Menjadi Nasabah Bijak, Manfaat bagi Diri dan Sekitar




BRI
Banner peringatan penipuan di KCP BRI Ratulangi, Makassar


KESAL dan SESAL! Dua hal itu aku rasakan ketika pekan ini mendapat kabar dari seorang kawan. Ia belum lama mengaktifkan aplikasi BRImo. Beberapa hari kemudian, ia mendapat pesan Whatsapp tentang perubahan biaya transaksi. Ia membuka tautan yang dikirim penipu. Dalam sekejap, uang sekian juta amblas dan hanya tersisa sekitar Rp 100 ribu rupiah.

Aku kesal karena temanku itu seorang yang masih sangat berjuang soal finansial. Kok ya dia yang jadi korban penipuan. Ya sih, namanya tertipu, semua orang pasti sedih. Namun, kalau finansialnya longgar, setidaknya masih bisa "bernafas." 

Pikirku, kalau di dunia nyata, mungkin penjahat pilih-pilih korban (dengan tujuan menyasar “tangkapan” yang lebih besar atau karena alasan lainnya). Namun, dalam kejahatan dunia maya, sepertinya lebih kecil probabilitas penjahat pilih-pilih korban. Penjahat akan menggasak siapapun yang data-nya bisa ditembus. Tak peduli jika korban akan benar-benar kesulitan akibat penipuan yang dia lakukan. 

Sedangkan sesalku adalah karena beberapa waktu sebelumnya, suamiku mendapat pesan serupa. Suamiku jelas mengabaikannya karena ia tidak punya rekening BRI (aku yang punya rekening BRI malah nggak dapat). 

Aku tidak membagikan kejadian itu di media sosialku. Aku hanya membagikan pesan palsu itu di grup percakapan teman SMP.  Ah…andaikan saat itu aku berbagi di Facebook (aku dan temanku terhubung di sini). Jika saat itu aku jadikan status, ada kemungkinan dia membaca postinganku. Lalu, saat mendapat pesan penipuan itu, dia akan cuek saja. 

Sayangnya berandai-andai tidak akan mengembalikan keadaan. Kalau sudah begini, terasa benar jika sharing is caring.

Apalagi, persoalan penipuan seperti ini seringkali hanya berujung pada anjuran untuk menggandakan keikhlasan. Ada pendapat, jika nominal kerugian tidak fantastis dan kasus tidak viral, jangan harap uang kembali. Aku jadi ingat tagar #percumalaporpolisi yang menggema beberapa waktu lalu.

Aku pribadi belum pernah berurusan dengan laporan ke polisi soal kejahatan dunia maya. Idealnya sih, semua kasus bisa ditangani secara gercep (gerak cepat). Di sisi lain, tren jumlah tindakan kejahatan tidak sebanding dengan jangkauan kemampuan aparat. Apalagi, modus di dunia maya terus berkembang seiring kemajuan teknologi. 

Melansir dari Kompas.com, perusahaan keamanan siber Kaspersky merilis laporan berisi belasan juta ancaman kejahatan siber pada pengguna internet di Indonesia. Dalam kuartal pertama (Januari - Maret) 2022 ini ada sekitar 11,8 juta ancaman kejahatan. Jumlah ini meningkat 22 persen jika dibandingkan kuartal pertama tahun 2021.


Ilustrasi kejahatan siber. Photo dari Canva


Angka itu menempatkan Indonesia di urutan pertama negara di Asia Tenggara yang mendapat ancaman siber terbanyak. Sedangkan di tingkat global, Kaspersky mencatat Indonesia di urutan ke-60.

Kejahatan siber memiliki spektrum yang luas. Melansir dari situs Otoritas Jasa keuangan, berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di tahun 2020 serangan siber terbesar terjadi di sektor keuangan (23%), industri manufaktur (17,7%), dan sektor energi (10,2%). Kejahatan dunia dunia maya menantang penguatan sistem keamanan siber perusahaan/lembaga. Masalahnya, data dari Universitas Stanford pada 2020 menyebutkan, 88% kebobolan atau pelanggaran keamanan siber disebabkan oleh faktor kelalaian manusia (human error).


