Selepas Siang di Rammang-Rammang



Rammang-Rammang, nama yang terdengar unik di telinga. Terutama bagi yang pertama kali mendengarnya. Apakah kalian sepakat? Pada sebagian orang, Rammang-Rammang membuatnya langsung teringat pada kata ulang remang-remang, suatu keadaan dengan pencahayaan yang sangat kurang. Pada saya, nama Rammang-Rammang langsung mengaitkan otak pada binatang siamang. Bukan karena banyak siamang di Rammang-Rammang, tetapi murni karena kesamaan rima.


Padahal, Rammang-Rammang tidak berhubungan dengan remang-remang maupun siamang. Beda cerita dengan “saudara dekatnya”, Bantimurung yang identik dengan kupu-kupu. Rammang-Rammang adalah sebuah tempat dengan pemandangan yang menawan. Bebatuan karts, sungai, sawah, perahu, kolam, rumah panggung, dan lain-lain terhampar saling berdampingan. Nama Rammang-Rammang konon terberi karena kabut yang sering turun menghampiri.


Baca : Hari Murung di Bantimurung


Dengan kecantikannya, Rammang-Rammang adalah salah satu destinasi wisata unggulan provinsi Sulawesi Selatan. Pada peta, ia tercatat berada di Desa Sanlerang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Jaraknya kurang lebih 50 kilometer dari Kota Makassar.


Namun, kunjungan keluarga BJ ke Rammang-Rammang bukanlah suatu hal yang direncanakan. Rammang-Rammang memang ada dalam daftar tempat yang ingin kami kunjungi. Tapi, itu rencana yang masih bisa nanti-nanti. Yang kami tahu, Rammang-Rammang adalah sebuah tempat yang harus dijangkau dengan perahu. Sebab itu, kami berpikir harus menyediakan waktu dan persiapan khusus jika hendak ke Rammang-Rammang.


Sabtu (6/2/2021), sesungguhnya kami hanya berencana ke Leang-leang, goa karts yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya purba. Leang-leang berada satu jalur dengan Bantimurung yang sudah kami datangi beberapa waktu sebelumnya. Dibandingkan taman wisata Bantimurung, Leang-leang justru harus belok kiri lebih dulu.


Jarak dekat dan BJ sudah tahu jalan, rasanya tidak butuh banyak persiapan. Selepas makan siang, kami baru berangkat. Sekitar satu jam berkendara, sudah sampai tujuan. Jalan-jalan tipis tanpa  ekspektasi tinggi ^-^


Tapiiiiiii....akibat pandemi, Leang-leang masih tutup sodara-sodara.  Meski tanpa ekspektasi tinggi,  tetap saja ada sedikit rasa kecewa. Namun mau bagaimana, memang sedang begini keadaannya. Mungkin malah akan ada orang menganggap kami saja yang bandel karena tetap jalan-jalan saat Covid masih mewabah.


Kami tidak sepenuhnya bandel kok😊😊😊. Dengan status sebagai keluarga penyintas Covid, bagaimana mungkin kami meremehkan virus ini? Namun, hidup harus terus berjalan. Setiap keluar, selalu membekali diri dengan berbagai perlengkapan sejalan protokol kesehatan. Juga memilih tempat terbuka yang luas sehingga minim kerumunan.


Baca : Mengalami Covid


Sedikit waktu di gerbang yang terkunci, kami ngobrol jarak jauh dengan bapak petugas yang sedang piket. Bapaknya di dalam, kami di luar. Iseng, BJ bertanya tentang Rammang-Rammang. Si bapak menunjukkan jalan ke sana dari Leang-leang. Jelas jalur alternatif, bukan jalan utama ke Rammang-Rammang yang di peta melewati jalur poros Makassar – Maros.


Wah, bolehlah dicoba. Seandainya Rammang-Rammang juga tutup, toh kami bisa sekalian pulang. Bisa dibilang, ini untung-untungan. Kami melewati perkampungan dengan jalan aspal yang sudah cukup bagus. Rumah penduduk berselang-seling dengan hamparan hijau sawah yang dihiasi batu-batu berukuran besar. Pandangan mata juga sering dibatasi tebing karts yang tinggi dan anggun. Memancing rasa takjub dan penasaran, bagaimana ribuan atau bahkan jutaan tahun membentuk mereka hingga seperti sekarang ini.


