Pengalaman Pertama Naik Pesawat


Jumat, 23 Juni 2023.

Hari menjelang senja. Langit barat semburat aneka warna. 


BJ, aku, Ale, Elo tiba di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar. Mobil-mobil rapat berjajar di termpat parkir, pertanda banyak orang yang datang. Terbukti di terminal kedatangan yang hampir penuh berjejal, ramai seperti suasana festival. Kami minggir ke kedai roti yang bisa disebut dengan satu alphabet saja. Tahu kan…roti apa.


Kami memang bukan hendak bepergian, melainkan menunggu dua sepupu yang baru terbang dari Jogja. Bita dan Agnes adalah saudari sepupu dari jalur ibu.Ibuku, ibu-nya Agnes, dan ibu-nya Bita adalah kakak beradik dari enam bersaudara.


“Biar aku jemput ke sana,” kata si bungsu Elo hendak bergerak ke depan pintu kedatangan.


“Memang kamu hafal wajah Mbak Bita dan Mbak Agnes?” aku menyebut nama dua sepupu itu. Lah, aku malah menggunakan sebutan yang tidak pas. Jika merunut silsilah keluarga,  seharusnya Elo menyebut Bita dan Agnes dengan bulik/tante.


“Enggak,” jawab Elo lugas.


Lha pie toh…nggak hafal wajah malah mau jadi garda depan penjemput di pintu kedatangan. Suka lawak memang ini anak…Nggak mungkin kalau Elo tidak hafal sih. Walau ketemu hanya kalau saat mudik (rata-rata setahun sekali), Elo pasti tahu wajah kedua tante-nya itu. Namun, mengenali mereka di antara kerumunan orang pasti tidak semudah muka bertemu muka.


Akhirnya, Elo pergi ditemani Ale.


Kedatangan Bita dan Agnes memenuhi ajakan yang BJ dan aku lontarkan sejak tahun lalu. Namun, saat itu Bita menjadi ketua panitia event gereja yang tak mungkin ditinggalkan. Sementara Agnes ada agenda magang. Jadi deh, main ke Makassar baru kesampaian di tahun 2023.


Ajakan sepenuh jiwa..tapi tak sepenuh biaya.😀


Kami memang mengajak dengan catatan “hanya menanggung akomodasi dan transportasi selama jalan-jalan di tujuan”. Tiket pesawat pulang pergi tanggung (orangtua) masing-masing. Jadi, sebelumnya kami bertiga “berkonspirasi” via chat GPT WA tentang kepergian ke sini. Sebagai kakak dan pihak pengundang yang kurang sultan, aku ikut bergerak meminta izin (plus dukungan tiket) dari para orangtua. Bersyukur, konspirasi kami berhasil😁😁.


Sekitar 30 menit kami menunggu, akhirnya Bita dan Agnes datang menghampiri ke kedai roti. Gurat lelah tergambar di wajah mereka. Terbangnya memang hanya dua jam. Namun jauh jarak rumah ke bandara mengharuskan mereka berangkat sedari pagi. Tak apa, yang penting mereka mereka tiba dengan selamat. Puji Tuhan. 


Kami segera berkabar ke grup whatsapp keluarga besar. Pesan-pesan canda tentang pengalaman terbang pun langsung berhamburan. 


Di mobil, Bita cerita tentang pesawat yang sempat turbulensi sampai tiga kali (duuuh). Sedangkan Agnes berkisah tentang kegumunan (keheranan) saat mencoba toilet pesawat.


Pengalaman pertama, pasti tak akan terlupa.

***


Terbang NYIA - UPG (pp) memang pengalaman pertama bagi Bita dan Agnes. 


Keluarga besar kami memang bukan golongan orang yang biasa blebar-bleber travelling kemana-mana lewat jalur udara. Keluarga besar kami juga tidak tersebar sebagai diaspora ke ujung-ujung dunia. Memang ada anggota keluarga besar yang menjejak manca negara. Namun, jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan saja.


