Perempuan Tangkal Hoax Pemilu #KEBIntimate



Teman_DW pasti sudah akrab dengan istilah hoax kan..

Sudah tahu belum asal muasal kata hoax? Aku baru tahu lho kalau kata hoax sudah mulai digunakan di permulaan abad 18 (sudah lama banget ternyata yaa…). Hoax berasal dari kata HOCUS yang berarti mengelabui. Hocus sendiri merupakan penyingkatan dari hocus pocus yang sering digunakan di panggung sulap. Namanya juga pertunjukan sulap, aneka trik membuat sesuatu tampak seolah-olah nyata…padahal cuma bohongan.

Alhasil, hoax bisa diartikan sebagai informasi yang tidak benar tetapi direkayasa seolah-olah benar.

Wah…gak bahaya ta? Ya JELASS bahayaa!!!

Pengetahuan tentang akar kata hoax di atas aku dapatkan dari penjelasan Mbak Heni Mulyati,  anggota Presidium Komite Edukasi Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) dalam acara #KEBIntimate yang bertajuk “Perempuan Tangkal Hoax Pemilu.” Acara tersebut digelar via zoom pada Senin (5 Februari). Selain Mbak Heni, ada satu narasumber lain, yakni Mbak Indah Nuria Savitri yang merupakan Direktur HAM dan Kemanusiaan, Ditjen Kerja Sama Multilateral. Acara dipandu oleh Ketua Kumpulan Emak Blogger, Rach Alida Bahaweres.

Judul acara memang pakai kata PEMILU. Namun, aku yakin materinya akan berguna secara berkelanjutan. Kita tahu, saat ini hoax tidak hanya ada saat pemilu, tetapi SEPANJANG WAKTU. Sepanjang manusia masih membutuhkan informasi dan sepanjang manusia masih punya kepentingan, maka sepertinya hoax akan terus ada.

Saat ini, informasi memang menjadi komoditas sekaligus alat yang sangat penting. Menguasai informasi akan memudahkan mencapai tujuan. Kebenaran informasi menjadi “tidak penting”, sebab yang terpenting adalah pencapaian tujuan. Beberapa pihak memiliki kepentingan besar dalam pemilu. Tidak heran jika setiap menjelang pemilu banyak hoax bertebaran di berbagai kanal informasi.

Berdasarkan survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada Januari 2023, penetrasi internet di Indonesia sudah mencapai 78,19 persen dari populasi nasional yang sebesar 275.773.901 jiwa. Dari jumlah itu, tingkat penetrasi internet di kalangan perempuan mencapai angka 77,36 persen dari total populasi perempuan. 

Dalam pemilu 2024 ini, jumlah pemilih perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan jumlah pemilih laki-laki. Menurut dataindonesia.id, jumlah pemilih perempuan berdasarkan Daftar Pemilih Tetap mencapai 102,58 juta jiwa. Sementara jumlah pemilih laki-laki mencapai 102,21 juta jiwa. 

Berdasarkan dua jenis data di atas dapat disimpulkan jika perempuan Indonesia cukup “melek” internet. Sayangnya, “melek” di sini tidak selalu berarti bisa melihat dengan jelas dan jernih. Fakta itu malah mempunyai konsekuensi kalau perempuan turut menjadi sasaran empuk bagi penyebaran berita hoax seputar pemilu. Oleh sebab itu, penting bagi perempuan untuk bisa membedakan kebenaran informasi.

Bagi laki-laki juga penting lhooo… tapi acara ini kan memang sedang melihat dari POV perempuan.

Mbak Indah Nuria yang juga seorang emak-blogger lebih dulu membawakan materi. Mbak Insav, demikian sering disebut, memaparkan prinsip internasional tentang hak atas akses informasi. Menurut Deklarasi Universal HAM pasal 99, setiap orang berhak atas kebebasan untuk mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak memandang batas-batas (wilayah). 

Namun, di samping aturan di atas, juga terdapat juga Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pasal 19 kewajiban dan tanggung jawab khusus terkait kebebasan mendapatkan dan menyampaikan informasi. Tidak memandang batas bukan berarti losss dol yaa.. Pembatasan tertentu dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk : 

  • menghormati hak atau nama baik orang lain.

  • melindungi keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moral umum.

