Pengalaman Pertama Membeli Saham

Pic : www.gastag.net


Hallo teman DW, sebenarnya masih ada beberapa bahan untuk posting #cemud alias cerita mudik. Tapi karena sudah terlalu lama, malah saya bosen sendiri.  Sekarang posting tentang yang lain dulu. Kali ini mau cerita tentang saham. Mudah-mudahan ada manfaat buat teman DW yang saat-saat ini lagi menimbang-nimbang buat menjajal investasi saham.



Widih...sahaaam. Berasa sarana investasi yang “tinggi” banget, yang rumit banget, yang gambling banget, yang duit gede banget. Pastinya yang “nggak bisa aku lakukan banget”. Teman DW pernah merasa begitu nggak? Kalau saya sih pernah. Kalau temen DW klik menu keuangan di blog ini, cerita tentang investasi hanya baru sebatas deposito, unit link, dan reksadana. Hhhm..padahal unit link dan reksa dana kan berhubungan dengan saham.


Tapi dulu kalau dengar kata saham, maka bayangan saya adalah deretan komputer dengan orang-orang yang serius menatapnya. Nggak ada ketawa-ketawanya saking seriusnya menatap grafik di layar. Juga wajah-wajah stres ketika dibilang “pasar uang anjlok”. Hihihi, gambaran itu kan yang lebih sering tampak di media. Saya belum pernah ketemu berita foto yang menampilkan wajah investor atau trader saham lagi lompat atau ketawa girang karena dapat untung banyak. Bad news is a good news...indeed.


Pokoknya, saham adalah sarana investasi yang –karena tampak rumit dan padat dana- nggak bakalan bisa saya lakukan. Maka itu, saya hanya tersenyum kecut ketika sekitar 1,5 tahun lalu (saat saya datang ke Indopremier -salah satu perusahaan sekuritas- buat ngurus akun reksadana),  staff-nya bilang : “kenapa ibu nggak langsung nabung saham saja?”

Bllrrppp....nabung saham? Nabung reksadana saja ilmunya masih remang-remang (setidaknya sudah meningkat sedikit daripada gelap gulita). Tapi ternyata pertanyaan beliau itu jadi pemantik saya untuk belajar saham. Apalagi, saat berselancar untuk menambah informasi soal reksadana, saya sering ketemu artikel-artikel edukasi tentang saham. 

Ya sih, pening juga saat-saat pertama baca artikel tentang saham. Istilah-istilahnya itu lhooo..ekonomik banget (ya wajar lah, yang aneh adalah kalau artikel saham pakai idiom-idiom olahraga wkwkwk). Sedikit tertolong karena sebelumnya sudah menabung reksadana. Toh, tetap mesti pelan-pelan bacanya dan masih lebih banyak nggak ngertinya daripada pahamnya. Itu benar-benar seumpama masuk ke hutan belantara dengan bekal pengetahuan tetumbuhan ala kadarnya.


Tapiiii, banyak kok artikel dengan bahasa yang mudah dipahami murid baru nan unyu-unyu seperti saya #eh. Terlebih, sekitar tiga bulan ini saya tercemplung ke sebuah grup WhatsApp para investor dan trader saham. Dibandingkan forum yang ada di internet, grup WhatApps jelas lebih cepat interaksi tanya jawabnya. Ya sih, sejauh ini masih banyakan jadi silent reader saja. Soalnya juga masih sering nggak ngerti, apa sih yang mereka obrolin. LOL

Persepsi Baru 

Tapi, dari pembelajaran yang masih banyak nggak tahu-nya ini, persepsi saya tentang saham sudah berubah :

Pertama, menabung saham bisa dilakukan dengan nominal ratusan bahkan puluhan ribu saja. Kalau dulu aturan membeli saham adalah (cmiiw) minimal 100 lot (1lot = 100 lembar), maka sekarang membeli saham bisa mulai dari  1 lot saja.


Kedua, banyak saham berasal dari perusahaan-perusahaan yang akrab dengan keseharian kita. Kalau saya menyebut brand Unilever, Mayora, Telkom, BRI, Astra.... nama-nama yang tak asing kan? Bahkan, saya dan teman DW mungkin pengguna setia jasa atau produk mereka.

