[Mengatasi Ketakutan Kecil #3] : Setrika



Ini seri terakhir dari tulisan Mengatasi Ketakutan Kecil. Kalau sebelumnya tentang mengatasi ketakutan terhadap belut dan cacing, sekarang –seperti pada judul- pada setrika. Eeeemmm, mungkin tepatnya bukan takut sih, melainkan trauma. Tapi apapun istilahnya, intinya kan berhubungan dengan rasa takut #maksa.

Ini sebenarnya justru cerita yang lebih duluan daripada belut dan cacing. Sebab, trauma pada setrika ini saya alami waktu masih kecil. Sekitar akhir SD atau SMP gitu deh (lupa tepatnya). Yang pasti nggak kecil-kecil amat karena saya sudah bisa setrika baju. Juga saat itu, sudah pakai setrika listrik, bukan setrika ayam jago. Saya masih sempat lho mengalami zaman setrika ayam jago. Setrika yang berat dan pakai arang. Kalau mau setrika harus harus kipas-kipas arang ala tukang sate hehehe. 


Hasil gambar untuk setrika listrik tidak otomatis
pic : www.prinsipkerja.com

Mungkin saat itu di kota-kota sudah pada pakai setrika listrik sih ya.. Tahun berapa sih setrika listrik ditemukan? #MalesBrowsing :D. Masalahnya di kampung saya, listrik baru masuk –kalau tidak salah- akhir dekade 1980-an gitu deh. Jadi kalaupun saat itu sudah ada setrika listrik, di kampung kami kaga bakalan fungsi.

Setelah listrik masuk desa, bisa deh gegayaan pakai setrika listrik. Kemajuan besar nih, nggak perlu kipas-kipas, juga nggak ada risiko kotor karena arang dan abu. Bobotnya juga nggak seberat setrika ayam jago meski tak seringan setrika masa kini. Perbedaan vital dengan setrika modern adalah tidak adanya pengatur suhu otomatis pun tombol pilihan derajat panas. Jadi kalau sudah terlalu panas, mau nggak mau harus lepas kabel dari colokan.

Nah, cerita bermula ketika listrik-tak-otomatis kami rusak. Entah rusak bagian apanya –saya nggak paham soal setrikaan, pun perkakas elektronik lainnya. Kerusakan itu tidak saya sadari ketika hendak menggunakannya. Yang jelas, ketika tangan saya tak sengaja menyentuh permukaan atas setrika, saya tersetrum arus listrik dengan tegangan cukup tinggi!

Kaget! Gemetaran! 

Temen-temen yang pernah kesetrum tegangan cukup tinggi pasti ngerti. Bagaimana reaksi kita kalau kesetrum. Masih beruntung saat itu nggak jadi gosong dan rambut njebrak ke atas kayak sapu lidi terbalik :P. Masih lebih beruntung lagi karena : SELAMAT. Tegangannya  mampu bikin syok tapi tidak cukup untuk mencabut nyawa :D

Tapi efeknya tidak berhenti sampai di situ saja. Saya jadi takut menyetrika. Padahal, setelah kejadian itu, setrika dibawa ke tukang servis  dan teruji tidak nyetrum lagi.  Tapi traumanya nggak ilang-ilang. Sayangnya saya bukan putri raja yang apa-apa serba dilayani. Baju-baju mesti setrika sendiri. Awal-awal-awal, emak dan kakak masih baik hati. Lama-lama, “urusin bajumu sendiri!”

Jadi, mau tak mau ketakutan itu harus dilawan. (Eh jadi ingat Wiji Thukul, Hanya Satu Kata : LAWAN!) Trik aneh dan lucu kalau diingat-ingat adalah, memegang-megang si setrika saat belum dicolokkan.  Lalu mengusap-usapkan permukaan bawah setrika (yang masih belum dicolokkan) ke tangan, leher, dan wajah. Just to make sure kalau benda itu nggak nyetrum. Ya jelas nggak bakalan lah, kan belum dicolokkan ke listrik!

Itu baru langkah pembukaan (tapi sudah makan waktu). Last step adalah mencolokkan kabel ke listrik lalu saya menyentuh permukaan atas  setrika (dekat pegangan) secepat mungkin. Kalau nggak nyetrum, baru deh lanjut nyetrika. Tapi sejauh itu, ya memang sudah nggak nyetrum lagi. 

Lupa sih, ritual wajib di atas saya lakukan sampai berapa lama. Lucu saja kalau diingat-ingat. Entah berhubungan dengan kejadian itu atau tidak, dari sederet pekerjaan domestik, saya paling ogah menyetrika.  Saking ogahnya, sewaktu kuliah dulu, saya sampai berjanji, nanti kalau sudah kerja dan punya duit sendiri, saya nggak bakalan mau setrika lagi.
Hihihi, bilang saja malesss :P




6 komentar untuk " [Mengatasi Ketakutan Kecil #3] : Setrika"

  1. Ceritanya pernah kesetrum ya..hehe

    Memang, terkadang trauma sering dialami sebagai orang. Namun tidak harus trauma dijadikan suatu ketakutan yg berkepanjangan..apalagi trauma pada hal-hal yg sepele mbak.

    Saya setuju apa yg mbak katakan di tulisan ini, untuk menekan rasa trauma kita harus LAWAN, dengan begitu kita akan bisa menghilangkan rasa trauma sedikit demi sedikit...ya toh ? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas sonny. Hanya satu kata : LAWAN! he2. terima kasih kunjungan baliknya yaa ^-^

      Hapus
  2. ketakutan saya cuma kalo tidur sendirian suka mimpi buruk mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau gitu tidur rame-rame saja mas :)
      terima kasih kunjungan baliknya yaaa :)

      Hapus
  3. Iya bener sekali tuh mbak saya juga pernah ngalami kestrum saat menyetrika, itu rasanya kaget sekali mbak bukan takut ya mbak tapi keget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. kagetnya nggak sampai bikin takut kan ya mas...memang saya itu deh yang "terlalu". kagetnya sampai trauma :D
      trimakasih kunjungannya yaaa :)

      Hapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)