Saat ini, penyebaran hoax sudah menjadi masalah global. Penyebaran hoax bisa terjadi di negara maju maupun berkembang. Oleh sebab itu, perlawanan dan penanganan terhadap hoax diserukan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa melalui resolusi Majelis Umum PBB dan Dewan HAM PBB.  

Mbak Insav yang sempat bertugas di Negeri Kiwi membagikan pengetahuannya tentang strategi Selandia Baru dalam menangkal hoax saat pandemi Covid 19. Ada tiga poin utama yang dilakukan Selandia Baru dalam menangani hoax, yakni :

  • Membentuk kelompok multi stakeholder untuk melawan disinformasi.

  • Memberi dukungan dana bagi inisiatif berbasis komunitas melawan disinformasi.

  • Melakukan riset publik mengenai disinformasi pada media digital.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Menurut Mbak Heni,  Litbang Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), menemukan  2330 hoax sepanjang Januari - Desember 2023. Dari jumlah itu, 1292 diantaranya merupakan hoax politik. Ironisnya,  menurut Mbak Heni, angka itu tidak menunjukkan jumlah yang sebenarnya. “Ada fenomena gunung es karena masih banyak hoax yang tidak dilaporkan,” kata Mbak Heni.

Mbak Heni membagikan tiga jenis hoax yang biasa beredar di masyarakat, yakni misinformasi, disinformasi, dan malinformasi. Apa sih perbedaan ketiganya? 

Hmmh…meski sering ketemu dengan ketiga istilah tersebut, ternyata aku bingung juga kalau diminta mendefinisikannya. Oke, mari kita pahami satu per satu :

  • Misinformasi berarti informasinya memang salah, tetapi orang yang menyebarkannya percaya bahwa info tersebut benar. (Bisa dibilang, orang itu “tidak sengaja” menyebarkan berita hoax. Tidak sengaja dalam tanda kutip yaa…)

  • Disinformasi artinya, orang tahu kalau informasi tersebut salah, tetapi tetap disebarkan. Di sini ada unsur kesengajaan.

  • Malinformasi adalah informasi berdasarkan realitas yang digunakan untuk merugikan orang, kelompok, organisasi, atau negara lain. Di sini juga ada unsur kesengajaan.

Mbak Heni menambahkan, ada tujuh bentuk hoax yang biasa beredar di masyarakat, yakni : 

  • satire/parodi

  • konten tiruan

  • konteks yang salah

  • konten yang menyesatkan

  • konten yang dimanipulasi

  • koneksi yang salah

  • konten palsu

Mending Ayu Ting Ting yaa….cuma alamat palsu (goyaaaang mang…).

Cara Menghadapi Hoax

Hari gini, kita dihadapkan pada realitas banjir informasi, yang benar, salah, atau abu-abu bercampur-baur nggak karuan. Mbak Heni membagikan dua cara praktis untuk menghadapi hoax, yakni : 

  • Prebunking, yaitu melakukan antisipasi sebelum hoax menyebar.

  • Debunking, yaitu mengecek fakta dan mengungkapkan hasil pengecekan aatas hoax yang sudah terlanjur menyebar.

Ada diskusi menarik, yakni “bagaimana caranya untuk mengingatkan warga yang lebih senior saat dia menyebarkan hoax?” Ini terutama kalau di grup keluarga atau lingkungan, atau grup apapun itu. Kadang ada saja kan orang-orang yang secara usia lebih kita hormati tetapi beliau malah menyebar hoax? Mau counter langsung, kadang ada segan-segannya ya kan?

Untuk kasus seperti ini memang harus pelan-pelan, pakai pendekatan khusus. Jika bras-bres hantam kromo, maksud baik malah bisa jadi berakibat buruk. Haha, hal seperti ini relevan nggak dengan keseharian?

Mbak Heni juga membagikan ciri-ciri hoax serta cara-cara mengecek hoax yang bisa dilakukan secara pribadi. Ciri hoax antara lain sering menggunakan bahasa bombastis, terlalu bagus (too good to be true), serta ada fakta yang aneh. Pokoknya, kalau baca sesuatu jangan langsung telan deh. Kembangkan sikap waspada! Sedangkan cara praktis untuk mengecek hoax antara lain dengan crosscheck menggunakan alat pencari di internet, seperti google, Bing, Yandex dan lain-lain.

