Cerita Elo Sakit Hirschsprung (Part 1)

Elo, layu dan tak bisa senyum


Sebenarnya draft tulisan ini sudah dimulai sejak bulan November. Bahkan draft pertama sempat saya post langsung dari handphone. Tapi karena karena berbagai alasan (duuh..alasan!!) akhirnya tulisan saya rombak total dan baru saya bagikan sekarang. Semoga bermanfaat bagi semua yang sedang membutuhkan –atau suatu saat nanti memerlukan- sharing tentang penyakit Hirschsprung.


Bermula dari Selasa, 29 September 2015. Hanya tinggal hitungan hari menjelang ulangtahun Elo yang pertama. Sudah dua minggu Elo dalam kondisi cukup sehat setelah sebelumnya demam-sembuh-demam-sembuh selama empat minggu. Bocah lelaki mungil itu terlihat ceria. Bahkan pagi itu ia makan agak banyak. Sesuatu yang menggembirakan karena hari-hari sebelumnya dia susah makan.


Tapi siang hari, tiba-tiba saja dia menangis kencang dan susah didiamkam. Saya yang Jawa ini menyebutnya nangis kejer (vokal "e" dibaca seperti pada "ke"). Insting saya langsung bilang, ini bukan nangis yang biasa. Tetangga depan dan sebelah sampai datang ke rumah karena nangisnya memang keras terdengar di luar. Kami sempat mengira Elo digigit serangga, entah lebah atau serangga-berbahaya-yang-kami-tidak-tahu-namanya. Terlebih saat itu di pahanya tampak ada merah-merah. Tapi kalau gigitan serangga kok tidak tampak ada "mata" gigitannya. Sembari kami berusaha memberikan pertolongan pertama, Elo terus saja nangis, sampai akhirnya muntah segala. Duh...jadi bingung. Mana saat itu suami saya (Mas Jalu – MJ) lagi meeting di Medan.




Singkat cerita,Ale (Mas-nya Elo) saya titipkan tetangga sebelah. Kemudian,  dengan ditemani Bou Valdi -tetangga depan rumah- yang adalah seorang bidan, saya membawa Elo ke rumah sakit. Kami sempat mendaftar ke UGD RS Vita Insani tapi  kemudian memutuskan batal masuk karena UGD full bahkan antre. Dengan mengendarai sepeda motor kami bergegas pindah ke klinik JMC. Elo sempat ditangani dokter di klinik tersebut dengan dugaan infeksi di pencernaan perut. Namun karena pasca pemeriksaan Elo muntah-muntah lagi dan sangat lemas akhirnya Elo langsung kami bawa ke RS Horas Insani. Duuuh kalau inget-inget lagi saat-saat itu, betapa harus berjuang keras agar tidak panik. Terlebih sepanjang siang sampai sore itu diwarnai kejadian-kejadian yang agak dramatis. Salah satunya saat mau keluar dari RS Vita Insani, gembok yang saya pasang di roda sepeda motor justru susah dilepas. Padahal kami buru-buru karena langit sudah begitu mendung. Salah duanya, di klinik JMC, Elo sudah tampak sangat lemas sementara di luar hujan deras. Berhubung tidak mungkin hujan deras membawa Elo naik sepeda motor, saya mencegat angkot di bawah derasnya hujan. Kalau dirasa-rasa, seperti adegan sinetron :D. Yang pasti saya saat itu takuuuut sekali.

Dengan tanpa persiapan apa-apa, sore itu juga Elo dirawat di RS. Di tas hanya ada sepasang baju ganti Elo dan dompet berisi uang sekitar Rp 500 ribu yang bahkan kurang untuk bayar deposit. Bahkan saya nggak bawa HP yang waktu itu lagi dicharge di rumah :D. Bersyukur sekali ada Bou Valdi yang mengurus ini-itu. BIG BIG Thanks Bouuu ^-^

Di UGD, diagnosa sementara Elo adalah gastroenteritis. Karena sudah sedemikian lemas, Elo langsung diinfus, juga diambil sampel darah. Saya pilih dokter yang malam itu bisa visit. Semestinya hari itu MJ menginap di Medan untuk meeting hari selanjutnya. Namun, karena kejadian itu, MJ terpaksa izin pulang ke Siantar. Sebelum MJ tiba, Ale sudah sampai lebih dulu diantar tetangga sebelah rumah. Malam itu kami berempat menginap di RS.


Hari selanjutnya, berdasarkan cek laboratorium, Elo didiagnosa infeksi saluran kencing (ISK). Dari hasil gogling dan komentar-komentar di status FB saya, saya relatif tenang. ISK bukan penyakit dengan level horror tingkat dewa kok. Asal dapat penanganan tepat dan cepat, besar harapan cepat sembuh. Dulu pas balita, Ale tidak pernah kena ISK. Jadi bisa dibilang ini pengalaman baru buat saya. Saya bertanya-tanya juga sih, kalau ISK kok pipis Elo warnanya bagus dan baunya pesing biasa? Pas pipis dia juga nggak selalu tampak kesakitan. Di ujung penis Elo juga tak tampak ada bengkak atau luka. Tapi menurut dokter dan juga beberapa sumber lain, gejala luar bisa saja tak terlihat karena infeksinya di saluran bagian dalam.


Dua hari pertama di RS, Elo tidak buang air besar (BAB). Baru pada hari ketiga Elo BAB dengan feses yang lembek dan amat sangat tak enak baunya. Di hari keempat, feses Elo ditest lab dan hasilnya Elo juga kena infeksi saluran pencernaan. Walau diagnosanya dobel infeksi, saya masih belum terlalu khawatir. Yang dominan justru rasa bersalah. Saya merasa kalau sakit infeksi semacam ini berarti ada faktor saya kurang higienis dalam merawat anak. Saya berusaha memaafkan dan menenangkan diri. Kalau "cuma" infeksi bakteri, dikasih antibiotik ntar juga beres.


Tapi rupanya tidak beres-beres. Bahkan sampai antibiotic dan beberapa obat lain diganti, Elo tak juga menampakkan tanda-tanda kesembuhan yang signifikan. Dia masih saja terlihat lemas meski infus jalan terus. Sedemikian layunya sampai dia tak terlalu protes dengan infusnya. Sedihnya, Elo sama sekali tak mau makan. Asupannya cuma ASI dan air putih/teh hangat. Itu pun kalau minumnya kebanyakan, dia langsung muntah. BAKnya terlihat biasa tapi BABnya yang terlihat tidak normal. Sehari bisa sampai lima kali tapi hanya berupa cairan yang bauuu sekali. Kalaupun ada padatan, penampakanya seperti feses bayi di minggu-minggu pertama. Saya pikir, ya iyalah...kan cuma ASI dan air doang, tak ada asupan makanan lain.



Kue dari Tante Deni


Yang mungkin tak akan terlupa adalah bahwa Elo harus menjalani ultah pertamanya di RS. Duuuuh.... sedihnyaa.. Ayahnya yang terpecah konsentrasi antara pekerjaan - mikirin Elo - ngurus Ale yang tetap sekolah (TK) - juga bolak-balik RS-rumah, nggak bisa lagi mikir mau sediain kue ultah. Saya sih kepikiran, tapi saya tak bisa kemana-mana karena harus stand by di kamar. Saat itu, tak terpikir untuk pesan buat delivery. Tapi puji Tuhan, ada tetangga-tetangga dan saudara yang datang bawa kue ultah buat Elo. Memang sih, Elo malah nangis saat kami menyanyi HAPPY BIRTHDAY. Bisa jadi karena kondisi tubuhnya, dia tidak nyaman dengan yang rame-rame. Atau malah nangis terharu atas perhatian orang-orang? He2....kalau yang matanya mrembes karena terharu sih bundanya.



ultah di RS dengan tetangga-tetangga yang datang menjenguk

Seminggu di RS, pada visit pagi hari dokter bilang Elo sudah boleh pulang. Tapi berhubung pagi itu juga baru lepas infus, atas saran seorang teman saya memutuskan untuk semalam lagi di RS. Observasi bagaimana kondisi Elo tanpa infus. Terlebih saat itu Elo belum sepenuhnya tampak segar. Masih layu walau sudah mau senyum. Sesekali juga masih nangis kejer. Setiap nangis yang seperti ini, baik dalam posisi digendong maupun tidur, dia pasti akan mengangkat pahanya ke arah perut.


Saya sempat bertanya pada dokter, kalau kesakitan angkat paha seperti itu, apa ada kemungkinan dia kena usus buntu. Tapi dokter bilang enggak. Sebagai penegasan, Elo menjalani pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan hasilnya bagus dari sisi radiologi. Di satu sisi, saya senang karena Elo sudah diperbolehkan pulang. Tapi di sisi lain, saya masih khawatir karena Elo masih tampak layu dan sesekali masih menangis kesakitan. Perutnya juga masih tampak kembung dan besar. Saking kembungnya, perut dan badan jadi tampak tak proposional. Perut besar sedangkan badan kurussss. Seminggu sama sekali tidak makan, bagaimana berat badan tidak drop?



Sejenak keluar bersama Ale ke taman RS untuk mengurangi stres


Kekhawatiran saya terbukti. Siang harinya Elo nangis kejer lagi. Saya yakin bukan sebuah kebetulan ketika saat itu ada teman yang seorang paramedis sedang bezoek. Melihat kondisi Elo, dia juga merasa Elo masih ada masalah. Diskusi dengan dia, juga dengan MJ via telepon –hari itu MJ ke Medan-, akhirnya sore itu juga saya memutuskan untuk mencari second opinion dari dokter lain.


Sebenarnya dari hari-hari sebelumnya, kami sudah berpikir mau cari second opinion. Karena "cuma" infeksi kok nggak sembuh-sembuh. Ada opsi untuk bawa Elo ke Medan. Tapi menimbang berbagai hal, kami memutuskan melanjutkan perawatan di situ.


Tanpa MJ, akan repot sekali kalau mesti mencari pendapat lain dari dokter di luar RS. Akhirnya kami memutuskan mencari dokter di RS yang sama. Toh, di Siantar, jumlah dokter anak maupun RS tak sebanyak di kota-kota besar. Mau pindah RS pun, ketemunya dokter yang itu-itu juga. Dengan keputusan itu, saya baru tahu kalau ternyata teknis ganti dokter –di RS yang sama- tak sesederhana yang saya kira. Saya pikir tinggal mengurus administrasi untuk ganti dokter. Tapi ternyata tidak. Elo mesti “keluar” RS (pulang atas permintaan/PAP) lalu masuk lagi sebagai pasien baru. Di UGD baru bilang mau dokter yang mana. Prosedur begini entah hanya di RS ini atau di semua RS.


Jadilah petang itu saya beres-beres lalu ditemani Ale mengurus administrasi keluar Elo. Setelah itu tanpa pulang ke rumah dulu langsung daftar lagi dan masuk UGD lagi. Bersyukur pindah barang-barang ke kamar baru dibantu sahabat-sahabat dari gereja -GBI NCC (terima kasih Tua Deo - Echa dan Tante Bastian). Maklum, kami di Siantar adalah pendatang. Jauh dari keluarga. Jadi di saat situasi-situasi seperti ini, praktis hanya tetangga dan teman2 yang membantu. Dan saya bersyukuuurr sekali untuk tetangga-tetangga dan temen-teman yang begitu baik membantu kami ^-^




Bersyukur, bisa saling menguatkan satu sama lain
Di UGD, Elo tak langsung diinfus. Memang saya yang minta demikian karena kedua tangan Elo sudah bengkak. Malam hari dokter visit. Berdasarkan kondisi dan kronologis perawatan Elo, dokter mendiagnosa ada perlambatan gerakan usus. Dugaan sementara Elo kekurangan Kalium karena sering muntah. Elo kembali diambil darahnya untuk test lab. Esoknya Elo dirontgen. Kondisi dia masih lemas dan malah makin sering nangis kejer. Kalau sebelumnya saya cukup mampu berpikir positif dan optimis, saat itu tidak lagi. Cemas. Lelah. Krisis energi. Saya bener-bener takut kalau Elo tak tertolong.

Saya bersyukur, di saat-saat seperti itu, saya dan MJ bisa saling menguatkan. Demikian juga Ale dengan cara kanak-kanaknya. Doa dan penyembahan bersama menjadi kekuatan. Terlintas satu perikop di Bible, ketika murid-murid bersama Yesus dalam perahu yang ditimpa badai. Jika kita percaya Tuhan menguasai badai, maka kita tak akan merasa takut. Kalau seseorang bisa merasa sepi dalam keramaian, maka tak mustahil seseorang merasa tenang dalam kekacauan.


Keyakinan itu membuat kami merasa cukup tenang ketika mendapat diagnosa baru berdasarkan hasil rontgen : Penyakit Hirschprung! Dokter tampak sangat berhati-hati menyampaikan hal ini pada kami. Terlebih dengan diagnosa itu, Elo dirujuk ke spesialis bedah anak yang tak ada di Siantar. Sembilan hari di RS belumlah selesai. As soon as possible kami harus membawa Elo ke Medan!


lanjutannya..di sini





















posted from Bloggeroid

4 komentar untuk "Cerita Elo Sakit Hirschsprung (Part 1)"

  1. Kebayang lelahnya, dik. Dah sehat sekarang Elo-nya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. a very very late respond :(
      jawabannya sudah tau kan ya mbak :)

      Hapus
  2. Mb, saya dari Lampung. Apakah bisa konsul online mengirim hasil rongsen untuk memastikan dapat ditangani disana?

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)