Logo Blog DW (Praktikum "The Series")

 



Sudah hampir tiga minggu saya tidak update blog. Awalnya karena sebuah tulisan yang isinya membuat saya maju-mundur untuk publish. Eh, jadi kebablasan lama nggak post (sampai sekarang tulisan yang saya maksud itu masih bertahan di draft). Bersyukurnya, hiatus ngeblog ini terisi dengan beberapa hal yang menurut saya lumayan berfaedah ^-^. 

Saya (sok) sibuk dengan beberapa “praktikum” yang proses maupun hasilnya bisa saya ceritakan satu per satu di blog. Makanya di judul saya tambahkan "the series" meski mungkin tidak akan tayang reguler. ^_^

Alih-alih menggunakan kata trial (percobaan), saya memilih diksi praktikum. Biar serasa anak sekolahan (sementara usia sudah jauh berlari dari fase itu hahahaha). Ketimbang masa kuliah yang praktiknya lebih banyak di bidang sosial (pertanian), kata “praktikum” memang lebih mengingatkan saya pada masa-masa seragam putih-abu. Saya melewati periode itu di sekolah kejuruan. Hari-hari sekolah banyak saya lakoni dengan mengenakan jas praktikum dan gentayangan dari lab ke lab.

Percobaan, trial, praktikum....apalah istilahnya, anggap saja serupa. Intinya, kegiatan saya masih level eksperimental. (Yayaya, mana tahu suatu hari ada salah satu atau dua yang naik kelas ke level komersial)👀    

Salah satu eksperimen saya adalah membuat logo dengan aplikasi Canva. Yuhuuuu, akhirnya blog DW punya logo!! Sedari lama saya ingin punya logo untuk blog ini. Berhubung blog ini belum sangat komersial, jadi keberadaan logo lebih untuk kepentingan dekorasi (hihihi). Setidaknya sebagai penanda khas dari blog ini.

Namun, keinginan itu lama mandeg sebagai keinginan. Saya selalu merasa kurang artsy (berseni). Yay, ini mungkin yang dinamakan "batasan mental". Saya sudah merasa tidak mampu dulu sebelum mencoba.

(Sepertinya, "kurang artsy" itu juga terlihat pada pada anak-anak. So far Ale-Elo tidak tampak ada bakat alami dalam hal seni (setidaknya terlihat dalam menggambar, menari, atau menyanyi). Elo bahkan terang-terangan menganggap bahwa mewarnai adalah pekerjaan yang boring dan berat. Dia mending belajar berhitung daripada menggambar atau mewarna).

Saya membuat logo blog ini menggunakan aplikasi Canva yang gratis. Sebenarnya sudah lama saya mengenal aplikasi ini dan memasangnya di gawai. Bahkan sewaktu masih di Medan dan bertugas membuat warta gereja, saya beberapa kali menggunakan aplikasi ini.  

Namun, karena tidak terlalu sering menggunakan plus keterbatasan memori gawai, aplikasi ini saya un-install. Saya kembali memasangnya ketika Kumpulan Emak Blogger mengadakan kelas Canva yang bisa diikuti level pemula (thanks KEB). Namun, saya sudah keder duluan untuk ikut challenge-nya (itu tadi, "batasan mental"). Peserta lain bikin gambar ilustrasi yang keren-keren. Saya belum bisa seperti itu. Jadi saya coba bikin logo aja deh. At least ada output nyata dari ikutan kelas hahaha.  

Namun, niat awal saya bukan bikin logo blog lhoo...

Jadi, sebenarnya logo blog ini hanya “turunan”. Bagi yang pernah belajar kimia, pasti tahu maksud dari turunan. Semula, saya kepengin membuat logo untuk kepentingan memasarkan praktikum jahitan (haha, lagi-lagi praktikum). Saya menjahit masker kain 3D dan saya tawarkan ke grup ibu-ibu kompleks. Puji Tuhan ternyata ada yang mau. Biar tampak "niat" dan rapi, saya kemas masker dilengkapi print out logo/merk😀.

Next, saya tulis tersendiri tentang eksperimen jahit-menjahit itu ^-^

Nah ini logo awalnya :



Dari logo ini kemudian terpikir, kenapa nggak sekalian untuk logo blog? Kan tinggal ganti tulisan handmade-nya. Kalau suatu hari punya toko online, sepertinya juga bisa pakai logo ini. Tinggal mengganti handmade dengan store atau shop atau toko (tinggal pilih kata). 

Memang ya, kadang sesuatu yang tidak diniati malah jadi. Seperti kalau mau ketemuan atau pergi bersama-sama. Jika direncanakan eh malah nggak jadi-jadi. Sementara, ketika dilakukan spontan atau tidak terencana malah terlaksana. 

