Arisan, Tawaran, dan Entah Apa Saja Namanya.

Dollar, Bank Note, Banknote, Currency
Ilustrasi uang. di Amrik ada arisan gak ya?^-^ (pixabay)


Sebenarnya ini sempat jadi bagian tulisan trigger post saya di #KEBCollabwriting. Karena terlalu panjang, ini jadi bagian yang dipotong. Cukup panjang  dan ternyata satu cerita tersendiri. Dibuang sayang. Saya post di sini aja deh, buat #updateblog.

Di trigger post, saya cerita soal arisan. Saya sendiri bukan penggemar arisan. Jadi, tentang jenis-jenis arisan, kebanyakan saya sekedar tahu aja. Nggak sampai paham benar bagaimana cara mainnya. Namanya arisan hare gene kan nggak cuman kumpulin uang lalu kocok secara bergilir. Banyak banget skema arisan yang kadang perlu mengerutkan kening untuk paham cara kerjanya.


Meski bukan penggemar arisan, bukan berarti saya sama sekali nggak pernah ikut arisan sih. Semasa tinggal di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, saya beberapa kali ikut arisan. Ikutnya bukan karena keinginan, tapi karena lingkungan dan pertemanan. Alasan yang lazim dalam arisan yak. Nggak enak kalau nggak ikutan karena yang ngajak teman dekat.*kurang teguh pendirian nih LOL*

Arisan pertama yang saya ikuti adalah arisan ibu-ibu lingkungan. Nama arisannya Ina Saroha. Dalam Bahasa Batak, ina berarti ibu/wanita, sedangkan saroha artinya sehati/sepakat. Saat itu, saya -si Jawa ini, memang tinggal di lingkungan Batak. Arisan uang bukanlah agenda utama, sekedar pemanis kumpul-kumpul saja. Uangnya nggak besar, sekedar cukup untuk biaya konsumsi. Makanya, penentuan tuan rumah arisan ditentukan dari hasil kocokan.

Kegiatan yang paling sering adalah latihan koor untuk nantinya tampil di pesta pertunangan/pernikahan keluarga anggota. Maklum, banyak ina-ina yang sudah senior. Jadi sering ada pesta mantu dan kami ikut menyumbang koor di gereja. Berhubung saya nggak bisa nyanyi (beneran falssss banget-banget-banget), ya ngikut-ngikut aja lah. Toh bukan lomba paduan suara hahaha. Kalau lagunya berbahasa Indonesia, masih lumayan perjuangan menyanyikannya. Tapi kalau pas lagunya berbahasa Batak, alamat perjuangan ganda untuk menyanyikannya. Nyanyi aja susah, apalagi nyanyi bahasa yang nggak kita pahami hihihi.

Saya juga sering nggak bisa mengikuti obrolan saat arisan karena banyak menggunakan bahasa daerah. Bertahun-tahun tinggal di Siantar, saya nggak bisa Bahasa Batak. Huh! Padahal saya tinggal di lingkungan native speaker lhooo...memang pembelajar yang lambat! Ya udah, saat mereka ngobrol panjang dan cepat, saya cengo sendiri. Paling paham dikit-dikit. Kalau bener-bener blank, tanya sama sebelah, “tadi maksudnya apa Kak?” *LOL*   

Arisan lain yang saya ikuti lazim dikenal dengan nama tawaran. Mungkin disebut tawaran karena penentuan anggota yang mendapat arisan tidak berdasarkan kocok nama, melainkan berdasarkan penawaran. Siapa mengajukan tawaran paling tinggi, dialah yang akan mendapatkan arisan.

Lho apa yang ditawarkan? Mungkin demikian pertanyaan emak-emak yang belum kenal arisan model ini.

Saya dulu juga bingung, bagaimana sih mekanisme arisannya. Sempat dijelasin tapi nggak ngeh juga detailnya. Ya udah deh, learning by doing (tsaaa). Toh bukan uang (se)gede (gaban) dan pesertanya emak-emak yang sama-sama kenal aja.  Dalam tawaran, putaran pertama selalu diberikan untuk ketua arisan (belum berlaku tawaran). Itu artinya, sepanjang putaran arisan, ketua hanya membayar sebesar pokok yang telah ditetapkan.  Ketua arisan juga akan mendapatkan uang jasa setiap kali penarikan arisan. Besaran uang jasa untuk ketua dan rentang waktu tawaran disepakati bersama.

Berbeda dengan putaran pertama, putaran kedua dan seterusnya sudah berlaku tawaran. Penentuan pemenang arisan bukan berdasarkan kocokan melainkan jumlah tawaran. Peserta  yang ingin dapat arisan harus mengajukan tawaran pada ketua arisan, yakni sejumlah uang di luar besaran pokok arisan. Jika peserta yang mengajukan tawaran lebih dari satu, maka penawar tertinggi-lah yang akan menjadi pemenang arisan. 

Di bulan selanjutnya (dan hingga selesai putaran), pemenang arisan itu harus membayar pokok arisan ditambah jumlah uang yang dia tawarkan. Pokok arisan plus tambahannya akan diberikan pada anggota yang mendapat tawaran di bulan tersebut. Demikian terus dilakukan hingga putaran arisan selesai. Terkecuali di putaran terakhir, saat hanya tersisa satu peserta yang tidak perlu lagi menawar.Oh ya, aturannya tawaran diajukan secara tertutup (rahasia) hanya kepada ketua. Setelah semua tawaran masuk, barulah nanti dilihat siapa penawar tertinggi. Semacam lelang gitu lah ya...

Sebagai contoh, saya paparkan ilustrasi di bawah ini. Biar mudah, pesertanya enam orang dan periode per bulan. Fakta : sepertinya nggak mungkin banget tawaran pesertanya cuman enam. Periode tawaran juga variatif berdasar kesepakatan, ada lho yang mingguan.