Kami juga melewati pabrik semen Bosowa. Di jalur yang kami lewati, beberapa atap rumah terlihat memutih. Debu dari pabrik semen adalah dugaan yang sangat mungkin. Dilema abadi antara kenyamanan lingkungan dengan industri yang menumbuhkan ekonomi.


***


Rammang-Rammang memiliki dua dermaga pemberangkatan perahu. Mendekati belokan ke arah dermaga, kondisi jalan sedang tidak bagus karena pembangunan jalan layang. Apakah ini jalan layang untuk stasiun kereta api yang akan dibangun di sekitar wisata Rammang-Rammang? Proyek besar untuk menunjang kemudahan transportasi wisata di kemudian hari.*


Setelah sempat mbablas ke jalan raya dan harus putar balik, kami memutuskan untuk belok ke dermaga satu. Tak jauh dari jalan, gerbang dermaga satu langsung jelas terbaca. Saat kami datang, suasana terlihat lengang. Hanya sedikit kendaraan di lahan parkir. Di bangunan dermaga, terlihat sekawanan pria di dekat perahu-perahu yang tertambat. Pasti mereka pengemudi perahu yang antre menunggu penumpang.


Saya ke toilet sembari melihat-lihat situasi. Dermaga ini kecil saja, tetapi ada kantor informasi dan warung makan. Oh ya, juga ada tempat penjualan cendera mata sekaligus penyewaan topi dengan tarif Rp 5000 per buah. Pada cuaca terik, topi jelas sangat membantu. Namun, siang itu agak berawan, jadi saya memutuskan tidak menyewa topi.


Saya sempat ragu dengan tarif naik perahu. Khawatir ditokok (dikenai harga mahal) dan mesti tawar-menawar. Namun kekhawatiran saya pupus melihat spanduk pengumuman tarif di dinding dermaga. Suatu kepastian harga yang jelas membantu wisatawan.




Berhubung hanya berempat, kami memilih perahu yang paling kecil. Ale dan Elo sudah girang sejak kami tiba di dermaga. Mereka bertambah antusias begitu masuk ke dalam perahu. Segera kami menyusur jalur Sungai Pute yang memiliki pemandangan cantik di kanan-kiri.


Dinding-dinding karts yang terasa jauh dari jalan raya, kini dekat di depan mata. Begitu tinggi, seperti menara. Di pucuk menara, terlihat burung-burung berukuran cukup besar berterbangan. Mungkin elang? Bisa jadi, mereka bersarang pada ceruk atau pepohonan di dinding karts. Sarang yang aman dari jangkauan manusia. Barangkali, di sana juga bersarang kawanan kelelawar dan fauna lainnya.   


Berselang-seling dengan dinding karts, kita bisa melihat bangunan rumah panggung dan petak sawah atau kolam yang “ditumbuhi” bebatuan. Tepat di sisi sungai, aneka vegetasi tumbuh sebagai pembatas dengan daratan. Dua jenis tumbuhan yang mencolok mata adalah nipah dan mangrove (bakau) dengan akar-akar yang sudah panjang menghujam ke dalam air.


Jaring-jaring ikan juga mudah dijumpai di sepanjang sungai. Menurut pengemudi kapal, kedalaman sungai bisa mencapai empat meter. Air sungai lumayan jernih, menggoda untuk dicelupi. Memainkan tangan sebagai dayung, Ale dan Elo senang bukan kepalang.





lewat dermaga dua


Sesekali kami berpapasan dengan perahu yang kembali ke dermaga. Mungkin karena pandemi, jadi tak banyak perahu lalu-lalang. Jika saja tak ada deru motor perahu, suasana pasti terasa sangat tenang. Terlebih saat melewati spot-spot dengan dinding tinggi di kanan kiri, rasanya seperti masuk ke lorong dunia yang berbeda.


***

Sebenarnya banyak tempat yang bisa dihampiri sepanjang perjalanan. Beberapa nama terbaca dari papan penunjuk arah, seperti Gua Bulu Barakka, Telaga Bidadari, Gua Pasaung, dan Gua Telapak Tangan. Namun, hari tak lagi pagi. Akan butuh banyak waktu jika kami mau singgah di tempat-tempat itu. Terlebih, ada anak-anak dengan ketahanan dan kemampuan yang berbeda dengan orang dewasa.