***

Semula, tak ada  arti khusus dari logo tersebut. Beda jauh-lah dengan logo seriusan yang segurat garis pun bisa punya makna. Pada logo saya, pilihan font dan dekorasi pemanis hanya berdasarkan rasa suka. Ukuran huruf juga hanya berdasarkan kira-kira. Warna biru mengikuti warna dasar blog. Sementara DW merupakan inisial dari daily-wife. 

Saya baru terbersit tentang makna lain dari DW  setelah sempat bimbang antara dua pilihan, DW craft atau DW handmade. Kemudian terpikir, DW handmade bisa diterjemahkan secara simple sebagai “buatan tangan DW”. 

Dalam bahasa Indonesia, duet abjad DW kita baca sebagai de+we (lain halnya dalam bahasa Inggris yang akan kita baca di+double-u). Pengejaan serupa juga terjadi dalam bahasa Jawa. Namun, dalam bahasa Jawa, dewe merupakan kata yang punya arti.

Dewe = sendiri, dewekan = sendirian.

DW handmade = buatan tangan daily-wife = buatan tangan dewe = buatan tangan sendiri.

Hahaha, pokoknya gotak-gatuk dengan rumus cocoklogi. 

Dewekan-sendirian lebih sering dimaknai negatif dibandingkan sebaliknya. Negatif yang saya maksud bukanlah selalu buruk. Namun, ada kecenderungan untuk menganggap lebih baik jika tidak sendirian. Mungkin ini tidak berlaku untuk semua hal, tapi pasti untuk banyak hal.

Pergi-pergi...jangan sendirian.

Nongki-nongki...jangan sendirian.

Hidup....jangan sendirian.

Bagaimanapun, sendirian sering diidentikkan sebagai kesepian. Padahal, banyak lho orang yang merasa kesepian di tengah keramaian (ini anomali yang sungguh fakta). Maka, orang jomblo cenderung dianggap merana daripada bahagia. Apa iya? Pasti tidak selalu. (Tanya sendiri, jawab sendiri...hihihi).

Sendiri kadang juga diidentikkan dengan egoistik individualistik. Ketidakmampuan/ketidaksukaan seseorang dalam berhubungan atau bekerja sama dengan orang lain sehingga mengerjakan segala sesuatu sendiri.

Saya tidak mengidentikkan sendiri dengan dua hal di atas. Logo DW justru mengingatkan saya pada dua hal berbeda :

Pertama sendiri sehubungan dengan tanggung jawab pekerjaan/tugas/impian/target atau apalah itu. 

Maksudnya gini lho, sebagus apapun dukungan dari luar, hidup adalah tanggung-jawab masing-masing pribadi itu sendiri. Seseorang bisa memiliki lingkungan dekat maupun jauh yang supportif. Namun, sebesar apapun dukungan eksternal, tidak akan artinya bila tidak diikuti gerakan dari internal seseorang.

Widih....kok bahasanya terasa agak ribet, bahkan bagi saya yang menulisnya :D.

Pakai contoh mudah saja deh :

Seorang mahasiswa yang sudah sampai tahap mengerjakan skripsi. Dosen pembimbing sudah ready. Orangtua mendukung baik dana maupun keperluan lainnya. Juga ada teman-teman yang tidak keberatan sebagai teman diskusi maupun hahahihi (refreshing kalau suntuk). 

Faktor eksternal sudah mendukung banget kan ya. Namun, kondisi eksternal itu tidak akan membuat skripsi sim salabim selesai. Skripsi itu hanya akan jadi jika si mahasiswa mengerjakannya (kalau dia pakai jasa-bikin-skripsi, itu lain cerita).  

Contoh lain, seorang pecandu narkoba. Mungkin dia punya keluarga inti yang sampai “berdarah-darah” dalam melepaskannya dari jerat narkoba. Dia juga mendapat dukungan dari sahabat, dokter, konselor, pemuka agama, dan lain-lain. Namun, kalau dari dalam dia sendiri tidak ada niat dan tanggung-jawab untuk lepas, ya wassalam.

Kedua, sendiri terkait dengan bahagia. 

Aduuuh, bahagia....hal yang dicari bahkan diperjuangkan umat manusia.  Sebenarnya ini masih terkait dengan poin pertama sih. Hanya lebih spesifik, yakni bahagia adalah tanggung-jawab masing-masing pribadi. 

Lahir dan tumbuh di negeri ini berarti hidup dengan budaya kekeluargaan dan keguyuban yang kental. Tak heran jika kebahagiaan kita sering berkaitan erat dengan keberadaan orang-orang di sekeliling kita.

