Paradoks Kesepian





langit suatu sore, di seberang Trans Studio Mall Makassar





Kesepian, kadang seperti uap

Pelan dan lembut menelusup celah

Luput dari penglihatan yang lelah

Terasa siksanya setelah jiwa meresah



Sudah lamaaaa sekali saya tak menulis puisi. Pada saya, berindah-indah dengan kata untuk menyampaikan sesuatu sudah menjadi hal yang sangaaaaat dulu. Kadang masih heran sendiri, kok dulu bisa ya bikin puisi. Bahkan, beberapa puisi pernah lolos selera redaksi koran Solopos. Saya lupa berapa nominal honornya, yang pasti bisa buat perbaikan gizi selaku anak kos😀.



Di tulisan ini cuma menyusun kata (yang maunya) puitis dalam empat baris, Tapi prosesnya bikin saya meringis. Masih untung tak sampai menangis.

Sejak beberapa hari lalu saya memang ingin menulis tentang kesepian. Pangkalnya ketika suatu hari tetiba saya merasa mellow. Padahal, menurut hitung-hitungan primbon tanggal, itu bukan waktunya pre menstruasi (kalau PMS, saya memang biasa mellow dan gaje –nggak jelas).

Apapun itu, kesepian sering membuat saya merasa tidak oke. Sampai saya merasa perlu untuk sambat di “buku muka” ^-^



Ternyata harusnya : It's okay to not be okay😀




Sepertinya, saya tidak sendirian merasakan problem kesepian. Dalam chat dengan seorang teman, dia sampai "mati rasa" dengan kesepian....bukan karena tak lagi merasa kesepian, melainkan karena saking sehari-harinya merasa kesepian. #SoSad


Dalam chat dengan teman yang lain, dia merasa hari-harinya selalu kesepian. Meski dia tidak tinggal sendirian, faktanya dia selalu merasa kesepian.


Masa pandemi ini, konon banyak orang mengalami depresi. Kondisi mental yang rasanya selalu berhubungan dengan kesepian. Situasi yang niscaya mengingat pandemi ini mengakibatkan banyak perubahan dan kesulitan.


Kesepian memiliki sebab yang berbeda-beda.


Kesepian juga bisa membelit siapa saja. Tak pandang usia maupun profesi. Juga tak melihat mobilitas. Mereka yang sering bepergian dalam keramaian juga bisa terancam kesepian layaknya orang-orang yang diam tinggal di tempat sunyi. Bahkan, seseorang yang tampak ceria dan "ramai", bisa jadi merasakan sepi di dalam hati.


Beberapa kali pindah dan adaptasi, membuat saya juga berkali-kali mengalami kesepian. Masa-masa ketika belum mengenal tetangga sekitar, apalagi memiliki teman dekat.


Baca : Pindah lagi


Ada satu masa pindah dan adaptasi (bukan kali ini), di mana saya sangat dalam terjerumus sepi. Merasa sendiri walau faktanya ada anak-anak dan juga suami. Saya sadar butuh bantuan tapi tak berani untuk pergi konsultasi psikologi. Bersyukurnya, pelan-pelan, situasi itu bisa berlalu dengan upaya self-healing.

Mungkin, lain waktu saya akan menulis, bagaimana masa-masa gelap itu terjadi. Jelas bukan pengalaman menyenangkan. Kesepian dalam rentang waktu cukup panjang itu......menyiksa jiwa.

Hal positifnya, pengalaman itu akhirnya bekerja seperti vaksin. Sakit saat dialami, tapi memberikan daya tahan lebih di kemudian hari. Mungkin saya tidak kebal kesepian, tapi tidak lagi terjebak dalam waktu yang lama.

Pengalaman mengajarkan jika kesepian itu seperti pedasnya makanan.

Kesepian level ringan, masih bisa dinikmati, juga lebih mudah disiasati. Semisal dengan pergi ke keramaian, ke rumah teman, atau melakukan berbagai kegiatan. Namun, ketika level kesepian semakin tinggi, sama sekali tak ada bagian yang bisa dinikmati. Juga lebih sulit untuk diatasi. Saya mengamini kebenaran dari paradoks kesepian. Seperti tertuang dalam gambar berikut ini :

basic design by Canva



Paradoks ini membuat saya menyadari, jika kesepian bukan melulu perkara tempat. Juga tak selalu karena ketiadaan orang-orang di sekitar kita.

basic design by canva



Merasa ~ perasaan adalah kata kunci.