Aku posting tulisan ini H-1 menjelang Pemilu. Masih ramai soal film Dirty Vote nihhh… Bagaimana suasana timeline medsos atau grup chat teman_DW? Ikut masa tenang atau malah makin ramai aneka berita seputar pemilu?  

Meski nanti sudah lewat pemilu,  kita tetap harus waspada hoax yaaa... Sebab hoax ada sepanjang waktu tidak melulu saat pemilu.

Waspada HOAX supaya tidak HOEX... hoeks hoeks hoeks!!!!



 

 

12 komentar untuk "Perempuan Tangkal Hoax Pemilu #KEBIntimate"

  1. Ibu kalau kelar baca apa gitu yg bombastis, kan cerita kepaksu. . Doi langsung wanti2 jangan mudah percaya. Memang sih Hoax makin meraja lela dan mereka pangsa pasarnya adaaa aja. Aku baru tau jg ternyata udah ada dari abad 18 ya. Btw pas Pemilu lebih2, banyak sekali Hoaxnya ya

    BalasHapus
  2. Beredarnya hoax makin marak terjadi, ya. Apalagi menjelang dan sesudah pemilu seperti sekarang. Kalau gak hati-hati bisa salah dalam menyerap informasi.

    BalasHapus
  3. Topik yang dibahas termasuk evergreen yah karena sekarang itu gampang banget menyebarkan hoax. Ada juga yang tidak sengaja menyebarkan karena dipikir benar. Terlebih lagi saat ini sedang hangat tentang pemilu. Jadi belajar lagi nih supaya cek ricek berita yang didapat.

    BalasHapus
  4. in menginggatkanku pada grup WA keluarga yang isinya banyak forwardan dari entah siapa. biasanya menginggatkan para "Sesepuh" apalagi mamah2 untuk cek lagi sumbernya dan cantumkan sumber kita dapat dr mana, supaya jelas dan bisa bertanggungjawabkan

    BalasHapus
  5. Hoax itu meresahkan, apalagi dibuat dan direkayasa sedemikian rupa sehingga ketika berita atau info itu menyebar ke masyarakat dengan mudahnya akan percaya.

    Apalagi di kondisi gini, di mana lagi anget-angetnya Pemilu, sudahlah banyak informasi hoax yg tersebar gitu aja. Kita wajib bangrt nih menangkal hoax buar gak ada berita yg salah.

    BalasHapus
  6. Memang di era seperti sekarang kita harus lebih teliti dalam menyebarkan berita ya mbak karena ada banyak sekali berita hoax yang beredar di dunia maya

    BalasHapus
  7. Iya, sudah harus jadi kebiasaan nih setiap mendapatkan berita harus mengecek kebenaran beritanya, jadi nggak asal share berita atau informasi di grup WA keluarga hehe

    BalasHapus
  8. Perempuan sangat rentan terkena hoaks ya
    Tapi justru punya peran penting dalam menangkal hoaks
    Bisa jadi agen tangkal hoaks di keluarganya

    BalasHapus
  9. Keren ya di Selandia Baru cara menangani hoax-nya. Semoga bisa diadaptasi di Indonesia. Serem banget, ya, sepanjang tahun 2023 ada 2330 berita hoax di negara kita. Yang mana setengahnya dalah hoax politik (karena bertepatan dengan Pemilu tahun ini). Aku tuh kalau lihat info apa pun di media sosial, nggak mau ikutan komentar. Karena takutnya berita tersebut hoax yang aku sendiri belum verifikasi.

    BalasHapus
  10. perempuan harus melek politik kalau tidak mau termakan hoak dan malah menyebarkannya.

    BalasHapus
  11. Yang sebel tuh sekarang hoax-nya bisa di framing dari potongan video gituu, ka Lis.. Jadi seolah-olah ada nih.. faktanya. Padahal kalau nonton secara keseluruhan, bisa jadi beda banget dari potongan video tersebut.
    Serem banget di zaman digital begini. Fitnahnya cepeettt bangeett..

    BalasHapus
  12. Pemilu skrg ga spt 5th lalu ya mak...dulu pd terpecah belah parah skrg lebih adem di group2 yg aku ikutin.
    Semoga damai yg kalah bs legowo

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)