modus kejahatan siber
Modus kejahatan siber perbankan


Faktanya, pelaku kejahatan siber memang banyak memanfaatkan ketidaktahuan dan kelengahan calon korban. Dalam dunia perbankan, beberapa modus kejahatan siber yang banyak memakan korban adalah :
  • SKIMMING, yaitu menggandakan data nasabah melalui mesin ATM yang dipasangi skimmer. Untuk antisipasi, nasabah dianjurkan untuk memilih mesin ATM yang sekiranya lebih aman, misal mesin di kantor cabang bank. Nasabah juga dianjurkan untuk menutup papan angka saat menekan PIN. Cara lain, lakukan penarikan dana tanpa kartu (cardless).
  • PHISING, yakni menggandakan data nasabah melalui layanan internet banking, SMS, serta penyebaran link palsu. Informasi palsu yang digunakan penipu terus berkembang, dari yang tampak jelas penipuan hingga tersamar. Beberapa hari lalu, aku membaca kasus phising dengan korban seorang ibu pensiunan. Penipu mengaku kurir ekspedisi yang biasa mengantar paket. Si kurir abal-abal mengirim tautan yang katanya untuk klaim poin supaya ia mendapat reward Rp 25.000. Permintaan tolong kurir gadungan itu diiyakan si ibu. Tak berapa lama, ada pemberitahuan transfer dari rekening BRI si ibu sebesar Rp 75 juta!! Setelah ditelisik, penipu menggunakan cara automatic forwarding SMS. Jadi, ketika si ibu menekan tautan dari penipu, SMS berisi data akun si ibu otomatis ter-forward ke gawai penipu. Huhuhu, baca aja nyeseg, apalagi jadi korban.
  • VISHING (VOICE PHISING), pengucapannya mirip dengan phising, tetapi keduanya adalah modus yang berbeda. Pelaku menghubungi korban melalui telepon dan memberikan informasi palsu. Beberapa kasus yang terjadi belakangan adalah si penipu mengaku sebagai customer care dan menginformasikan perubahan tarif transaksi di BRI.
  • ONE TIME PASSWORD, sesuai namanya OTP adalah password yang bersifat sementara (punya batas waktu) dan biasanya dikirim melalui SMS/Whatsapp/email. Saat pengiriman OTP, biasanya pihak perbankan/aplikasi akan membubuhi pesan untuk tidak membagikannya pada pihak manapun. Masalahnya, tidak semua orang paham tentang hal ini. Terlebih, penipu mengantisipasi keraguan calon korban dengan kata-kata meyakinkan.
  • SIM SWAP, ini merupakan modus kejahatan dengan cara mengambil alih nomor HP untuk mengakses akun korban.

Dari lima modus di atas, metode soceng terlihat mendominasi. Eh apa itu soceng? Itu saudaranya kemoceng a.k.a pembersih debu? 😀

Kemoceng😀 (gambar dari Lazada dan Tokopedia)


Bukan dong…Soceng adalah akronim dari social engineering (rekayasa sosial), yakni metode penipuan dengan memanipulasi psikologis calon korban. Aku pernah baca artikel, sistem pertahanan siber lembaga perbankan terhitung kuat dan selalu di-update. Sebab itu, penjahat memilih untuk memanfaatkan celah kelengahan nasabah. 

Seperti dalam kasus penipuan Rp 75 juta, penipu memanipulasi kebaikan hati calon korban. Sedangkan dalam kasus perubahan tarif transaksi, penipu memanfaatkan emosi calon korban.

Padahal, berbeda dengan kasus kejahatan akibat celah sistem keamanan perbankan/institusi, penipuan akibat soceng lebih sulit untuk ditelisik. Selain pelaku tidak dikenal, pemberian data diri (secara sadar atau tidak) dianggap sebagai persetujuan tindakan transaksi.

Seorang teman bertahan tidak menggunakan mobile banking karena khawatir menjadi korban tindak kejahatan siber. Masalahnya, tidak menggunakan mobile banking juga bukan jaminan terhindar dari kejahatan siber. Selain itu, transaksi keuangan secara digital sangat diperlukan di masa sekarang. Transaksi digital itu mudah dan praktis. Mana sering banyak promonya, ya nggak?

Oleh sebab itu, sangat penting bagi nasabah untuk terus meningkatkan literasi keuangan. Semakin melek literasi keuangan, makin kuat kewaspadaan terhadap soceng. Begitu ada informasi yang terasa janggal, radar peringatan langsung bekerja....nguing-nguing-nguing…

Nah, sekarang ada lho gerakan #NasabahBijak, yakni sebuah wadah komunitas yang bertujuan untuk memberikan literasi keuangan pada masyarakat Indonesia. Literasi keuangan mencakup banyak aspek, di antaranya pengelolaan keuangan, pelunasan hutang, suku bunga, asuransi, dan kejahatan siber perbankan.