Sekitar 20 menit perjalanan, kami sampai di dermaga Kampung Berua. Sebuah kampung yang dikelilingi tebing karts, sungguh suatu tempat yang terhitung langka, tak heran jika menjadi magnet wisata. Saya lupa  jumlah rumah di desa ini. Bilangan 20 atau 30 adalah jumlah yang mendekati.




dermaga Berua


Di loket, kami membeli tiket seharga Rp 5.000 per orang (kemarin sempat salah tulis Rp 15.000) 🤗. Tak seperti desa kebanyakan, di sini tak ada jalan besar. Hanya pematang yang bisa untuk berpapasan, diapit kolam, sawah, atau rumah. Sejauh mata memandang adalah hijau daun, biru langit, putih awan, dan abu-abu keputihan dari tebing karts. Sungguh seperti keindahan dalam ilustrasi cerita fantasi.


Entah ini keuntungan atau sebaliknya (tergantung dari sisi mana memandang), jalan-jalan saat pandemi membuat tempat-tempat seperti ini tidak terlalu ramai. Keindahan bisa lebih dinikmati. Kesenyapan bisa lebih diresapi.




Jelajah belum usai saat si bungsu mengeluh sakit perut. Alhasil kami mampir ke sebuah warung makan dengan toilet yang bersebelahan. Sedikit berbincang dengan pemilik warung, tentang burung dan monyet yang sering menyerang padi. Supaya panen maksimal, petani setempat harus tekun menjaga tanamannya.


Hari sudah menjelang sore. Bagi yang ingin berlama-lama di Berua, ada rumah penduduk yang memiliki fungsi homestay. Saat berangkat, kami juga melihat cafe sekaligus penginapan bergaya etnik di sisi kanan sungai.


Namun, kami tak berencana menginap. Tak bisa menunggu lebih lama, segera kami menuju perahu, lalu menyusur sungai untuk kembali ke dermaga. Ale dan Elo terlihat sangat terkesan dan menikmati perjalanan. Saya yakin, pengalaman singkat ini akan tertanam dalam ingatan mereka.


Kelak, mungkin saya akan bercerita pada mereka, bahwa keindahan Rammang-Rammang bertahan karena perjuangan yang cukup panjang.** Cerita tentang kemenangan mempertahankan kawasan tempat tinggal dari eksploitasi industri tambang. Tanpa jerih payah mereka, mungkin siang itu kami tak akan menyaksikan keindahan Rammang-Rammang. Sepertinya kami harus berterima kasih pada mereka yang telah berjuang.... (*/Dw)


-----------------------------------------------------

credit :

* https://makassar.antaranews.com/berita/213085/satu-stasiun-ka-trans-makasar-ditempatkan-di-wisata-rammang-rammang-maros

** https://id.wikipedia.org/wiki/Rammang-Rammang    

35 komentar untuk "Selepas Siang di Rammang-Rammang"

  1. dulu waktu ke makassar sempat ke Bantimurung dan Ramang2...Cuma ga smp naik perahu gini akunya...
    waktunya mepet...
    padahal penasaran bangeeet
    harus balik lagi deh kapan2

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga bisa kembali lagi suattu saat mbak Ophi :)

      Hapus
  2. Makasih udah cerita Rammang2 mba. Aku kira tadi ada hubungannya dgn remang 😆
    Cakep banget viewnya. Mudah2an selalu lestari ya mba, nggak berubah jadi tempat industri.. loveee banget inii

    BalasHapus
    Balasan
    1. dulu saya nggak tinggal di makassar, nggak ngikutin isu pertentangan dg industri ini. Baru tau sekarang dan merasa harus berterima kasih.

      Hapus
  3. Setelah diambil view keseluruhan (foto terakhir) ya ampun panoramanya cantik dan indah banget. Nuansa alamnya begitu asri..wuah liat postingan ini jadi pingin mbolang lagi Aku tuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga bisa segra mbolang ya mbaak. Ini rammang2 karena skrg deket dr tempat tinggal, maka bisa kesana

      Hapus
  4. Kalau dengar Rammang rammang fokusku langsung ke tempat yang kurang sinar pencahayaannya. Wah ini bener-bener alami. Airnya jernih, bisa foto -foto terus juga harga tiketnya terjangkau banget cuma 15K bis ajak rombongan keluarga dong ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi...mmg mirip ya mbak, remang2 dengan rammang2

      Hapus
  5. Happy banget bisa explore alam di Rammang-Rammang ini. Tempatnya alami dan bagus untuk cuci mata yg terlalu sering melihat gadget ini hehe. Ajak keluarga juga oke nih karean terjangkau banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. tiket rammang-rammangnya murmer. Ga sebanding sama tiket pesawatnya kalo dr luar sulawesi ya mbak hehehe

      Hapus
  6. Oh ternyata Rammang-Rammang ini nama tempat tadi aku pikir istilah bahasa daerah gitu. Asyik juga ya bisa naik perahu di sana sambil menikmati indahnya alam.
    Tebing Karts ini tebing berbatu gitu ya mbak?

