Hari nahas tak ada di kalender.
Itu bener banget sih. Kalau tercatat di kalender seperti hari raya/hari libur sih enak yaaa.. Mungkin kita bisa antisipasi jauh hari untuk menghindari.
Seperti saat saya mengalami jempol terjepit pintu mobil. Terdengar sepele, tetapi rasa nyerinya cukup kuat. Nyuuut- nyuuut- nyuuut, dari jempol kanan rasa nyeri menjalar hingga kemana-mana.
Teman-DW tidak perlu empati kok. Sebab kejadiannya sudah hampir setahun lalu, tepatnya 5 Februari 2024. Puji Tuhan sekarang sudah sembuh 100 persen. Namun, saking sakitnya, memori itu masih terekam jelas di kepala.
Kok bisa sih terjepit pintu mobil? Ya bisa dong, namanya juga lagi nahas hehehe. Kurang lebih, begini ceritanya :
Pagi itu, saya dan suami baru mengantar anak-anak ke sekolah. Kalau suami sedang tidak ada kerjaan pagi-pagi atau di luar kota, kami memang selalu bersama mengantar anak-anak ke sekolah. Dulu, saya pernah protes, ngapain mesti berdua nganter sekolah? Kan bisa si ayah saja yang mengantar, sementara saya lanjut beres-beres kerjaan rumah. Namun, kemudian saya sadari kalau mengantar sekolah dalam formasi lengkap bisa menjadi family time tipis-tipis. Habis ngedrop anak-anak, jadilah couple time tipis-tipis.
“Kita bikin romantis
Yang paling romantis
Sambil gandengan tangan
Hati pelukan di angan
Syahdu"
Hehehe, nggak selalu gandengan tangan juga sih. Sudah menikah belasan tahun, definisi romantis sudah berkembang. Tidak melulu seperti yang tergambar di adegan-adegan film. Saat pak suami mengantar belanja dalam perjalanan pulang pun sudah terasa romantis.
Seperti pagi itu, saya hendak membeli sesuatu di “Indoalfa.” Dekat toko, pak suami parkir di pinggir jalan. Berhubung jalannya tidak terlalu lebar, parkir diusahakan agak mepet ke kiri, yakni ke pinggir trotoar. Akibatnya, posisi mobil sedikit miring ke kanan.
Saya turun dari mobil lalu menutup pintu seperti biasa. Entah bagaimana detail kejadiannya, yang pasti dalam hitungan detik jempol tangan kanan saya terjepit dan terasa sangat sakit. Kalau dipikir-pikir, mengapa jempol yang terjepit? Bayangkan posisi menutup pintu. Jika mengikuti posisi tangan, biasanya kan jari jempol sisi luar pintu, sedangkan empat jari lain di sisi dalam pintu.
Entah kenapa, saat itu posisi tangan saya justru aneh. Jempol di sisi dalam, sementara empat jari lain di sisi luar. Ditambah posisi mobil sedikit miring, sehingga menambah daya dorong saat pintu menutup (ini analisa sotoy saya hehehe).
Ah embuhlah.
Memang hari nahas aja. Tapi kan CUMA terjepit pintu ya… Palingan juga tidak parah. Saya pun jalan menuju toko untuk membeli barang yang saya perlukan. Ternyata, di toko rasa sekit naik level sampai rasanya pengin nangis… Tapi malu kan malu yaaa…
Saya pun antri di kasir sambil ngemut jempol guna mengurangi rasa nyeri. Terserah mau dibilang emak-emak gak jelas dan gak higienis gara-gara ngemut jempol. Syakiiit bangeeeet huhuhu…. 😣
Bisa dilihat di foto, kondisi jempol saya cukup memprihatinkan kan? Seharian itu, saya menahan rasa sakit. Namun, saya belum berpikir untuk pergi ke dokter. Ah, cuma terjepit pintu ini? Masa sampai harus ke dokter sih? Saya hanya mengompres jempol dengan es dan minum paracetamol. Dua langkah yang tepat tapi pada kasus saat itu ternyata kurang nampol untuk mengurangi rasa sakit. Bersyukur, anak-anak sudah biasa diajak berbagi pekerjaan rumah tangga.
Hingga besoknya, rasa nyeri masih cukup kuat. Tentu saja, saya jadi terhambat mau melakukan ini itu. Selain itu, bagian bawah kuku juga terlihat makin gelap. Yah, tipikal luka di bawah kuku gitu. Duuuh, nggak bisa deh kalau lama-lama begini. Sorenya, saya minta suami untuk mengantar ke dokter. Yang sakit kan jempol kanan, susah mau pergi sendiri pakai motor.
Awalnya, kami menuju klinik di Kimfar (Kimia Farma) *kalau kata anak bungsu saya, “ooh itu kim-jauh”...kalau kim dekat kan kimnear*…(heeleeeeh, masih anak-anak tapi candaannya sudah macam bapack-bapack 😂).
Dokter Kimfar mengatakan, kuku harus dicabut. Masalahnya peralatan di klinik tidak memadai. Jadi, dokter menyarankan saya pergi ke IGD rumah sakit supaya cepat ditangani.
“Ke RSIA XXXX saja Bu, kan dekat dari sini,” kata dokter.
“Oh, ini bisa ditangani di RSIA?” tanya saya ragu. Rumah Sakit Ibu dan Anak gitu lhoo…Dalam pikiran saya, RSIA fokusnya ke urusan persalinan dan lain-lain sehubungan ibu dan anak.
“Bisa kok,” kata dokter meyakinkan.
Baiklah… saya dan suami pun bergeser ke RSIA yang memang tidak jauh dari Kimfar. Di IGD, saya langsung diperiksa oleh perawat. Lalu, saya harus menunggu dokter untuk diperiksa.
“Ibu tahan sekali tidak segera ke dokter. Kemarin kan terjepitnya?” kata dokter.
“Hehehe, bukannya tahan sih dok. Saya cuma tidak menyangka kalau bakalan sesakit ini,” jawab saya sambil meringis.
Ternyata dokter di RSIA malah tidak menyarankan pencabutan kuku. Padahal, saya mah sudah siap lahir batin kalau toh kuku si jempol mesti dicabut.
Meski menyerahkan keputusan pada saya, tapi dokter di RSIA menganjurkan saya untuk minum obat lebih dulu. Jika ternyata sakit tidak berkurang atau terjadi infeksi, saya bisa periksa lagi.
Baiklah, apa baiknya kata dokter aja lah. Sore itu, saya diberi resep pereda sakit dan antibiotik yang paten. Puji Tuhan, esoknya rasa sakit sudah mereda. Hingga obat habis, jempol saya menunjukkan kesembuhan yang signifikan. Berhubung ada luka di bawah jaringan kuku, lama-lama kuku pun lepas bertahap seiring pertumbuhannya.