Maka itu, antusias mereka bukan hanya perkara mau-kemana-aja dan ngapain-aja selama ke Makassar, tapi juga termasuk soal naik pesawat. Bagi sebagian (besar?) orang, ~termasuk aku~ pertama kali naik pesawat adalah perkara yang tak biasa. 


Jadi, demi sebuah pengalaman paripurna, aku sengaja membiarkan mereka pesan tiket sendiri via aplikasi online. Berhubung Bita ada acara, Agnes yang kebagian pesan tiket. Pengalaman pertama pesan tiket pesawat, “aku deg-degan” kata Agnes. Jadi, selama Agnes pesan tiket, kami temani via videocall. Kalau ada kendala atau kesalahan, biar bisa dicari solusi dan diteliti bersama-sama.


Benar saja, ada sebuah kejadian kocak. Setelah selesai isi data untuk tiket keberangkatan, Agnes baru sadar kalau rute tiketnya UPG - NYIA alias Makassar  - Jogja. Terbalik dari yang seharusnya NYIA - UPG. 


Haha, bersyukur belum terlanjur bayar..


Jangankan baru pertama, lha wong aku pun masih suka  parno kalau pesan tiket pesawat. Aku sering khawatir ada keliru data krusial, entah itu tanggal, jam, nama, dan lain-lain yang bisa membuyarkan agenda terbang. Setiap memesan tiket pesawat, aku sampai harus memastikan berkali-kali. Huff…aku seperti kena OCD* kalau soal tiket pesawat.


*Obsessive Compulsive Disorder = pikiran berlebihan yang menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi)


Sebelum hari- H berangkat, mereka juga “berguru” dulu pada Icha, keponakanku yang di tahun 2021 sudah lebih dulu ke Makassar. Harus ke bagian apa setiba di bandara, cek tiket di bagian mana, setelah itu lanjut kemana, de es be…


Selalu ada yang pertama…


Sebuah perjalanan panjang juga dimulai dari langkah pertama. Aiiih, jadi ingat kalimat itu kaaan…


*** 


Aku bukan penggemar dunia aviasi. Sekadar jenis-jenis pesawat pun, aku kalah jago dibandingkan dengan si bungsu yang gemar main game flight simulation. Soal sejarah pesawat, di kepalaku juga hanya ada nama Wilbur Wright dan Olliver Wright, dua bersaudara yang dianggap sebagai “penemu” pesawat terbang. (Kata penemu kuberi tanda kutip karena keberadaan pesawat tentu tidak ujug-ujug diciptakan oleh Wright bersaudara. Sebelum mereka berhasil terbang, sudah ada sekian percobaan dan penelitian oleh ilmuwan-ilmuwan lainnya).


Pesawat terbang adalah hasil penemuan yang mengubah sejarah dunia.


Sejak pertama kali ada penerbangan komersil, entah sudah berapa juta orang sipil terbang melintas di udara. 


Meski demikian, masih banyak orang masih menaruh terbang-entah-kemana dalam daftar impian atau daftar “hal yang membuat penasaran.” Harga tiket pesawat memang relatif mahal ketimbang moda transportasi lainnya. Tak heran kalau bagi sebagian orang, naik pesawat seperti mimpi yang sulit digapai.


Kapan ya aku bisa naik pesawat?

Bagaimana sih rasanya kalau sudah di atas?

Bagaimana cara membeli tiket pesawat?

Berapa harga tiket pesawat dari… ke….


Memang ada kelompok orang yang tak bermasalah dengan bujet. Mau berapapun harga tiket pesawat, tak masalah buat mereka. Namun, golongan ini tak menjadikan terbang sebagai opsi perjalanan karena takut ketinggian atau takut hal-hal lainnya.


