Menunggu "Lahiran" Si Gigi Bungsu

pic : www.countydentalcare.com


Meski sepertinya tidak menimbulkan keluhan berarti, tapi aku jadi kepikiran juga soal si gigi bungsu. Apalagi, ketika dua hari berturut-turut aku merasa pusing di kepala bagian belakang, tepatnya di daerah sekitar tengkuk. Kemarin-kemarin, paling-paling aku berpikir, “ah masuk angin” atau “kurang darah”. Sejak si bungsu tampak, jadi tambah item dugaannya, yakni “mungkin karena gigi bungsu nih.”



Aku belum periksa dokter sih. Tapi aku browsing soal gigi bungsu ini. Duuh, terjembreng deh sekian informasi  yang bikin aku makin yakin untuk kembali menjalani operasi bedah gigi. Oh ya, sebelum lanjut, dalam bahasa bule, gigi bungsu disebut wisdom theeth. Konon, karena gigi bungsu tumbuh di usia dewasa, di saat manusia sudah bisa berpikir bijaksana. Hihihi...apa karena aku lambat bijaksana, maka gigi bungsuku pun ogah tumbuh dengan bijaksana? Hahaha.

Menurut penjelasan Drg Djoko Micni,SpBM,FICOI yang aku kutip dari www.dentiadental.com , gigi bungsu yang bermasalah bisa menimbulkan berbagai penyakit lanjutan, seperti :
  • Pericoronitis, yakni infeksi pada gusi. Bila tidak segera ditangani, infeksi bisa menyebar ke leher atau tenggorokan.
  • Crowding/gigi berjejal. Ini terjadi jika pertumbuhan gigi bungsu mendorong gigi di depannya dan mengakibatkan pergeseran gigi-gigi lainnya. Seperti nonton konser di kelas festival aja yaa. Penonton yang datang belakangan, memaksa masuk dan mendorong penonton yang sudah duluan di dalam. Kalau di konser musik, penonton yang didorong bisa ngamuk-ngamuk. Kalau di gigi, mana bisa begitu ya kan...palingan si empunya gigi yang ngamuk-ngamuk karena gigi jadi nggak rapi.
  • Gigi berlubang. Posisi gigi bungsu yang sulit dijangkau sikat gigi menjadikan gigi tersebut berlubang. Ini nih problem di aku.
  •  Merusak gigi depannya. So far, sejauh terlihat dan terasa, gigi depan si gigi bungsu sih masih baik-baik saja. Tapi entah nanti kalau dilihat oleh dokter. Bisa jadi sudah ada kerusakan kecil atau bakal kerusakan karena dia berdampingan dengan si bungsu yang sudah bolong.
  •  Infeksi pada tulang sekitarnya. Hidiih..baru baca saja sudah ngeri.
  • Kista tulang gigi dan syaraf. Selama ini, kalau dengar kata “kista”, pikiranku langsung terkoneksi dengan “penyakit seputar rahim.” Kista memang sering banget disebut dalam pembahasan soal itu kan. Tapi ternyata ada juga kista yang berkaitan dengan gigi. 
  •  Tumor/karsinoma.

Soal gigi bungsu ini ternyata merupakan salah satu poin kontroversi dalam pembahasan teori evolusi. Haha, pasti bukan info baru yaaa....aku saja yang baru tahu. Atau aku lupa? Mana tahu beberapa dekade lalu menerima info ini dalam pelajaran biologi? Coba si bungsu tak kembali bermasalah, mungkin aku selamanya tidak akan tahu atau selamanya tidak ingat alias lupa.

Dalam teori evolusi, disfungsi gigi bungsu merupakan salah satu tanda evolusi manusia. Menyusutnya ukuran rahang yang menyebabkan berbagai kesulitan seputar gigi bungsu merupakan bukti evolusi. Dulu makanan manusia berukuran besar, mentah, dan keras. Selanjutnya, manusia mengenal proses memasak yang menghasilkan makanan dalam ukuran lebih kecil dan lebih lunak. Dalam perkembangan manusia saat ini, gigi bungsu dianggap organ sisa (vestigial) yang tidak lagi punya fungsi. Sebab itu, pencabutan gigi bungsu bukan merupakan masalah.

Sementara, bagi penentang teori evolusi, persoalan gigi bungsu lebih dikarenakan perubahan budaya makan yang tidak lagi menuntut fungsi gigi bungsu. Menurut penentang teori evolusi, meski saat ini makanan manusia cenderung lebih mudah dimakan, gigi bungsu tetap punya fungsi mengunyah. Gigi bungsu tidak bisa dianggap organ sisa yang tidak berguna.