Pada ilutrasi ini, ketua A dan peserta B,C,D,E,F. Pokok arisan Rp 100.000/bulan


  • Bulan 1, jumlah setoran 6 x Rp 100.000 = Rp 600.000 (ditarik oleh ketua, A). 
  • Bulan 2, misal dua anggota mengajukan tawaran, B Rp 25.000 dan C 26.000. Maka C mendapatkan arisan sebesar Rp 600.000 dan selanjutnya harus membayar Rp 126.000 tiap putaran.
  • Bulan 3, tiga anggota mengajukan tawaran, B Rp 25.000, D Rp 26.000, E Rp 27.000. Maka E mendapatkan arisan sebesar Rp 500.000 + Rp126.000 = Rp 626.000 dan selanjutnya harus membayar Rp 127.000 tiap putaran. 
  • Bulan 4, dua anggota menawar,  B Rp 28.000 dan F Rp 24.000. Maka B mendapatkan arisan sebesar Rp 400.000 + Rp 126.000 + Rp 127.000 = Rp 653.000 dan selanjutnya membayar Rp 128.000 tiap putaran.   
  • Bulan 5. Hanya satu anggota menawar, F sebesar Rp 20.000. Maka F mendapatkan arisan sebesar Rp 300.000 + Rp 126.000 + Rp 127.000 + 128.000 = Rp 681.000. 
  • Bulan 6. Hanya tersisa satu anggota yakni D yang akan mendapatkan arisan sebesar Rp 200.000 + Rp 126.000 + Rp 127.000 + 128.000 + Rp 120.000 = Rp 701.000 (praktiknya sih kalau bulan terakhir, peserta terakhir nggak perlu bayar arisan, kan sudah jelas dia yang dapat).

Arisan seperti ini cukup populer di sana. Jadi terasa sebagai hal baru buat saya yang dulunya enggak pernah ikut arisan. Entah kapan dan bagaimana bermulanya, saya nggak tanya-tanya. Mungkin model ini populer karena praktis (nggak perlu aneka berkas seperti investasi resmi) dan mudah dipahami.  Selain itu, ada pengembangan dana dari jumlah yang disetorkan (terutama untuk yang dapat arisan di putaran akhir).  Sementara, bagi yang menawar di depan, mereka merasa dapat pinjaman tanpa ribet dan bunga relatif lunak. 

Dalam satu tawaran, satu anggota boleh saja mengambil beberapa nomor. Selain itu, banyak saya temui, satu orang ikut beberapa kelompok tawaran. "Perang sengit" tawaran biasanya akan terjadi di saat hari raya/anak masuk sekolah. Maklum, banyak orang butuh dana ekstra.

Apakah arisan seperti itu aman? 

Jelas tidak. Sebab hak dan kewajiban anggota hanya berdasarkan pada kepercayaan. Sama sekali tidak ada landasan hukum sebagai perlindungan jika terjadi masalah. Dalam satu arisan yang saya pernah ikuti, ketua arisan pernah dibikin panas dingin ketika pembayaran salah satu anggota  tersendat karena ada masalah keluarga. Namanya ketua, kan harus tanggung jawab. Untuk meminimalisasi kerugian, ketua akan screening anggota. Pun sebaliknya, saat mau ikut arisan, calon anggota bisa lihat siapa ketuanya dan siapa saja yang ikut. Arisan model ini bukan untuk silaturahmi tetapi lebih cenderung pada kredit/investasi.

Cerita “horor” yang pernah saya dengar, beberapa tahun lalu ada ketua yang sampai jual rumah gara-gara arisannya bermasalah. Katanya sih, ketua dan para pesertanya sesama pegawai sebuah pabrik. Tapi, saat arisan masih jalan, pabrik melakukan PHK massal. Akibatnya, banyak peserta yang kesulitan bayar tawaran (padahal sudah duluan dapat), atau peserta pindah kota dan nggak mau tanggung jawab. Di sisi lain, peserta yang belum dapat menuntut putaran arisan terus berjalan.

Di kasus ini, ketua yang jadi korban. Dulu enggak dengar sih cerita, ketua kabur dan peserta yang jadi korban. Mungkin ada sih kasus begitu, tapi saya nggak tahu. Beda dengan arisan zaman online ini. Kasus yang sering saya dengar malah sebaliknya. Ketua alias bandar kabur melenyapkan diri. Sementara sekian banyak anggota-nya bingung, marah, merutuk, dan menyesali diri. Saya sih, daripada gimana-gimana, mending nggak ikutan.

Bagaimana dengan teman-teman? Apakah juga punya cerita arisan?



 


3 komentar untuk "Arisan, Tawaran, dan Entah Apa Saja Namanya."

  1. Baru tahu soal arisan penawaran, terus aku jadi inget arisan motor, harga motor misal 12 juta, perbulan 200 kali 3 tahun, kan 12 juta kurangin 7,6... Harusnya bayar kekurangan kan, tp kalo mau dapat duluan ya bayarnya lebih dr kekurangan... Kecuali kalo gg ada yg mau ya dikocok dan bayar cuma kekurangan doang...

    BalasHapus
    Balasan
    1. pernah dengar juga arisan motor semacam itu. tapi ga tau detail itungannya. Hihihi, macem2 banget ya mak skema arisan kekinian :)

      Hapus
  2. Arisan kantor itu cukup riskan, karena si teman bisa minggat kapan aja. Yang aman memang arisan keluarga sih. So far saya udah lama nggak main arisan. Saya baru tau ttg arisan penawaran dan mumet juga ya sistemnya, haha...

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)