Kontras dengan dua kelompok di atas, ada juga segolongan orang yang sudah sangat biasa dengan kegiatan terbang. Entah mereka memang bekerja di maskapai, atau memang sering terbang karena urusan pekerjaan, keluarga, jalan-jalan, dan lain-lainnya. Sebagian dari kelompok ini mungkin sampai terserang rasa bosan untuk melakukan penerbangan. Seandainya bukan keharusan, mereka lebih memilih berada di darat ketimbang mengambang di udara.


Demikianlah rupa-rupa manusia.


*** 


Kampung kelahiranku jauh dari bandara. Mata kanak-kanakku melihat pesawat terbang sebagai benda kecil yang jauh di awan-awan. Naik pesawat hanyalah impian yang entah kapan kesampaian. Sepertinya kampungku bukan jalur penerbangan yang lazim. Pesawat jarang-jarang lewat. Kalau ada pesawat yang melintas, kami para kanak-kanak akan heboh teriak-teriak.


“Pak piloooot..pak piloooot!!!”

“Pesawaaat….minta uaaaang!!” 


Haha, mau pita suara sampai putus sekalipun, teriakan kami tidak akan terdengar oleh pilot, kru, dan penumpang.  


Tak terduga, aku berkesempatan naik pesawat pertama kali saat kuliah. Saat itu, aku dan seorang teman diajak untuk ikut proyek dosen ke Bali!


Wuaaaa… Paaak, Maaak, anakmu numpak montor maburrrr…


Waktu itu, aku jelas sangat antusias. Berasa mimpi bisa naik pesawat. Gratis pula… Serba gumunan ketika berada di bandara. Demikian juga ketika terbang dan mendarat di tujuan.


Norak…


Yo ben…


Orang kaya kampung mah bebas ….. untuk norak wkwkwkkw.


Aku memang lupa detail penerbangan saat itu, entah dari Adi Sumarmo Solo atau dari Adi Sucipto Jogja. Tapi aku masih bisa mengingat betapa antusiasnya aku saat itu. Saking berkesannya pengalaman itu, printhilan semacam tissue dan airplane paper bag berlogo maskapai sempat ku simpan dalam waktu yang cukup panjang. Pikirku, entah kapan lagi bakalan bisa terbang….


Ternyata…masih ada terbang kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. 


Memang bukan terbang yang sering dan jauh ke penjuru-penjuru dunia (aku belum pernah naik penerbangan internasional). Sejauh ini, pengalaman terbangku hanya setiap tahun sekali untuk mudik dan balik kembali. Jelas bukan pengalaman terbang yang hebat. Namun, itu sudah luar biasa jika kusandingkan dengan masa lalu, yakni ketika aku berlari-lari sambil berteriak “mengejar” pesawat. Kalian yang masih bermimpi untuk naik pesawat, siapa tahu juga mendapat kesempatan tak terduga.


Untuk beliau-beliau yang memberiku pengalaman terbang pertama, terima kasih kembali kuhaturkan. RIP…(*)


31 komentar untuk "Pengalaman Pertama Naik Pesawat"

  1. Pasti seru banget ya naik pesawat apalagi waktu malam hari bisa liat liat lampu kota dari atas, tapi serem juga sih kalau inget inget berita kecelakaan pesawat di TV, bikin parno aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebagian orang memilih tidak terbang karena saking parnonya ya...atau bisa jd karena trauma

      Hapus
  2. Berlari mengejar pesawat? Mengingatkan pesawat terbang zaman dulu, kalau dia lewat deru mesinnya terdengar jelas. Sekarang tidak lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di tempat tinggalku skrg, suara pesawat jelas terdengar meski tidak sekeras kalau dekat bandara

      Hapus
  3. Pengalaman pertama memang jadi hal yang harus didekomentasikan ya kak. Karena sensasinya berbeda dengan pengalaman setelahnya.. sama juga sih aku dan keluarga jarang sekali berpergian lewat jalur udara, milih yg deket2 dulu aja kalau traveling

    BalasHapus
    Balasan
    1. Travelling jauh mmg butuh biaya lumayan banyak ya kan mbak..hehehe