Berhubung aku tidak punya banyak referensi dan pengetahuan tentang kedua pendapat itu, aku tidak akan turut dalam pro-kontranya. Yang jelas, dalam hal gigi bungsuku, aku sih lebih suka untuk diambil (bedah-cabut) daripada didiamkan saja. Kalau si gigi tidak bikin sakit atau potensial bikin sakit sih tak masalah dia mau bertapa selamanya di dalam rahangku. Masalahnya, dulu si gigi bikin pusing. Sedangkan sekarang, si gigi sudah bolong. Kalau kata lagunya Opa Meggy Z, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Ah, kalau aku sih lebih baik enggak dua-duanya.

Lagipula, aku sudah dua kali operasi bedah gigi. Jadi sudah ada bayangan-lah bagaimana itu operasi bedah gigi. Terlebih gigi yang sekarang sudah nongol sedikit. Beda dengan yang dulu di mana gigi benar-benar masih di kedalaman gusi.  Aku menduga, operasinya bakalan lebih simpel daripada yang dulu. Tapi ini jelas dugaan awam. Diagnosa dokter bisa jadi berbeda. Siap-siap saja.

Tempo hari saat browsing, aku dapat artikel (yang aku lupa bookmark link-nya) bahwa operasi bedah gigi bungsu termasuk dalam fasilitas BPJS. Lalu, aku datang ke klinik pratama tempat BPJS-ku terdaftar. Di klinik itu tidak ada layanan dokter gigi. Tapi aku bisa minta rujukan ke rumah sakit yang bekerja sama dengan klinik tersebut. Menurut staf klinik, layanan gigi untuk BPJS di rumah sakit hanya di hari tertentu.     

Hedeew...hari aktif pulak. Padahal, pengalaman dulu, operasi gigi begini jelas butuh waktu khusus. Aku sih cuma mikir bagaimana nanti duo krucil, Ale dan Elo. Maunya sih operasi bisa pilih di akhir pekan (saat BJ libur kerja). Jadi, saat aku bedah, Ale dan Elo bisa sama bapaknya. Plus, besoknya Ale libur sekolah. Terbayang sih, bengkak dan nyeri pasca operasi. Tapi mendingan dilakukan operasi daripada nanti ada akibat lanjutan yang lebih menyakitkan.

Aku ngomong ke BJ soal BPJS, dan doi bilang kenapa nggak pakai asuransi satunya saja? FYI, kantor BJ pakai tiga sistem pembayaran biaya pengobatan, yakni asuransi swasta, BPJS, dan reimburse. Aku tanya BJ, apa bisa pakai asuransi yang itu (tahun ini sedang pakai asuransi Astra). BJ juga tak tahu pasti, jadi dia kasih aku buku panduan asuransi dari kantor.

Berhubung aku tak mendapat penjelasan detail dari buku, aku memutuskan telepon call centre. Ternyata bedah gigi bungsu termasuk dalam list tindakan yang ditanggung. Syaratnya hanya satu, yakni operasi dilakukan di rumah sakit, bukan di klinik. 

Hmmh... tinggal cari referensi nih. Rumah sakit dan dokter di Medan yang rekomended buat operasi si bungsu ketigaku ini. Plus, kalau bisa rumah sakit yang melayani operasi saat week-end. 

Kalau dalam hal anak, bungsu itu cuma satu. Ada sih bungsu yang kembar. Tapi pasti lebih banyak populasi bungsu tunggal daripada kembar kan? Kalau di gigi, bungsu itu kembar empat. Dan aku mau “lahiran” bungsu ke-tiga. Hhhm...rupanya, gigi-gigi bungsuku punya cerita yang sama dengan anak-anakku, Ale-Elo. Mereka tak bisa lahir normal tetapi mesti lewat operasi.

Bagaimana dengan teman DW? Mudah-mudahan tidak ada masalah dengan si bungsu ituu yaaa...

Related post :

2 komentar untuk "Menunggu "Lahiran" Si Gigi Bungsu"

  1. Bedah gigi?

    Aduh..jadi serem deh.., aku cabut gigi aja gak pernah...

    Jadi rajin goyang2..lama2 copot.

    Katanya cabut gigi atas itu resiko kena syaraf mata...

    BalasHapus
  2. pengennya juga nggak pake bedah2 sih mbak nov. Tapi si gigi nggak mau muncul ke atas, jadi nggak bisa diajak goyang :)

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)