Mulai Ngonten Youtube di Usia 44


Bulan Juli 2025 ini, aku mulai ngonten di Youtube. Newbie di Youtube niiih. Di bawah ini tautan ke channelku, barangkali mau berkunjung :)

https://youtube.com/@lsddw?si=jfzMd2d8hFZMUikX

Tulisan ini adalah teks narasi pada video panjang ketiga yang aku posting dua hari lalu. Di video pertama dan kedua, narasi belum aku tulis karena harus menyesuaikan dengan scene per scene. Sedangkan video ketiga ini tidak ada kebutuhan demikian sehingga narasinya bisa aku tulis lebih dulu. Dengan menulis narasi, ternyata mengisi suara jadi lebih cepat pengerjaannya.

Cara ini juga ini menguntungkan. Sebab narasi bisa sekalian dijadikan konten di blog. Kan ada ya orang-orang yang lebih suka membaca ketimbang menonton? Atau setidaknya, saat itu sedang ingin membaca daripada menonton.

Sebagai tulisan di blog, tentu ada sedikit penyesuaian/perubahan. Kan nggak mungkin ya di blog aku tulis "Hallo semua, terima kasih sudah berkunjung ke videoku" sebagai pembuka tulisan. Sebagian perubahan lain adalah karena improvisasi spontan saat mengisi suara. ^-^

***

Tulisan ini akan menjawab judul postingan yang sekaligus menjadi judul video. Pertanyaan yang aku buat sendiri, kemudian aku jawab sendiri hihihi. Dan jawabanku akan dimulai dengan pertanyaan ini:

“Bun, ada nggak sih film tanpa tokoh antagonis?"

Ini adalah pertanyaan si bungsu pada suatu pagi, saat ia sarapan sambil menonton film How to Train Your Dragon. 

Hmmh, iya sih, sarapan sambil nonton itu nggak bagus. Bukan untuk ditiru.

Jujur, aku tidak pernah mempertanyakan hal itu. Apalagi referensi filmku tidak banyak. 

Ada nggak sih film tanpa tokoh antagonis? 

Kegiatan mencuci piring kuhentikan sejenak. Aku mengerutkan dahi, berusaha mengingat-ingat film-film yang pernah aku lihat lalu menjawab pertanyaan tadi.

"Hmm, entah yaaa… Mungkin ada, tapi kayaknya semua film yang Bunda lihat punya tokoh antagonis, deh. Yah, meskipun jahatnya cuma tipis-tipis."

Si bungsu menimpal,
"Oh iya, kayak Cars 3 ya... antagonisnya nggak jahat-jahat amat."

Hmmmh… aku lupa detail cerita Cars 3. Itu kan film yang sudah cukup lama. Namun, aku lumayan ingat garis besarnya.


Di Cars 3, si tokoh utama—Lightning McQueen—nggak lagi muda. Di usianya yang makin bertambah, si jagoan balap itu merasa krisis identitas akibat persaingan dengan pembalap-pembalap muda yang bersinar.

Namun, sejatinya,  lawan paling berat bukanlah mereka  di lintasan balap. Melainkan  rasa percaya diri yang makin hari makin tergerogoti.

***

Perbincangan singkat pagi itu membuatku berefleksi. Aku merasa tidak asing dengan  McQueen di fase tidak percaya diri itu.

Dulu, aku seorang perempuan bekerja dengan semua kemandiriannya. Singkat cerita, aku menikah. Karena kerja berbeda pulau dengan suami, tak lama kemudian aku memutuskan untuk resign.

Cerita klasik yang masih banyak terjadi, bukan?

Aku pun menjadi ibu rumah tangga sepenuh waktu. Pernikahananku dikaruniai dua anak lelaki dan diwarnai cerita pindah kota demi kota karena mutasi pekerjaan suami.

Time flies so fast…

Klise ya? Tapi memang sering terasa demikian bukan? 

"Tahu-tahu" sudah tahun 2025 dan aku menginjak usia 44. Umur yang tak lagi muda, tapi menurutku juga belum terlalu tua. Aku sih percaya, tidak ada kata terlambat masih bisa diterapkan dalam banyak hal, termasuk ngonten di Youtube.

***

Ada nggak sih data statistik kreator Youtube berdasarkan usia? Sekadar penerawangan sekilas, konten kreator sepertinya didominasi kaum muda. Namun, banyak juga kan yang berusia tua …eh senior?

