Makam Raja-raja Tallo

 






Saya adalah seseorang yang dulu sempat berpikir, apaan sih belajar sejarah? Nggak penting. Terlebih, di masa sekolah dasar - menengah, penyampaian pelajaran sejarah di sekolah rasanya kurang menarik. Rasanya, sekedar dijejalkan informasi-informasi tentang masa lalu, menghafal nama-nama penting (nama lokasi, nama pahlawan etc), menghafal tanggal/bulan/tahun/periode sebuah kejadian, menghafal peristiwa-peristiwa, yaaaah semacam itulah.

Padahal saat itu saya cukup kuat dalam pelajaran hafalan. Harusnya sih saya suka pelajaran sejarah. Tapi entah, rasanya sekedar belajar untuk memenuhi tuntutan nilai saja. Tak ada ketertarikan kuat untuk menyelaminya. 

Tahun pertama kuliah di fakultas pertanian, saya satu kost dengan seorang mahasiswi sejarah. Masa itu, saya masih berpikir, waduuh apa coba menariknya kuliah sejarah? Padahal, jauh sebelum saya lahir, presiden pertama Indonesia, Bung Karno sudah berkata, yakni "jas merah ; jangan sekali-kali meninggalkan sejarah." 

Tapi waktu berlalu, pelan-pelan saya menemukan kesenangan dari membaca hal-hal yang telah lalu. Memang belum sampai level tergila-gila mengulik masa yang telah lewat. Hingga sekarang, pengetahuan sejarah saya tetap masih terbatas. Saya juga masih nggak hafal urut-urutan dan keterkaitan antar-peristiwa. Tapi setidaknya, saya tak lagi alergi. Saya tak lagi berpikir "apaan sih belajar sejarah?" Membayangkan masa-masa yang sudah lewat ternyata memiliki keseruan tersendiri. Terlebih jika kemudian mencoba menghubungkan dengan situasi saat ini. 

Sedikit pengetahuan tentang sejarah sudah menolong saya untuk tidak jumawa.  Saat membaca rentang peristiwa, kita banyak tahu tentang pembalikan situasi. Sesuatu yang berjaya pada masa lalu, bisa  tinggal sisa-sisa terlupakan di masa kini. Maka proses serupa juga sangat mungkin terjadi : apa yang kita percayai dan kita banggakan pada saat ini, bisa jadi terkubur dalam-dalam di masa depan (ini yang saya maksud dari "menolong saya untuk tidak jumawa")  

Ah, kepanjangan prolognya ^-^  

Padahal tadinya cuma pengen buat "mengantar" cerita tentang kunjungan kami ke Makam Raja-Raja Tallo pada Agustus 2020. Jika masih berpikir "apaan sih belajar sejarah", saya pasti tak akan menjadikan tempat ini sebagai salah satu destinasi jalan-jalan saat tinggal di Sulawesi Selatan. Kunjungan ke makam raja-raja Tallo juga dengan pertimbangan situasi pandemi. Tempat-tempat seperti ini biasanya cenderung sepi, jadi nggak akan susah jaga jarak. 

Jujur, pengetahuan saya tentang kerajaan Tallo (dan Gowa tentunya), sangatlah minimal. Kunjungan ke makan raja-raja Tallo memaksa saya untuk kembali membaca. Tapi memang belum banyak sih yang saya baca. Minimal disegarkan kembali tentang garis besar sejarah kerajaan Tallo.

Makam raja-raja Tallo terletak  di Kelurahan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Hari itu, saya ke sana berempat, siapa lagi kalau bukan dengan family team : BJ, Ale, Elo. Masih berada di wilayah kota, jadi bukan perjalanan yang jauh. Hanya sekitar 7 kilo meter dari benteng Fort Rotterdam. So far saya malah belum kembali ke benteng legendaris ini. Saat ke sana tempo hari, Fort Rotterdam masih ditutup akibat Covid-19. Jadi, ke makam Raja Tallo pun, saya dan BJ  pakai jurus untung-untungan. Soalnya, sudah berusaha cari info di internet tapi nggak nemu. Kalau buka, syukurlah. Kalau masih tutup ya sudah, balik lain hari. Toh nggak jauh ini...

Tiba di lokasi yang ditunjukkan google-map, sejenak kami merasa ragu. Sebab, lokasi berada di pemukiman padat. Dari jauh tak terlihat tulisan petunjuk yang mencolok mata. Siang itu, suasana di gerbang makam juga sangat lengang. Kami langsung berpikir, jangan-jangan tutup. Tapi coba aja deh....Pelan-pelan kami masuk ke parkiran. Hore, ternyata buka.

Tak ada pembelian tiket, kami bisa langsung masuk dan menyusur makam. Di salah satu makam, ada beberapa orang yang sedang terlihat berziarah. Menurut petugas, makan raja-raja Tallo memang masih rutin dikunjungi untuk ziarah. Keberadaan bunga tabur dan bangku-bangku di beberapa makam menjadi penegas keterangan bapak petugas.

Menurut beberapa sumber, kompleks makam raja-raja Tallo dibangun pada pada abad 17. Sesungguhnya, kompleks makam merupakan bagian kecil dari lingkup areal benteng kerajaan. Namun, batas-batas benteng telah hanya tinggal sisa-sisa reruntuhannya. Faktanya, areal yang dulu termasuk dalam benteng kini menjadi pemukiman penduduk. Saya berusaha untuk mengembangkan imajinasi, betapa hebatnya dulu tempat ini.