Perjalanan waktu meyakinkan saya, betapa perasaan sering manipulatif. Seperti rasa cinta buta, sehingga mengesampingkan logika. Demikian juga rasa kesepian buta, yang membuat seseorang tak mampu “melihat” jika sesungguhnya ia tidak benar-benar sendirian.

Sejauh ini, saya bersyukur untuk kesadaran bahwa kesepian adalah hal yang normal. Siapapun bisa merasa kesepian. Yang berbeda adalah bagaimana kita merespon kesepian.

Pada saya sekarang, kesepian menjadi alarm yang nyaring mengenai hubungan saya dengan Tuhan. Pada saya, MERASA sangat-sangat kesepian seolah penanda jika Tuhan sedang terpinggirkan. Mengambil waktu hening dalam doa, membantu saya mengusir RASA sendirian, lalu melepaskan saya dari jerat kesepian.

"Pada saya", dua kata yang sengaja saya tebalkan. Sebab, saya tak ingin menghakimi kondisi spiritualitas seseorang hanya karena dia sering merasa kesepian.

Terlebih, pasti berbeda-beda cara orang dalam menyikapi kesepian. Cara yang tepat pada satu orang, bisa jadi tidak bekerja ketika diterapkan di lain orang. Apalagi kalau seseorang mengalami kesepian akut (depresi berat) yang sangat mungkin membutuhkan pengobatan.

Jika merasakan kesepian yang mendalam dan berlarut, jangan sungkan untuk mencari bantuan. Mungkin bantuan doa, atau telinga untuk mendengar, atau bahu untuk bersandar.

Namun ingat, jangan bersandar pada bahu yang salah ya....😀😀💓💓

--------------------------------------------------

paradoks/pa·ra·doks/ n pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks (Kamus Besar Bahasa Indonesia Online)




Previous : Sepuluh bulan di Makassar

40 komentar untuk "Paradoks Kesepian"

  1. Kalo merasa kesepian, padahal di sekitar kita sedang tida sepi, artinya memang ada yg harus dilihat lagi ke dalam diri kita ya mbak. kata postingan para psikolog gitu, hehe. Aku juga sering kok merasa hidup di duniaku sendiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah merasa kesepian cukup panjang membuat saya menarik pelajaran. Jadi lebih mengenali diri juga :)

      Hapus
  2. Aku tu tipe yang suka sepi tapi nggak suka kesepian, haha. Cuma sering nyaman di rumah dibanding berkerumun.
    Tapi bener banget si, mbak. Kalo ada masalah dan ngerasa sendirian, harus cepet cari temen buat sharing. Kata psikiaterku gitu. Biar gak berlarut-larut perasaannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena sepi belum tentu membuat kesepian ya kan mba ana :)
      Dalam suasana sepi, banyak kegiatan jadi bisa dikerjakan dalam konsentrasi

      Hapus
  3. ... betapa perasaan sering manipulatif ...
    Subyektif sekali si perasaan itu. Karena memang empunyanya yang tahu banyak tentang dirinya dan setiap saat berpikir tentang dirinya.

    Memang perlu diambil hikmahnya ya, Mbak ... seperti dalam tulisan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yup mbak Niar. Perasaan subyektiffff bangeeeet. Mana bisa salah pula :)

      Hapus
  4. kalo kesepian yuk curhat bareng aku. jangan dipendam-pendam ya, mbak. mesti dikeluarin uneg-unegnya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe...bersyukurnya sekarang sudah lebih peka menghadapi kesepian. Mudah2an nggak pernah lagi kesepian dalam periode lama

      Hapus
  5. Aduuh ni bener banget. Pandemi tu bikin mellow, kesepian, stres apa aja lah istilahnya :)
    Saya gak mau bohong juga kalau pandemi baik2 aja. Banyak juga errornya haha. Tos mba.
    Keluarin aja lewat tulisan, lewat puisi mba. Yuk saling semangati diri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tossss mb Lidha (eh hampir salah nulis jadi lisdha...nama sendiri dong hehehe)
      Saling semangati siri!!