Ketiga, menabung saham sangat fleksibel baik dari segi waktu maupun tempat. Di era online ini, nabung saham bisa dilakukan melalui aplikasi online. Jadi bisa dilakukan di mana saja (asal ada koneksi internet) dan kapan saja (asal uang uang buat beli saham, tentunya).

pic : www.aktual.com

Keempat, beli-jual saham tidak selalu identik dengan aktifitas trading yang memang sehari-harinya melakukan transaksi (bagi level mereka, ada yang menjadikan trading for living). Untuk saya yang emak-emak biasa ini, partisipasi dalam pasar saham bisa dilakukan dengan menjadi investor jangka panjang. Jadi nggak harus tiap hari mantengin grafik pergerakan harga saham.


Kelima, menabung saham memang berisiko tinggi. Tapi risiko itu bisa kita minimalisasi dengan memilih saham-saham yang bagus.

Keenam, dalam persepsi saya dulu, saham itu investasi yang maskulin. Maksudnya, dunia saham adalah dunia laki-laki. Ehh...ternyata saya salah besaarrr. Sekarang banyak lho emak-emak yang berkecimpung di pasar saham. Hihihi, ternyata saya juga masih terbatasi oleh persepsi gender yak :D

Ketujuh, ini nih yang menarik, investasi saham memberikan potensi yang sangat tinggi dibandingkan berbagai sarana investasi lain. Tentu harus diingat ya : high return, high risk. Paling tidak, saham adalah investasi yang diizinkan dan diawasi oleh otoritas jasa keuangan (OJK). Jadi jelas bukan investasi odong-odong.

www.sahamok.com


Poin 1-3 membuat saya berpikir, hmmh sepertinya boleh juga menjajal nabung saham. Kalau di reksadana saya membeli saham-saham yang sudah diramu sama Manajer Investasi, maka pada investasi saham, saya beli langsung dari produsennya. 


Berhubung sudah punya akun reksadana, saya nggak perlu lagi bikin akun khusus untuk transaksi saham. Kadang, saat login ke akun sekuritas, saya coba buka menu transaksi saham. Meski bukan tampilan realtime, tapi setidaknya sudah bisa jadi gambaran.

Jadi, sebenarnya saya sudah punya hal-hal dasar (banget) yang diperlukan untuk mulai nabung saham. Tool sudah ada, akun juga sudah ada. Soal dana, ada-lah uang kalau buat beli barang satu lot dua lot. Banyak saham yang katanya bagus tapi harganya masih terjangkau. Seperti tadi saya bilang, nabung saham itu bisa dari ratusan bahkan puluhan ribu sajooo!!! Nggak mesti uang juta-juta apalagi miliar-miliar.

Meski demikian, saya nggak langsung eksekusi beli saham. Rrrrrrrrr.... mencoba hal baru, tetap saja ada rasa ragu. Bukan ragu mengenai potensi dan keamanan investasinya, tapi entah deh ragu karena apa. Maju-mundur, maju-mundur..begitu terus. Salah satu artikel yang bener-bener menyemangati adalah tulisan mbak Fioney Sofyan tentang anaknya yang mulai usia 11 tahun sudah biasa melakukan trading saham secara berkala. Hiks...sebelas tahuunn. Itu usia saya berapa dekade yang lalu yah? :D



Sampai Desember tahun lalu (2017). Di suatu pagi yang cerah (apa seeh, perlu banget nyebut soal cuaca), saya login ke akun sekuritas. Udah deh, kalau mau coba beli ya coba aja. Percuma juga baca-baca sampai pening kalau nggak ada aksi. Demikian kata hati saya galak memerintah. Eh..saya deg-degan lho teman-teman. Norak banget yaa hahaha. Tapi, akhirnya berhasil juga menyelesaikan satu transaksi pembelian saham. 

Di forum-forum saham sering ada yang merendah dengan kalimat “apalah saya, baru beli satu lot dua lot saja.” Kalau di saya, kalimat ini bukan untuk merendah, tapi fakta! Pembelian pertama saya adalah 1 lot saham Telkom seharga 400 ribuan. Coba deh, buat ngemall atau jalan-jajan, uang segini mah apa tuh? Tapi ternyata sudah bisa buat nabung saham. 

pic : www.yuknabungsaham.idx.co.id
Yeiiiiyeiiyeii...akhirnya terlaksana juga mencoba beli saham. Yes-yes-yes. Joged-joged, guling-guling, koprol-koprol.  Pasar saham lumayan "ramah". Buktinnya beli satu lot saja dilayani. Coba kita datang ke bank buat nabung 100-200 ribu. Sekalipun si mbak staff tetap tersenyum ramah, tetapi tetap saja malu dalam hati hihihi.