      Hapus
  4. Saya mah pertama kali naik pesawat yaa kelas 2 SD, Mba.. Pas ke Papua ikut papa dinas. Naik Garuda Boeing yg kursinya 2 4 2. Waktu itu keliatannya besar sekali. Saya bisa berlari2 bebas kesana kemari. Tapi begitu umroh th 2017 kok ga besar ya? Wkwkwkwk.. Ya iyalah dee.. Badanmu kan bertumbuh. Tapi emang pengalaman pertama itu mengesankan ya mba utk hal apapun

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah pesawat gede ya... saya kayaknya belum pernah naik pesawat 2-4-2

      Hapus
  5. Pengalaman naik pesawat pertama kali itu memang sangat membingungkan sekaligus menyenangkan. Agnes dan Bita sih relatif sangat bahagia dengan pengalaman mereka, karena ada yang nungguin di Bandara dan jelas langsung ke tujuan, yakni rumah saudara. Kalau aku, naik pesawat pertama di SMA dan kalau dikenang agak pahit hahahaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah...tulisan ini jd membangkitkan kenangan pahit kah? :D

      Hapus
  6. Anakku paling senang diajak pergi naik pesawat, karena memang dia suka juga dengan pesawat. Mulai dari mengoleksi diecast pesawat dari berbagai negara, main simulasi menerbangka pesawat di rumah om kami yang kebetulan Pilot. Jadi kalau pergi dia akan tau itu boing berapa dan serinya.

    BalasHapus
  7. qkqkqkqkqk sungguh relatable banget ini ceritanyaaaa

    btw, aku jg pernah masuk kategori orang yg bosan mabuurr mak.
    karena dulu aku kerja d perush. multinasional , dan seriiinggg bgt dinas luar kota naik pswt.

    klo sekarang? sering kangen mabuuurrr🤣🤣🤣

    BalasHapus
  8. zaman kuliah aku pernah naik pesawat sendiri ke Yogya, terus ketinggalan pesawat terus juga pernah aku merasakan delay lama, seru banget berpetualang sendirian, sejak nikah jarang lagi naik pesawat heheh

    BalasHapus
  9. Seru ya Mba, apa aja sih yang pertama itu pasti kesannya beda. Btw norak sekarang bukan milik orang kampung aja Mba, hehehe. Semua rela norak kok sekarang demi viral :)

    BalasHapus
  10. Aku juga dulu kalau ada pesawat tuh suka ngejar, manggil-manggil juga. Padahal jauh, gak mungkin kedengaran juga sih. Jadi kalau pertama naik dan agak norak, ya wajar. Pesawat bukan kaya angkot yang ada di jalan-jalan kan

    BalasHapus
  11. Wah senangnya elok etemu sepupunya mbak Bita & Agnes yang datang berkunjung & pertama kali naik pesawat. Alhamdulilah lancar perjalanan naik pesawatnya walauapun ada salah rute, Alhandulillah belum dibayar ya mbak jadi ga mubazir & keluar uang lebih

    BalasHapus
  12. Seru ya Lisdha pengalaman naik pesawat. Aku juga punya pengalaman yang terkesan norak. Jadi waktu pulang ke Manado naik pesawat Garuda yang saat landingnya halus nyaman sekali. Namun pas pulang naik pesawat yang lebih murah maka saat landing kok kasar ya. Khawatir terjadi apa-apa. Takutnya luar biasa. Ternyata memang beda maskapai beda kualitasnya

    BalasHapus
  13. Kok sama sih ya, jaman kecil kalau lihat pesawat langsung panggil2 pak pilotnya hehehheee...

    Teringat pengalaman terbang pertama kali, pasti senang ya mbak. Sama dong kita. Termasuk yang jarang2 terbang, sekalinya dapat kesempatan naik pesawat, dibayari pula, senenge pol....