Saat ini, gerakan #NasabahBijak bekerja sama dengan BRI untuk penyebarluasan edukasi literasi keuangan. Aku pikir, ini langkah yang sangat bagus, mengingat belakangan banyak kasus penipuan siber mengatas-namakan bank plat merah ini. Tidak mengherankan jika nasabah BRI menjadi sasaran penipuan. Logikanya sederhana, sasaran yang lebih banyak memberikan kemungkinan hasil lebih besar. Penjahat kan acak saja mengirimkan pesan penipuan. Lha yang bukan nasabah saja kena sasar kok. Hitung-hitung modal pulsa (yang juga dari hasil menipu)😵‍💫.

Sementara, sebagai bank tertua di Indonesia, BRI punya jaringan luas hingga pelosok wilayah. Jumlah nasabah sangat banyak, dengan profil ekonomi, umur, dan pendidikan yang beragam. Dari sekian banyak jumlah nasabah, pastinya ada dong sebagian yang sangat awam dengan tindak kejahatan siber. 

Sebagai blogger, aku bisa mengambil bagian untuk menjadi #penyuluhdigital, yakni menyebarluaskan informasi melalui kanal yang aku punya. Kadang, aku merasa tidak penting untuk berbagi karena berasumsi “ah semua orang juga sudah tahu.” Padahal, informasi lama dan sederhana bagi seseorang, bisa jadi pengetahuan baru dan berharga bagi orang lain.

Nah, berikut beberapa tips untuk antisipasi penipuan perbankan yang aku rangkum dari berbagai sumber :
  • Jangan pernah memberikan data pribadi terkait keperluan transaksi, seperti username, password, PIN, kode OTP, nomor CVV/CVC, tanggal kadaluwarsa kartu ATM pada siapapun. Hati-hati jika ada oknum staf bank yang meminta data-data tersebut.
  • Jangan memosting nomor telepon pribadi serta data identitas diri dan keluarga di media sosial. Posting ulangtahun diri dan keluarga di media sosial sudah menjadi hal umum, padahal bisa menjadi celah bagi kejahatan siber lho.
  • Waspada setiap kali mendapatkan telepon dari nomor yang tidak dikenal. Ada baiknya memasang aplikasi pelacak nomor tak dikenal, seperti True Caller dan Get Contact.
  • Jangan mudah membuka tautan yang diberikan orang tak dikenal. Selalu cek dan ricek melalui website/akun media sosial resmi perbankan. Pastikan akun resmi dengan tanda centang biru yaaa. Khusus untuk BRI, kanal resmi bisa dilihat di bawah ini :

saluran resmi BRI
Kontak resmi BRI

  • Jangan mudah tergoda dengan tawaran menggiurkan. Sudah banyak sekali korban dari modus penipuan lama, seperti mendapat undian berhadiah. Selalu cek dan ricek.
  • Update PIN dan password secara berkala. Jika memungkinkan, gunakan email dan nomor HP yang berbeda untuk akun keuangan/perbankan.
  • Jangan gunakan username dan password/PIN yang sama untuk semua akun. Ini memang agak merepotkan, terlebih ketika daya ingat mulai menurun seiring bertambahnya usia. Namun, bisa kok disiasati dengan membuat bermacam username dan password yang punya kaitan sehingga lebih mudah diingat.
  • Jangan menggunakan wifi publik untuk mengakses aplikasi keuangan.
  • Selalu update aplikasi perbankan di gawai. Update aplikasi tidak hanya soal kelengkapan fitur, tetapi juga peningkatan sistem keamanannya.
  • Jangan tempatkan semua simpanan dalam satu keranjang. Jika hanya memiliki satu rekening, pindahkan sebagian dana ke jenis simpanan lain, misal deposito atau dana pensiun.

Last but not least, selalu berdoa memohon dihindarkan dari kelengahan. Sebab, seiring kemajuan teknologi digital, modus kejahatan siber juga terus berkembang. Melek literasi keuangan bahkan bukan jaminan lolos dari kejahatan siber. Namun, setidaknya kita bisa lebih waspada dibandingkan sama sekali tidak tahu atau abai.