Hhhmm...jadi nggak perlu keder lihat para miliarder dan triliuner di pasar saham. Asal harganya cocok, investor kelas cucu-cicit teri pun tetap dilayani kok oleh sistem pasar saham. Yes of course, ini hanya langkah bayi. Mau tambah pintar seperti para pakar atau tetap di level cakar, tergantung bagaimana selanjutnya saya belajar, ya kan.. Tapi setidaknya, saya sudah berani melakukan langkah pertama. 

Bagaimana dengan teman DW?

*Terima kasih untuk semua penulis artikel tentang saham, yang tidak bisa saya tulis satu-persatu, yang telah membuat saya berani melakukan langkah kecil ini*

16 komentar untuk "Pengalaman Pertama Membeli Saham"

  1. saya belajar saham 2015 mbak, dan mulai jadi matang secara emosional dan pengetahuan baru tahun ini. 2 tahun saya jalani itu maj mundur, penuh ketidak pastian karena saya newbieee banget..

    seiring berjalannya waktu saya belajar lebih banyak, dan saham itu asyik.

    kalau instrumen lain saya ada emas dan unitlink. pengen nyoba reksadana, tapi agak ragu2 karena seolah2 downgrade karena saya udah duluan kecemplung d dunia saham.

    tapi ga apa deh, nanti kalau ada kesempatan sama belajar reksadana juga, dont put eggs in one basket, nah ituhhh...

    emak2 keren lahhh udah nyaham

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo mas sabda. Td saya berkunjung ke blog anda, waah keren sharingnya. Tapi ternyata mas sabda juga sempat maju mundur juga yaa...trims komentarnya. Nambah semamgat saya utk belajar saham

      Hapus
    2. Dulu emak2 keren itu nganyam yaa.. sekarang emak2 keren nyaham.. hahaha..

      Setuju nih sama mas Sabda, "Don't Put Eggs in One Basket!"


      Salam Kenal mas,
      Dinul Haq

      Prudential Syariah
      PrudentialSyariah.com

      Hapus
  2. Mbak...step by step utk belajar saham gmn caranya? Udah pernah ditulis di nlog ini atau mhkin ada referensi bagi pemula yg ingin belajar mengenal saham...Tks

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo mas emka, saya belajarnya malah nggak jelas stepnya haha. Tp mungkin bisa dimulai dg membaca2 artikel saham utk pemula. Banyak ebook di inet. Juga bisa ikut prlatihan offline utk pemula, misal yg digelar oleh BEi (saya belum pernah ikut sih). Kalau seminar online, besok saya posting yaa...minggu lalu saya barusan ikut

      Hapus
    2. Siap...tks mbak, btw blog ini gak ada tombol berlangganan via email yaa

      Hapus
  3. Aku belum pernah beli saham nih mbak... Baca ini jadi pengen beli saham...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuuk mbak amallia. Learning by doing ajah :)

      Hapus
  4. Waaaw, 11 tahun sudah nabung saham.. Bakal berasa banget nanti hasilnya pas udah gede ya.. Aku sama suami juga tertarik buat nabung saham mba, tapi belum mulai, nih.. Memilih saham yang bagus itu kayak gimana ya? Kayaknya mesti punya banyak referensi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba..berasa jd tua bgt ya baca usia 11 hahaha. Saya juga blm bisa analisa sendiri..msh cari aman dg beli saham bluechip

      Hapus
  5. Wah makin keren aja nih mba Lis, mainannya saham sekarang yaa.. cetaaaar.. hahaha..

    Saya dulu sempat niat doang ikut main, tapi kurang modal dan kurang ilmu.. jadinya ya, buat referensi masa depan! :D


    Best Wish,
    Dinul Haq

    Prudential Syariah
    PrudentialSyariah.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Modal 400rb dah bisa bikin cerita ini ya mas dinul haha. Jd juga msih keder lah kalau jadi trader.

      Hapus
  6. Iya benar mba. investasi saham terdengarnya maskulin ya hehehe
    Wah saya jadi pengen nyoba nih.. Selama ini masih belum berani menerima resiko nya (",)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yok coba mba glen. Buat simpang jangka panjang :)

      Hapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)