      Hapus
  6. Bersepi-sepi untuk kembali ngobrol dengan Kekasih
    Haduhh kok jadi pengin menggalau juga nulis puisi wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. perasaan negatif kadang memang bisa jadi trigger untuk produktif ya hehehe.

      Hapus
  7. Auto puter lagunya BSB "Show me the meaning of being lonelyyy...."
    *jebakan umur* :P

    Btw, aku kalau PMS, samaaa kayak dikau, Mak. memang biasa mellow dan gaje –nggak jelas).

    BalasHapus
    Balasan
    1. jaaaaaaa.....nyanyi bareeeng maaak.BSB deuuu...apa kabar mereka?

      Hapus
  8. Puisinya indaaaah banget Lisdha,
    jangan jangan karya puisi seindah itu lahir dari kegalauan dan kesendirian?

    Tapi yaaa .. begitulah seorang perupa, berkarya selalu dalam kondisi "in the mood"
    dan "in the mood" ini tidak hanya saat riang, tapi juga saat kesepian, sedih yang mendalam...

    Aku setuju manusia memang selalu harus punya teman untuk berbagi duka,
    ga usah banyak, dan ga usah jauh. Aku punya Ibu yang menjadi temanku, juga kalau saat ini, suamiku.
    Yang lebih girang lagi, ternyata anak-anakku juga bisa jadi sahabat!

    Alhamdulillah bersyukur diberi sahabat di sekitarku. Kuberharap Lisdha punya teman - sahabat - keluarga yang selalu merapatkan barisan di saat diperlukan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mak tantiii :)

      bikin puisinya pas uda ga galau sih hehehe.
      sekarang karena sedang jd orang baru, sahabat dekat sementara ini baru suami dan anak2 :)

      bersyukurnya skrg sdh lebih peka dengan jenis kesepian yang negatif itu mak tanti. Bisa dibilang sdh mayan ngerti cara ngadepinnya :)

      Hapus
  9. Sepakat mba kalau memang ada perasaan kesendirian yang terlalu terasa baiknya memang sampaikan ke orang lain buat dibantu

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya dulu ga berani ke psikolog. tp skrg jd supporter buat orang pergi ke psikolog hehehe

      Hapus
  10. Bener Mak, it's always okay not to be okay. Perasaan yang kita rasakan itu valid dan harus kita terima dengan lapang dada. Tentang rasa kesepian, selama kita selalu berusaha untuk menjaga koneksi baik dengan orang-orang terdekat di sekitar kita, InsyaAllah kita akan merasa lebih bahagia :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup mak. lebih menerima = lebih legowo

      Hapus
  11. Yes mbak, kesepian ga melulu karena tempat tp karena perasaan kita sendiri. Aku sesekali mengalaminya, kalo dah capek dan jenuh, aku bisa tiba2 ngerasa hampa.. Tapi ya itu harus cepat2 diatasi kalo nggak bisa terbawa sama suasana hati

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya bener mbak. tidak segera mengatasi akibatnya bisa jadi berkembang aneh2 ^_^

      Hapus
  12. Iya kadang lupa ya kalau di sekitar kita ada banyak yang bisa diajak bicara dan bersedia mendengarkan tetangga, sahabat, pasangan dan anak-anak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin lupa dalam arti sudah berprasangka kalau oranh lain nggak bakalan nyambung/ngerti dengan apa yg kita ceritakan.

      Hapus
  13. jika kesepian bukan melulu perkara tempat. Juga tak selalu karena ketiadaan orang-orang di sekitar kita.

    Kesepian itu adalah rasa. Kalau aku yg pernah mengalami sepi seperti kehilangan diri yg dulu. Sepi krn mrs kosong. Itu sih. Haha. Tp bnr2 hrs diisi kesepian itu dg berbagai rasa.