Namun, saya ingat sebuah nasihat hidup pernikahan dan keluarga. Intinya kurang lebih : jangan meletakkan dan menggantungkan kebahagiaan pada pasangan dan anak-anak. Bagaimanapun, pasangan bisa pergi (entah pergi dalam keadaan hidup atau mati). Demikian juga anak-anak, akan ada saatnya mereka pergi dan membangun “sarang” masing-masing.

Sebenarnya ini berlaku untuk untuk semua jenis kelamin. Namun, pesan ini sangat mengena bagi perempuan. Mahluk Tuhan yang punya nature (atau dikonstruksi???) untuk melayani/membahagiakan orang lain. Tugas yang baik dan mulia, tapi kadang overdosis sehingga banyak perempuan "lupa membahagiakan diri sendiri" atau bahkan "merasa tak berhak untuk mengusahakan kebahagiaan diri sendiri."

Hhhm,... saya memang barusan menyelesaikan baca buku Self Love sih. Buku yang menyebarkan pesan untuk "mencintai diri sendiri." Bukan cinta pada diri sendiri yang egois, melainkan cinta yang lembut, yang penuh. Saat seseorang bisa mencintai dirinya secara penuh, ia juga punya kemampuan untuk mencintai orang lain secara penuh. (Next saya usahakan untuk membuat resensi bukunya ^-^) 

Begitulah behind the story dari logo blog DW.  Terima kasih sudah membaca tulisan gado-gado ini. God bless your day

---------------------------------------------------------------

Prev :  DIY Pot Botol dengan Selotip

Next : Membuat MOL dari Limbah Dapur

36 komentar untuk "Logo Blog DW (Praktikum "The Series")"

  1. logonya simpel tapi cantik banget mbak.

    anyway ngomong2 soal praktikum, aku malah inget jaman kuliah, karna aku ambil jurusan IT kalau praktikum pasti di lab komputer, kalau praktikum hardware rasanya menyenangkan, tp kalau praktikum sofware (pemrograman, basis data, manajemen proyek) serasa mau kiamat rasanya, otak sampe kriting

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasiiiih mbak meta. Semoga mengikis "batasan mental" saya yang sering merasa nggak mampu duluan ^_^

      wedeewww....IT itu samthing too high buat saya. Lha baca html saja, saya auto berasap. Makanya blog ini luguuu banget tampilannya hahaha

      Hapus
  2. canva emang andalan banget ya buat bikin desain apa aja. logonya cakep n simple.
    nanti mau nyimak cerita jahitnya. aku suka jahit masker juga, tapi banyaknya dibagi2in aja :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. aha..ditunggu cerita jahit sama mbak inna yang hobi craft...duuuh deg2an hahaha

      Hapus
  3. Boleh juga nih, idenya pakai istilah praktikum. Belajar sepanjang hayat, ya. Aku juga suka canva, kok. Jadi, udah bagus nih, kurikulum dan materi pelajarannya hehehe. Semoga sukses dan summa cum laude!

    BalasHapus
  4. Waah, baca artikel ini bunda jd tambah berasa bukan2 apa2 dan bukan siapa2. Kontennya sarat bahan2 pelajaran, hihihi... bisa gak ta bunda serap nih.Gara2 mati ide blog bunda dianggurin bukan 3 minggu tapi "berbulan-bulan." Suka takut gagal sblm mencoba, apa aja! Tp kl masih mau jd bloger ya hrs hidup pikirannya gak beku ya kan? Btw baca arti logonya bunda jd tersenyum lho. DW= Daily Wife Untungnya bukan MW=Monthly Wife. #becanda, peace ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha bundaaa...kalau dulu nggak resign saya beneran bisa jadi WM looh :)

      Hapus
  5. Hebat mba udah bikin logo. Aku masih belum dan masih ke branding lewat tulisan dan apa yang aku share. Tadi aku lihat logonya mba, masyAllah bagus mba. Aku suka. Sederhana tapi elegan gitu 😍. Ngomong-ngomong mba, buku self lovenya karangan siapa yang mba baca? Jadi pengen ikutan baca juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. penulisnya beberapa. tapi nggak sekeroyokan kalau antologi sih bund. kapan2 aku tulis yaaa

      Hapus
  6. selamat ya mbak, ternyata memang menyenangkan ya membuat logo sendiri, apalagi kalau ada makan filosofinya sekalian. tapi saya belum lihat nih logonya nempel diblog mbak. apa karena belum ditempel ya jadi gak kelihatan?