    BalasHapus
  14. Harusnya Bulik/Tante Bita ya bukan Mbak...hihi. Senangnya dapat tamu dari jauh saat di Makassar ya
    Memang ya selalu ada yang pertama, termasuk naik pesawat pertama kali. Aku pun sama, dulu pertama kali naik pesawat saat OJT semester akhir kuliah, ke Singapura, dari Bali ke Batam pesawatnya...masih berkesan sampai sekarang

    BalasHapus
  15. pengalamannya seru mbak hihii saya juga termasuk yang telat naik pesawat mbak, ketika saya sudah menikah baru bisa naik pesawat. ke tempat jauh pula ke Jepang, sampai saya deg degannya ketika pesawat lepas landas, aku gak bisa melepaskan tanganku dari handle kursi haha, kocak banget. alhamdulillah setelah itu sudah terbiasa, tapi tetep dalam perjalanan naik pesawat selalunya degdegan, ingin cepat turun hihihi

    BalasHapus
  16. Selalu ada yang pertama ya, kak Lis..
    Dan semoga terus berlanjut ke yang kedua, ketiga dan seterusnya agar lebih banyak jalan, lebih banyak yang dilihat dan lebih banyak pengalaman.
    BIasanya, orang yang hobi jalan akan menjadi bijak.

    BalasHapus
  17. Kesan pertama begitu me... menempel :))
    Pertama kali terbang syukurnya berdua yah. Kalaupun nyasar kan ada temannya.
    Aku pertama kali naik pesawat sendiri waktu SMA. turun bandara Batam digiring ke kantor petugas karena dikira TKW. Huwaaa....

    Oh ya setiap hari di tempat kami dilewati helikopter. Anakku yang teriak, minta uaaaaang!

    BalasHapus
  18. pengalaman pertama akan selalu menyenangkan dan membekas ya mba. Looks like ypu really enjoy your first flight!

    BalasHapus
  19. Pengalaman pertama selalu menyenangkan dan bikin deg degan yaa senangnya! aku sempat takut naik pesawat tapi sekarang lebih tenang karena terbiasa, tapi ya tetap deg-degan dulu sebelum naik haha lebih memilih nqaik kereta api yang bikin aku enjoy dan rileks

    BalasHapus
  20. wkwk mbaaa, kita seangkatan apa ya, kalau ada pesawat lewat minta disebarin uang? Duh, kenangan masa kanak.. btw aku bisa membayangkan pengalamannya mba

    BalasHapus
  21. seru bangettt, nanti traveling lagi ya kak :D sukses selalu

    BalasHapus
  22. Horee.. selamat untuk Bita dan Anggi yo mba, sudah melewatkan yang pertama, hehe. Sampai sekarang bepergian dengan pesawat selalu menjadi hal yang menyenangkan dan punya rasa tersendiri buatku

    BalasHapus
  23. Alo mbk lisdaaaa...anak PERTANIAN ato FISIP ya UNS aku lopa wkwkwk aku adek tingkatmu mbk FSSR temanya Narwastu wonosobo . Btw Masih ingat di benak ku kenangan² 22 tahun yg lalu...wkwkwk....mantap mbk terus jadi berkat ya mbk..Gbu always

    BalasHapus
  24. Mbaaa aku aja Ampe skr masih hati2 BANGETTTT kalo isi data penumpang aps booking. Soalnya salah dikit, kayak nama, kan fatal banget. Makanya hrs hati2. Mana mataku minus 🤣, kdg suka siwer

    Dulu aku pernah ajakin asisten2ku ke Medan, naik pesawat. Mereka belum pernah naik sbeleumnya. Dan aku seneeeng liat ekspresinya 🤗.

    Pas sampe Medan, yg lebih tua bilang ,' ga nyangka ya Bu, saya bisa terbang, besi seberat ini kok bisa naik ke angkasa 🤣'.

    Tapi kliatan mereka happy, dan itu udh bikin aku ikutan seneng jadinya.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)