri dan pastinya diisi dengan tanaman yang kita suka ora bisa menghasilkan yaa mba. Semoga kita bisa mewujudkannya someday

    BalasHapus
  3. jadi pertanian ini jg bisa menjanjikan yan mbak kalau dgn teknologi? bagaimana dengan para petani yg masih minim modal? biasanya kan suka ada berita2 yang rugi tuh dan ga cuma sekali dua kali. kira2 gimana mensiasatinya ya?

    BalasHapus
  4. MasyaAllah, sama bangeet. Aku pun pengen banget bisa punya kebun mini yang isinya sayuran dan buah. Cuma belum ada lahan yang proper buat ku tanami, huhu.
    Di rumah baru ada daun bawang, kunyit, kunci, sama daun mint dalam pot.
    Eh aku baru tahu kalau ada hama itu ternyata tandanya kebun kita sehat. Tips baru nih buat aku.

    BalasHapus
  5. Dari kecil karena halaman belakang rumah ortu luas banget jadi udah terbiasa ikut Ayah nanam, sekarang udah pada gede anak-anak nya tinggal metik hasil lumayan buahan, tanaman herbal jadi kalau masak bumbu-bumbu lengkap :)

    BalasHapus
  6. Pandemi membuat banyak orang mulai menjajal dunia pertanian, tentunya dengan lahan seadanya.
    Keren sekali mas Iqbal, semoga menginspirasi banyak sarjana pertanian

    BalasHapus
  7. Bertanam tu memang menyenangkan. Sayapun selama pandemi berusaha mengisi waktu dengan bertanam. Meskipun masih yang gampang-gampang saja. Bertanam sayuran tepatnya..he3..

    BalasHapus
  8. Amiiiiin, Suamiku juga lulusan IPB, alih-alih kerja di Sektor Pertanian, eh setelah lulus malah kerja di Perbankan, haha. Kadang hidup gak berjalan dengan rencana awal ya Mak, tapi aku juga masih berharap kedepannya akan bisa lanjutkan Bapak untuk regenerasi jadi Petani. Amiiin

    BalasHapus
  9. Hari Menanam Pohon Indonesia ini nantinya gampang diingat ya, dekat dengan Hari Blogger. Perlu juga nih ada HMPI supaya kita selalu mengingat pentingnya menanam pohon.

    BalasHapus
  10. Nah, aku juga lulusan fakultas pertanian nih hehehe, tapi ya gitu deh begitu lulus malah gak linier nih dnegan apa yang dikerjakan. Soal bercocok tanam (setelah lulus ya), lumayan melehkan juga sih, yaitu bertanam cabe. Jadi cabe yang udah hampir membusuk, bijinya saya semai dan kalo ada yang tumbuhnya subur baru saya alihkan ke pot yang agak gedean. Suatu hari saya harus ke rumah ortu selama seminggu. Sedih banget dah, pohon cabe saya mati karena paksu nggak bantu nyiram selama saya nggak di rumah, padahal lumayan subur tuh pas rajin disiram. Apalagi pas berbuah jadi tinggal petik dehm nggak perlu beli lagi.

    BalasHapus
  11. Wah aku banget nih, kuliah di pertanian tapi melejitnya malah jadi ilustrator hahahaa
    dan sekarang malah balik lagi jadi petani! Dan sekarang bahagia balik jadi petani (eh apa pekebun ya namanya)

    BalasHapus
  12. Pertanian masakini tuh jadi keyword yang populer loh ya mbak, aku seneng sih makin banyak orang yang tertarik jadi petani, ini circle pertemanan saya gitu juga banyak yang akhirnya mulai menekuni dunia pertanian

    BalasHapus
  13. Seneng ya ada generasi muda yg mau terjun"main tanah". Aku dan suami baru coba-coba aja urban farming. Kami menanam buah dari biji. Alhamdulillah udah panen. Bisa hemat.

    BalasHapus
  14. Enak punya Kevin sendiri. Makan buah tanpa pestisida dan lebih sehat. Nanti Mpo lihat deh website demfarm

    BalasHapus
  15. Enaknya tuh kalau punya kebun sendiri ya mbak, aku pun semenjak pandemi jadi rajin main sama tanaman. Tapi sejauh ini masih main tanaman hias dan sudah juga ku jual ke beberapa teman dan saudara yang pengen juga sama tanamanku di rumah.

    BalasHapus
  16. Aku malah terpesona dengan tulisan sarjana pertanian yg enggak bertani, mbak. qiqiqi. semoga semakin banyak petani2 muda yang muncul ya, mbak. seperti Mas Iqbal ini, menginspirasi.

    BalasHapus
  17. hihi... setelah tertempelak, ayo mbak mulai bertanam di sekitar rumah. memanfaatkan media tanam seadanya. Kalau suami saya biasa pakai plastik bekas bungkus minyak goreng buat menggantikan pot. Saya sih bagian metik hasilnya aja hehehe...

    BalasHapus
  18. menyenangkan ya kalau bisa bercocok tanam sendiri, rumah jadi lebih teduh dan bisa panen buah dan sayur dari kebun sendiri hehe di rumahku hanya ada pohon mangga dan jambu, lumayan kalau lagi musimnya...

    BalasHapus
  19. Dan Pandemi ini membawa berkah ya Mak, karena banyak orang yang akhirnya juga bercocok tanam di rumah-rumah. Termasuk aku, meskipun masih belum berhasil sepenuhnya dalam merawat. Ternyata memang butuh kesabaran dalam merawat tanaman juga.

    BalasHapus
  20. Ini yang suami lakukan di rumah, dia bercocok tanam. Memang bikin adem lihatnya. Kalau aku sendiri entah kenapa kalau nenem apapun ga pernah berhasil 🙈

    BalasHapus
  21. Aamiin semoga terwujud ya mba... Langkah awal nanam Aja lahan yg sedikit depan rumah akupun banyak pot nih mba...

    Depan rumah dah kayak hutan kecil

    BalasHapus
  22. Paman saya pensiun sejak pandemi . Dan kegiatannya sekarang urban farming. Berkebun di lahan terbatas di rumah. Lumayan bisa panen macam macam dari kangkung, bayam sampai terong. Seperrinha asyik juga ya. Sayang kalau saya orangnya gak telaten.

    BalasHapus
  23. bertanam di rumah menyenangkan ya mak. di sini aku tanam yang gampang2 kayak cabe dan tanaman masakan lainnya gitu. ga banyak tapi ada. seru kalau makan semua dari kebun sendiri

    BalasHapus
  24. Keistimewaan rumah di hook itu gitu yaa..
    Ada sedikit lahan yang ternyata malah menjadi berkah ketika ditanami dan dirawat dengan sunguh-sungguh.
    Semoga keberkahannya memanjang, sampai tetangga dan seterusnya.

    BalasHapus
  25. sektor pertanian sepertinya memang bakal jadi sektor yang nggak akan pernah mati ya maaaak.. Semoga semakin banyak kaum milenial yang mau lebih membuka diri dan nyobain jadi petani milenial yaaa

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)