Plus, ingatkan diri untuk berbagi informasi pada sekitar. Mengingatkan orang lain seringkali berarti mengingatkan diri sendiri bukan? Terlebih, dengan internet, jangkauan informasi bisa lebih luas. Menyebarkan informasi positif berarti turut #MemberiMaknaIndonesia. Menjadi #NasabahBijak, tidak hanya bermanfaat bagi diri, tapi juga sekitar kita.   (DW)

--------------------------------------------------

Referensi :

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/tekno/read/2022/04/28/07000027/awal-2022-indonesia-hadapi-11-juta-ancaman-di-dunia-maya

https://www.ojk.go.id/ojk-institute/id/capacitybuilding/upcoming/632/tantangan-dan-mitigasi-kejahatan-serta-peningkatan-keamanan-siber-di-industri-jasa-keuangan

http://www.nasabahbijak.id/























35 komentar untuk "Menjadi Nasabah Bijak, Manfaat bagi Diri dan Sekitar"

  1. Ehm sekarang banyak banget kejahatan siber yang mengancam, memberikan ketakutan sendiri pada korban. Memang semakin ke sini semakin banyak pula penipuan kayak gini mau pinjol atau bukan. Ternyata Bank BRI yang resmi pun dijadikan penipuan, oalah. Sebagai nasabah harus bijak, nih,, terima kasih informasinya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama2 Mbak Nisa..iya nih pd mencatut nama institusi resmi biar meyakinkan

      Hapus
  2. Memang skrg banyak sekali berbagai mcm penipuan, Alhamdulillah selama ini aku lebih lgs SM petugasnya,JD kyny aman" SJ .. swun infonya jeng 😘

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama petugas pun tetap kudu ati2. Soalnya aku pernah ada pengalaman kurang meyakinkan.

      Hapus
  3. hai bunddd🤗 sll keren tulisane... btw nope ku siji tok, pdhl yen nawarin jualan srg nulis nope untuk lanjut lewat wa... piye dong ngunu kui... tyt berbahaya to?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau bisa dipisahkan sama no pribadi lebih baik. Kalau tidak, penting waspada. Palagi pedagang ol ya, sering jd sasaran penipuan juga. Semoga kita semua tidak lengah.

      Hapus
  4. Keren tulisannya ... .Makasih ya. .. .sangat bermanfaat lho.. .

    BalasHapus
  5. Bagus, sangat mengedukasi mbak.

    BalasHapus
  6. Benerrr bgt iki mbaaa
    Kejahatan dunia maya tuh jauhhh lebih jahaaddd

    Ada tmnku, Blogger juga ketipu sekian juta, karena memang menurut dia, susah membedakan ini penipuan apa bukan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya lho mbak...merasa melek literasi keuangan bisa jd lengah

      Hapus
  7. Penjahat siber memang pinter-pinter. Teknologi digital makin maju, kejahatan mereka juga ikutan maju. Ada aja caranya buat bikin nasabah tertipu. Naudzubillah jangan sampe mengalami. Kalau penipuan nyata (bukan di dunia maya) pernah hampir kejadian di aku. Pas lagi di bilik ATM. Ada yang minta tolong transferin dengan janji dibayar transfer juga, taunya mau nipu. Untung cepet sadar. Alhamdulillah ga kejadian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku pernah kejadian kayak gini. Sebenernya aku curiga tp tetap aku transferin sambil berdoa spy td tjd apa2 dan puji Tuhan emg ga tjd apa2 hehehe.

      Hapus
  8. Iya ya, penjahat di dunia maya tuh acak aja milih korbannya, nggak nyasar yang berduit banyak aja.
    Semoga aja masyarakat kita makin melek digital ya, makin paham bahwa dunia digital itu ada celah juga yang bisa dimasuki orang-orang yang berniat jahat

    BalasHapus
  9. Sekarang ini makin banyak modus penipuan dengan akses internet, nasabah yang kudet menjadi calon korbannya. Kasihan banget sih karena kejadian teman mba Lisdha ini kayak temanku, single mother yang nabung untuk hari tuanya eh amblas gara-gara klik tautan yang dikirim ngaku-ngaku jadi adminnya salah satu bank nasional.

    BalasHapus
  10. Duh serem banget sih yaaa
    Aku baru dengar sih kata soceng atau social engineering (rekayasa sosial), metode penipuan dengan memanipulasi psikologis calon korban. ini yang kutakutkan kalau anak anak punya m banking!

    BalasHapus
  11. Phising juga rame banget. Pokoknya hati2 kalau kita suruh kirim kode OTp atau dapet pesan ngga masuk akal berbau angin surga. Soalnya kejahatan siber lagi marak dan sebagai nasabah bikah kita harus cerdas biar ngga mudah tertipu.