    BalasHapus
  14. Sekarang kalau merasa kesepian banyak pelariannya lihat planting di YouTube, Chanel liziqi, chanel Slice, nonton drakor dan kesamaan minat terhadap sesuatu

    BalasHapus
    Balasan
    1. kesepian yang tidak akut memang masih relatif mudah dalam menyiasati :)

      Hapus
  15. Jaman belum menikah saya sering sekali menulis puisi atau tulisan tulisan yang deep, dalaaaam banget sampai terasa seperti pujangan baru, hehehee

    Memang semua tulisan itu akan bernyawa saat melebur dengan keadaaan.

    Saya pernah Mbak, merasa kesepian juga dan akhirnya mencoba untuk mengatasinya lebih cepat daripada biasa, yaitu kembali ke Tuhan, berdoa dan mendengar kajian yang membangkitkan rasa bahagia dan semnagat

    BalasHapus
  16. Iya kadang klau memang susah membunuh sepi jatuhnya pasti ke stress ya mba.. perlu bngt teman bicara..tapi kadang bisa disalurlan lewat tulisan..

    Tapi yg bahaya klo merasa sepi ditengah keramaian..😢

    BalasHapus
  17. Hmm seringnya saya mengalami ini
    Sepi di tengah keramaian
    Bahkan main sama anak anak saja berasa sendiri

    BalasHapus
  18. aku mikirnya karena sekarang itu semua serba digital dan medsos udah jadi keseharian, malah bisa banget orang merasa sepi. Sebenarnya manusia sebagai makhluk sosial butuh interaksi secara langsung, ketemu, ngobrol, haha hihi supaya enggak kesepian.

    BalasHapus
  19. Saya justru kebalikan, Mbaa.. Saya sepertinya butuh sendiri. Mgkn saya termasuk orang yang bersorak didalam keheningan. Serba salah yaa yg namanya manusia tidak akan pernah puas dengan kondisi yang dijalani. Maka obat segala kegundahan hati ya bersyukur. Syukur akan nikmat Tuhan yang kita miliki

    BalasHapus
  20. Kesepian memang sejatinya bukan hanya soal rasa yaa..
    Tapi ketika kita merasa kesepian, harus banget menyadari akan hal ini dan mencari jalan keluar dari sisi keilmuan scientist. Agat tidak berlarut-larut dalam cara yang kurang tepat.

    BalasHapus
  21. Aku tuh sering banget dulu ngerasain sepi walaupun lagi berkumpul sama temen-temen lho mbak. Jadi menurutku emang sepi itu "merasa dan dirasakan". Puncaknya sampe mau nangis aja ga bisa. Tapi alhamdulillah semuanya udah terlewati sekarang udah jauh lebih baik. Kalau rasa sepi datang lagi ya dicobain cari kegiatan seperti blogwalking kayak gini jadi merasa ada temennya. Hehhe

    BalasHapus
  22. Teap semangat mbak, kesepian wajar adanya perasaan yang bisa bikin memanipulasi. Kuncinya ada di kita dan hati jangan sampai kesepian merajai

    BalasHapus
  23. Aku sering sih merasa kesepian, dan asik juga kalo di ungkapkan. Perasaan kesepian gak selalu identik dengan kesedihan sih, cuma merasa harus lebih banyak komunikasi aja kali ya akunya

    BalasHapus
  24. Pernah banget mengalami kesepian, dan terasa terlalu menikmati. Pasca Ibu meninggal dulu. Kini mulai berdamai dengan diri sendiri. Aku belum jago nulis puisi nih

    BalasHapus
  25. Aku ga bermaksud utk menyindir org lain yaa, tapi buatku, di saat aku kesepian,sedih, kecewa, bahkan terlalu happy, aku selalu LBH suka mengadukannya ke Tuhan mba. Bukan ke manusia. Buatku, Nangis di waktu malam, saat sujud dan mengadu, dan setelah itu pikiran bener2 bisa plong. Itu yg selalu aku rasain. Ga akan sama ceritanya kalo hanya menceritakan ke temen. Plongnya beda. Tp ntah yaa kalo ke psikolog, secara aku blm prnh sampai tahap itu :D.

    Mengadu ke Tuhan masih cukup buat sekarang :)

    BalasHapus
  26. saking terbiasa dgn kesepian. .. smp tak bisa membedakan, sepi dan tak sepi.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)