    BalasHapus
  7. Bahasan asal usul kata Ramang-ramang ini menarik Mak. Secara sekilas aku yang awam juga bakal mikir gitu. Ini juga bisa berlaku untuk konteks lain ya, Mak. Harus ditelusuri dulu biar ga salah persepsi

    BalasHapus
    Balasan
    1. selalu menarik untuk mengetahui asal usul nama :)

      Hapus
  8. Aku juga mau ikutan celupin tangaaan...menikmati kesegaran riak-riak air yang terjadi akibat kapal bermesin yang melaju.
    Mendadak romantis gak siih...kalau lihat pemandangan seindah ini?

    BalasHapus
  9. Waah Pak BJ sudah tahu banyak jalan ya, Mbak ... besok-besok bisa sampai ke kabupaten sebelah-sebelahnya :)
    Btw, kalau ke sana lagi kayaknya enak ya nginap di home stay?

    BalasHapus
  10. Indah banget pemandangannya mak. Di sini tempatnya laut tapi ga ada danau yang ada gunung di baliknya kayak gini ijo seger ke mata
    semoga suatu saat bisa ke sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku juga baru menyadari kekayaan alam sulsel setelah tinggal di sini mak echa :)

      Hapus
  11. Keadaan di Rammang-rammang begitu alami ya. Menyusuri sungai menggunakan perahu seru sekali, ya, menikmati pemandangan yang serba hijau, deretan pohon dan juga ada tebing karst menyuguhkan pemandangan yang indah. Pastinya membuat tambah rileks ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. sejenak lupa kalau punya ut.... #eh skip skip hihihi

      Hapus
  12. pas baca judulnya, aku kira remang remang, hehe
    menarik sekali tempatnya mbak
    emang pas buat refresh sejenak
    view nya bagus banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. mirip bentukan katanya ya mbak. Mungkin bisa jd judul: Sore Remang-Remang di Rammang-Rammang hehehe

      Hapus
  13. Bener-bener kayak di cerita fantasi pemandangan alamnya.. masya Allah indahhh banget. Iya akan jadi kenangan indah juga bagi anak-anak.
    Makasih ya Mbak ceritanya, jadi tau tentang Rammang-Rammang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. mari kita sama2 berterima kasih utk perjuangan warga rammang2 :)

      Hapus
  14. pemandangannya kece ya mbak, saya malah fokus sama bukit karst macam di luar negeri saja. memang benar ya Indonesia kaya akan wisata alamnya seperti di rammang-ramamng ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalo ga salah baca, gunung karts terluas no 2 di dunia mbak.

      Hapus
  15. Pas baca dikira remang2 tau2nya ramang2 baru tau di makassar ada tempat ini berarti pas ke makassar aq kurang eksplor

    BalasHapus
    Balasan
    1. ndilalah deket sama makassar. jd kalo pas ke makasaar, bisa mlipir bentar :)

      Hapus
  16. Enggak rezeki ke Leang-Leang, bisa ke Rammang-Rammang..memang kalau dah jalannya ke sana ya, tanpa persiapan pun dimudahkan.
    Oha ya, pergi saat pandemi, beneran, di satu sisi senang karena kita jadi menikmati tempatnya di sisi lain juga melihat betapa pariwisata sedemikian drastis terdampak karenanya.Duh!

    BalasHapus
  17. Rammang-Rammang itu berasal dari bahasa Makassar, Mbak. Kalau tunggal saja, rammang artinya awan. Selain artinya awan, juga bisa berarti remang, redup, dll (sesuai kalimatnya).

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih penjelasannya mas haris. Bahasa tradisional mmg sering multi arti yaa...brarti rammang-rammang mmg bisa berarti remang ya? dlm konteks di sana? remang karena kabut?

      Hapus
  18. Halo Kak.Lisdha, salam kenal. Perdana nih berkunjung ke sini. Semoga nanti bisa jalan-jalan ke Rammang-Rammang juga soalnya dekat banget dari rumah cuma belum sempat ke sana. Masih ragu aja mau naik perahu bawa duo toodler, hehe

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)