    BalasHapus
  12. betul banget mba.. kita memang perlu untuk selalu melek informasi dan tau apa saja yang perlu dijaga ya, termasuk data privasi dan hal penting lainnya

    BalasHapus
  13. Kejahatan siber zaman now semakin kencang bagai puting beliung. Nah, kemarin aku dapat telepon yang menginfokan bahwa aku punya tunggakan. Padahal mah aga ada. Trus katanya, jika ingin mengetahui lebih lanjut, klik X, ingin info lain klik Y dsb. Ih serem ya. Takut terhipnotis. Langsung atu tutup aja teleponnya :(

    BalasHapus
  14. Oh, aku baru tahu istilah soceng, Mbak. Hihi, mirip kemoceng emang ya 😄
    Iya mesti sering-sering disosialisasikan soal kejahatan siber ini. Modusnya makin beragam, dan masih banyak yang jadi korban :(

    BalasHapus
  15. Aduh teryata banyak juga ya contoh kejahatan siber ini mba. Dan mereka semakin merajalela. Kita semua harus lebih berhati-hati karena mereka juga makin cerdas lakukan kejahatan

    BalasHapus
  16. Mungkin krn situasi finansial org2 kebanyakan saat ini lg bermasalah apalagi setelah pandemi, jd pas ada iming2 yang berbau uang kyk jd terlena gtu yaa huhu. Emang pokoknya kalau yang berkaitan sama uang kalau ada yang too good to be true sebaiknya dipertimbangkan baik2 supaya enggak kena penipuan ya.

    BalasHapus
  17. Kejahatan siber semakin marak, harus lebih hati-hati lagi dan selalu update soal digitalisasi karena kita tidak busa menyerahkan masalah sepenuhnya pada aparat.

    BalasHapus
  18. Duh harus hati-hati nih ya mengingatkan ortu dan keluarga jangan asal klik link nggak jelas yang bisa mengakibatkan pencurian data bahkan uang di rekening hiks

    BalasHapus
  19. Harua cermat dan hati-hati banget ngadepin kejahatan siber ya.

    Saya tadi siang malah hampir kena, kayak gak sadar aja gitu ngeklik link yang dikasih penipu itu. Untung linknya link whatsapp, dan lekas sadar, kalo itu BRI palsu.

    BalasHapus
  20. Memangg sekarang marak penipuan dan sangat sangat pinter. Akuu kasian kalau menimpa orang desa yg gaptek.

    Semoga masyarakat banyak yg aware ya makk

    BalasHapus
  21. Manjadi nasabah bijak apalagi di zaman sekarang dengan segala kemudahan teknologinya memang kudu banget membuat artikel edukasi seperti kak Lis begini.
    Bisa menjadi bahan pembelajaran bagi siapa saja yang menikmati kemudahan teknologi dan diiringi dengan kesadaran dalam fasilitas mobile banking yang ditawarkan.

    BalasHapus
  22. Jadi nasabah bijak ini bukan cuma berlaku untuk orang-orang tertentu aja ya. Semua orang harus. Sekarang ini orang nekad, pinter keblinger. Ada aja celah untuk menipu. Kalo gak bijak, udah deh, kita jadi sasaran empuk ya.

    BalasHapus
  23. Menjadi nasabah bijak memang banyak manfaatnya
    Nggak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang sekitar

    BalasHapus
  24. yang sedih itu seringnya banyak para lansia yang terkna scaming ya mak. Kita padahal sudah wanti2 tapi ya namanya musibah itu mau gimana lagi.

    BalasHapus
  25. baru tahu kepanjangan soceng teh ternyata social engineering yaa heuheu waktu itu pernah membaca ada orang yang kena semacam scam gitu, terus ada ditulis soceng, oh ternyata begitu toh modus penipuan baru yaa. memang di era digital ini perlu hati hati yaa.

    BalasHapus
  26. Aku juga pernah dapat pesan dari bri itu, mbak. Tapi berhubung aku nggak ada akun bri ya kucuekin aja. Memang nih banyak banget sekarang modus penipuan ini yang mengincar uang di rekening bank kita

    BalasHapus
  27. Kalau ga punya mobile banking kayaknya jaman sekarang udah menyusahkan ya mba. Tapi ya itu tadi, kudu melek literasi keamanan perbankan. Yang paling ndrawasi tuh yang link harus diklik itu loh. Kadang penasaran pengin tau, eeeh malah bikin nangis. Semoga kita semua dilindungi dari pihak-pihak yang berusaha mencari celah dengan cara-cara tidak terpuji di atas tadi.

    BalasHapus
  28. Jadi inget penipuan yang barusan aku alami mbak. Di dunia online juga tapi beda modus. Dan benar mempermainkan emosi korban hiks. Literasi keuangan memang harus digaungkan

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)