Jadi, aku tahu jika usia bukan masalah. Aku juga tahu, platform Youtube seharusnya juga bukan masalah. 

Masalahnya adalah sekadar tahu tidaklah cukup. 

Sudah cukup lama, beberapa orang bilang padaku, kenapa nggak ngonten di Youtube saja? Toh selama ini aku main media sosial. Aku termasuk emak-emak FB Pro lho. Tapi ya akunnya saja yang profesional, ngerjainnya sih amatiran. Jadi ya, aku maklum saja kalau sampai sekarang belum lolos monetisasi. 

Di FB saja demikian, lalu bagaimana kalau terjun di Youtube? Jujur, aku belum bisa total dalam mengonten. Seperti Lightning Mc Queen di awal cerita tadi, aku punya masalah dengan kepercayaan diri. 

Aku mengambil tema ibu rumah tangga, yang mau tidak mau akan mengekspos banyak sisi kehidupanku ke dunia maya. Bagaimana kalau kontenku tidak bagus dan memalukan? Bahkan hingga aku memutuskan untuk ngonten di Youtube ini, aku belum sepenuhnya percaya diri.

Orang-orang yang mengenalku di dunia nyata, mungkin tidak akan mempercayai alasan ini. Sebab, sekilas aku tampak pede-pede saja melakukan berbagai hal. Namun, menurutku, percaya diri di dunia nyata tidak menjamin percaya diri di dunia maya. Seperti halnya seseorang bisa cas cis cus di depan orang-orang, tetapi belibet di depan kamera.

Aku juga punya masalah dengan konsistensi. Aku sering hangat-hangat tahi ayam dalam melakukan banyak hal. Itu terjadi di banyak hal. 

Jadi, seperti refleksi lanjutan tentang McQueen tadi, tokoh antagonis yang menghambat aku ngonten di Youtube bukan orang lain, tapi diriku sendiri. Antagonis jenis ini lebih dekat dari “musuh dalam selimut”, sebab ia berada dalam kepala sendiri.

Tapi kalau aku nggak melangkah sekarang, mau kapan lagi? Mau sampai kuda bisa gigit jari sendiri? 

Kemarin, aku sempat bilang ke suami, coba berani ngonten di Youtuve sedari dulu, kita bisa berbagi banyak cerita perpindahan keluarga dari kota demi kota. Tapi ya gimana, beraninya baru sekarang.

Aku mencoba menggali motivasi pribadi untuk ngonten di sini, yakni  belajar hal baru,  merekam perjalanan, mewariskan kenangan pada keluarga, dan berbagi cerita tentang kehidupan dari perspektifku selaku perempuan, istri, dan ibu. Kalaupun semua itu tidak cukup menginspirasi orang lain, setidaknya aku membangun diri sendiri. 

Sebagai ibu, membangun kepercayaan diri itu sangat penting. Sebab, ada anak-anak yang harus kita didik untuk percaya diri. Sering kejadian, para ibu mendorong anak untuk percaya diri mencoba hal baru. Namun, jika si ibu yang ditantang, belum tentu ia mau.

Oh ya, last but not least, di sini aku juga punya tujuan dapat cuan. Namun, aku tidak menempatkannya di urutan pertama supaya tidak cepat kecewa. Tidak semua orang bisa cepat mendapat penghasilan dari Youtube. Bahkan, banyak yang tumbang sebelum tiba di titik itu.  Jadi ya…mulai saja dulu.

Hari-hari ini, aku sedang rajin merapal mantra (haha, maksudnya menyugesti diri): Kalau aku bisa menghadapi tantangan hidup selama ini, aku juga bisa menghadapi rasa kurang pede dalam hal ini.

Aku nggak harus tahu segala sesuatu tentang Youtube untuk mulai. Bagian terbesar yang aku perlukan adalah berani.

Jadi… ini aku:
Ibu rumah tangga 44 tahun.
Lagi belajar ngonten.
Lagi belajar melawan tokoh antagonis di dalam diri sendiri.

Kalau kamu juga lagi berjuang untuk memulai, tidak harus ngonten, tapi tentang apapun yang kamu takuti,
tulis di komentar yuk….

Kita saling menyemangati.

Posting Komentar untuk "Mulai Ngonten Youtube di Usia 44"