    BalasHapus
  7. Wah ternyata ada juga yang ngalamin sama kayak saya, ketika kehabisan ide dan tulisan cuma sampe draft ehhh malah udah nggak ada kelanjutan lagi :D

    BalasHapus
  8. logonya cantik mbak, simple
    sama mbak, kadang saya juga banyakan ngedraftnya daripada postingnya, hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih mbak diah :). dan tulisan yng saya maksud msh jadi draft smapai saya balas ini hihihi

      Hapus
  9. bikin logo sendiri pake aplikasi itu memang kreatif, keren, saya mah cuma pake logo creator online di google whwheh

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha saya malah ga tau ada logo creator online di google hehehe

      Hapus
  10. Ya ampun nasehat pernikahannya makjleb banget mba. berat pula hiks. Aku sampe nggak berani memikirkannya . Tapi makasih mba sudah berbagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau kata suami saya, mari bahagia bersama (bukan bahagia karena). memang agak berat sih ini mbak. saya juga harus belajar utk menerapkannya

      Hapus
  11. Logo yang simpel, tapi setelah di utak atik dengan ilmu cocoklogi, maknanya daleeeem banget.

    Saya jadi penasaran juga sama isi buku Self Love. Ayo dong tulis reviewnya mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. siap mbak..nunggu giliran setelah praktikum the series nih :)

      Hapus
  12. Desainnya simpel dan manis mbak, aku nih perlu eksplor canva juga, pengen bikin² desain yang lucu juga 😁

    BalasHapus
  13. Lah kan emang kalau buat blog itu dewekan. Enak sendirian, ga ada campur tangan yg lain. Saya suka liat logonya, mba.. maniis.. sukses terus yaa blognya, semoga makin komersial.

    BalasHapus
  14. Bagus loh mba logonya. Ayo dipasang jadi logo blog. Dimasukkan setting agar setiap kali blog dibuka, di bagian tab atas itu enggak muncul logo blogspot lagi, tapi logo yang Mba Lisdha buat itu. Semangat terus ya mbaaa untuk praktikum. ;)

    BalasHapus
  15. Akhirnya bisa membuat logo ya, Mbak. Hasil nyata dari kelas Canva yang diadakan oleh Komunitas Emak-emak Blogger kemarin. Ilmu itu memang harus dipraktikkan, kalau enggak nanti lupa lagi ya hehehe

    BalasHapus
  16. Mbaaaa aku kok merindiiingg baca filosofi di balik logo blog DW ini
    Kece paraaahhh! Beneran mba, karena beberapa hari ini daku terjerat overthinking
    dan blogpost ini insightfull banget buat akuuu

    BalasHapus
  17. Semoga makin sukses mbak dengan logo barunya, filosofinya keren ya, dw artinya dewean, handmade okelah

    BalasHapus
  18. Ye, akhirnya sudah ada logo blognya. Selamat, Mbak. Keren karena bikin sendiri, ngutak atik di Canva.

    Ilmu cocoklogi itu emang asyik dan sukanya pas banget ya, Mbak.

    BalasHapus
  19. Yeaaay akhirnya kesampauan punya logo buat DW ya mbak, warna biru kesukaanku nih :) Aku juga kurang kreatif nih, kalau mau buat-buat biasanya minta bikinin sama anak-anak aja. Tapi sejak belajr canva mulai buat sendiri meskipun hasilnya belum sempurna

    BalasHapus
  20. Selamat mbak atas logo barunya. Emang sih yang baru2 biasanya bikin semangat. Kalau saya pengen ganti theme cuma maju mundur juga haha
    Jd pengen baca buku Self Love juga nih jdnya, krn lagi butuh motivasi juga nih utk menjalani hidup yg rasanya kek gini2 aja huhu
    Eh di buku itu ada pembahasan soal memaafkan diri sendiri gak ya?

    BalasHapus
  21. Canva memang mempermudah kita bikin yang sepertinya susah tapi ternyata setelah dicoba mudah dan gampang. Lihat logo DW, aku baru ngeh.. Kok aku belum punya logo ya hehe. Pingin bikin logo khas gitu buat blog HM Zwan

    BalasHapus
  22. Wah bagus banget mbak logonya, filosofinya juga dalam..keren...aku juga pengen bikin log sendiri untuk kelas nulis onlineku Ruang Aksara, mau coba ah utak-atik Canva...

    BalasHapus
  23. Logo blog saya malah yang membuatkan pihak Canva. Lumayan dapat job dibuatkan logi sama Canva. Tetap semangat ya mak. Membuat logo memang butuh effort nih

    BalasHapus
  24. Simple.logonya but usefull sipdah saya juga suka yang smart penuh makna . Jadiiin aja deh logonya

    BalasHapus
  25. Logo itu sekaligus branding yaa, kak..
    Jadi harus bikin yang sesuai, simple tapi tetap elegan.

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)