Memang keras dan keji hukum hutan jati. Saya keluarkan buku notes kecil yang selalu saya bawa, sebuah hadiah dari ayah, ketika masuk tentara, dan mengolak-alik halaman-halaman yang bertepi kelabu-abu dan kotoran, mencari tanggal hari kala itu. Selasa..Rabu..Desember.. nanti dulu, kemarin dulu ketika..iya..lalu 22, 23..ya sekarang mestinya 24 Desember 1945, tahun yang ramai ini. Heh, mengapa 25 Desember dicetak merah??
(Natal 1945)
Saaya membaca Natal 1945 dalam “Rumah Bambu”, buku kumpulan
cerita pendek karya salah satu penceriata favorit saya, Romo YB Mangunwijaya. Pertama kali diterbitkan tahun 2000
oleh Kepustakaan Populer Gramedia, buku itu merupakan kumpulan cerpen pertama
dan terakhir Romo Mangun. Saya memiliki cetakan keempat yang terbit tahun 2003 saat
masih kuliah di Solo. Selanjutnya, Rumah Bambu menjadi salah satu buku yang
ikut kemanapun saya berpindah tempat tinggal.
Hari berlalu, sudah setengah tahun saja kami berempat tinggal di Sulawesi Selatan. Rentang waktu yang seharusnya sudah cukup untuk menjelajah berbagai tempat. Namun, pandemi Covid-19 dan ritme kerja BJ membuat banyak keinginan bepergian yang belum terlaksana. Mudah-mudahan nanti ada waktu dan kesempatan untuk menuntaskan.
Pict by edsays.catchplay.com |
Pada Agustus 2020 saya mulai terpapar virus “nonton drama
serial.” Haha, saya menggunakan istilah
virus (ada juga yang memakai kata “racun”) untuk hobi nonton drama serial.
Selain daya sebar yang cepat, juga karena tingkat serangan yang bisa sangat
hebat. Sebagian orang sampai rela menonton secara marathon. Menghabiskan banyak
waktu tanpa sadar (atau sadar sih sebenarnya ^-^).
Itu sih yang saya takutkan sebelumnya. Takut efek adiktifnya ^_^
![]() |
Danau Sidihoni - Samosir (gambar hanya pemanis😀) |
Jodoh kompos. Rrrrr, gabungan kata yang tidak familiar
bukan? Dua kata yang terasa dipaksa untuk disandingkan. Seperti pengantin yang
dijodohkan tanpa persetujuan. Hahaha, apa’an siiiiiih....
Postingan kali ini masih rangkaian dari praktikum the series. Sebelumnya saya sudah menulis tentang membuat MOL dari Limbah Dapur,
disambung Membuat Lubang Biopori Sederhana. Nah, tulisan tentang kompos akan
menutup tulisan tentang pengelolaan sampah rumah tangga ala DW.
Hallooo, dalam
artikel sebelumnya, saya menulis tentang mengelola sampah rumah tangga ala DW.
Belum sepenuhnya ideal memang. Namun, dengan konsistensi sejauh ini, saya sudah
cukup seneng sih. Sebab, saat hendak memublikasikan tulisan itu, sebenarnya
saya agak ragu. Khawatir hanya semangat jangka pendek saja. Mudah-mudahan ya, bisa tetap konsisten.
Saya menulis
pembuatan lubang biopori dan membuat kompos sederhana sebagai upaya untuk
mengelola sampah basah. Ternyata, duet ini sangat efektif dalam mengurangi
volume sampah organik dari rumah. Oh ya, saya bikin MOL (cairan MikroOrganisme Liar)
juga sih. Volume sampah untuk membuat MOL memang tidak seberapa. Namun, cairan MOL sangat membantu dalam proses pembuatan
kompos. Jadi harusnya bukan duet tapi trio ya ..
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons