Pagar

Malam ini, si ayah (MJ..bukan Mary Jane tapi Mas Jalu he2) belum pulang kerja. Barusan saya whatsapp MJ, dia bilang memang pulang malam. Tapi tadi, sekitar satu jam sebelum saya whatsapp MJ, saya berinisiatif membuka pagar depan. Saya berasumsi, MJ sebentar lagi pulang. Jadi maksudnya sih, biar nanti kalau MJ pulang, dia nggak perlu ribet turun mobil untuk buka pagar. Tapi bisa langsung meluncur ke halaman.

Tapi asumsi saya salah...

Ini sudah malam dan MJ belum pulang. Mana cuaca hujan pula. Suasana jadi terasa sepiii.... Dengan keadaan pagar terbuka, saya merasa nggak aman. Tapi mau menutup pagar : males karena hujan... #dilemaaaa

Padahal, kalau pagarnya tertutup, apa situasi bener2 jadi aman? Nggak juga. Pas lebaran lalu, pagar depan tertutup rapat, tapi kami kemalingan. Dari jejaknya, si maling sepertinya lompat dari pagar samping _yang mana memang bukan pagar tinggi, sekedar pagar kawat duri yang kalau dipotong pun bisa.

Yah, pagar rumah tempat tinggal kami memang bukan pagar dengan security tingkat tinggi. Tapi bukan juga pagar artifisial, karena toh tidak dibuat dengan cita rasa keindahan. Hanya pagar besi pada umumnya, lalu di bagian samping disambung dengan bata dan kawat duri.

Meski demikian, ada perbedaan rasa aman yang signifikan antara kondisi pintu pagar tertutup dengan terbuka. Kalau tertutup, kami merasa lebih aman...padahal faktanya pagar tertutup pun tetap tidak aman. Karena pencuri, biasanya pandai melewati pagar. Jadi pintu pagar ini sebenarnya hanya memberikan (rasa) aman yang semu.

Kadang saya rindu dengan situasi rimah tak berpagar seperti rumah-rumah di kampung. Terbiasa tanpa pagar, kami merasa aman-aman saja. Tanpa pagar, rumah serasa ramah. Jika rumah berpagar, apalagi pagarnya tinggi, orang merasa segan untuk masuk. Apalagi pagarnya tinggi dan tertutup... empunya rumah bisa jadi memang (agak) asosial, atau amat sangat menjaga privasi.

Memang sih, sekarang, di hunian tipe cluster, rumah-rumah dibangun tanpa pagar. Tapii... tanpa pagar yang palsu. Karena sekeliling perumahan justru dipagar tinggi. Lalu di gerbang perumahan, satpam bersiaga.

Yah...mau nggak mau. Walaupun ideal saya adalah rumah tanpa pagar, tapi di beberapa lingkungan ini saya mesti kompromi. Karena tanpa pagar bisa menjadi "undangan" untuk seseorang melakukan kejahatan.

Ini baru ngomongin pagar fisik yaaa... belum kalo ngomongin pagar yang abstrak. Pagar yang tak kelihata8n, tapi dalam hidup ini, nyata-nyata membatasi kehidupan seorang dengan yang lainnya. Pagar itu bisa berupa suku, agama, ras, kekayaan, pendidikan, dan banyak lagi lainnya.

Ah pagar....


Posted via Blogaway

Posting Komentar untuk "Pagar"