Pemugaran dan penetapan sebagai cagar budaya menjadi areal makam seperti taman asri di tengah kepadatan pemukiman. Pohon-pohon tua meneduhkan sebagian areal makam. 

Terdapat 78 makam di kompleks ini, tetapi baru 20-an makam yang bisa diidentifikasi.  Nama-nama yang telah teridentifiksi ditabalkan dalam papan marmer yang terdapat di depan kompleks makam. Saya selalu butuh energi lebih untuk membaca nama-nama keluarga kerajaan di masa lalu (bahkan raja-raja Jawa sekalipun).  Misalnya saja, Imanginyarrang Daeng Makkiyo (Raja Tallo VII) dan Mallawakkang Daeng Matinri (Raja Tallo IX). Waaah, lidah saya nggak semulus jalan tol saat membaca nama-nama tersebut. 






Makam raja-raja Tallo terdiri dari tiga tipe bentuk, yakni susun timbun, papan batu, dan kubah. Saat melihat bangunan makam yang seperti candi, entah mengapa pikiran saya melayang ke gambar Candi Muaro Jambi (padahal saya belum pernah ke sana hehehe). Bentuk kubah yang kokoh juga mengingatkan saya pada bangunan-bangunan Belanda. Bukan hal aneh mengingat sejarah kerajaaan Gowa - Tallo berkelindan dengan keberadaan Belanda (VOC) yang memonopoli perdagangan rempah-rempah.



Sedikit mengingat tentang kerajaan Tallo :

Sejarah Kerajaan Tallo tak lepas dari Kerajaan Gowa. Mengutip dari wikipedia.id, Kerajaan Tallo bermula pada abad 15 sebagai pecahan dari Kerajaan Gowa. Pasca mangkatnya raja Gowa ke-enam, yakni Tonatangkalopi, wilayah kerajaan dibagi sebagai Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Sebagai Raja Gowa ke-7 adalah anak tertua, yaitu Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna, Sementara adiknya Karaeng Loe ri Sero menjadi raja Tallo yang pertama. 

Dalam perjalanannya, kerajaan Tallo dan Gowa justru tidak akur dan saling bersaing dalam suasana permusuhan. Keduanya terlibat peperangan hingga akhirnya Kerajaan Tallo mengalami kekalahan. Pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-10 Tonipalangga Ulaweng dan Raja Tallo ke-4 Daeng Padulu' dicapailah kesepakatan Rua karaeng se're ata (dua raja tetapi satu rakyat). 

Berdasarkan persetujuan tersebut, kedua kerajaan bersekutu, di mana Raja Gowa menjadi Sombaya (raja tertinggi) sedangkan Raja Tallo menjadi Tuma'bicara Butta (perdana menterinya). Duet dua kerajaan ini terkenal sebagai Kerajaan Gowa-Tallo.

Jadi ingat postingan sebelum ini, ada komentar bahwa gesekan antar saudara seringkali karena perkara warisan. Setahu saya, jabatan raja biasanya diserahkan pada anak sulung (meski tidak tidak selalu). Entah konflik seperti apa yang dulu terjadi sehingga terjadi pembagian kerajaan Gowa - Tallo. Konflik serupa masih sering kita dengar hingga zaman sekarang. Hanya pelakon dan detail perkaranya saja yang berbeda.

Bumi berputar, waktu memanjang. Namun, sejarah sering berulang dengan pola dasar yang serupa.


32 komentar untuk "Makam Raja-raja Tallo"

  1. Bener banget Mba
    Sampe sekarang urusan perebutan warisan masih mendominasi perbincangan, apalagi kalo ortu termasuk tajir melintir.
    Di surabaya, ada toko es krim legendaris yg terkenal banget. trus bapak owner es krim itu berpulang, dan yaahhh berita anak2nya rebutan warisan sering jadi berita di koran

    Eh la dalaaahhh, aku malah komentar soal perebutan warisan wkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. rapopo mbak...soale ini memang salah satu poin pembelajaran dari aku jelong2 ke situ :)

      Hapus
  2. Jas Merah, jangan sekali-sekali meniggalkan sejarah. Entah aku suka banget prolog di atas, karena hampir serupa, kini aku juga jadi tertarik mempelajari sejarah enggak seperti dulu,..Hm, atau karena faktor makin nambah U kita ya bak Lisda haha
    Tadi aku ikutan ngeja nama Raja-rajanya juga berlipat lidahku...susah ejaannya.
    Dan dari sini aku baru ngeh tentang kenapa ada Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo, kemudian Keranjaan Gowa dan Tallo! Nice sharing...untung cuma 7 km, kalau tutup balik kanan pun gapapa ya haha
    Ditunggu cerita lainnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi..iyo mbak dian. Mungkin faktor U membuat kita lebih mau melihat ke belakang. Ga melulu grusak-grusuk ke depan. Lebih wise eaaaaa :)

      Hapus
  3. Aku kalau pemakaman yang raja-raja belum pernah berkunjung. Paling sering ya wisata religi karena di Jawa kan banyak Sunan-sunan. Ya lagi-lagi sekalian belajar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya aku malah ga punya kebiasaan ziarah lho Mbak hehehe..even itu ke makam keluarga sendiri baru beberapa tahun belakangan ini aku lakukan

      Hapus
  4. aku meamngs uak sejarah m,mungkin karena dulu guru sejarahku pandai bercerita shg muridnya pada tertarik semua, jadi aku juag sering mnegunjungi banyak museum, makam raja2 dlll

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah beruntung sekali Mbak Tira. Apalagi Cirebon banyak peninggalan sarat sejarah ya..

      Hapus
  5. Wisata sejarah sekaligus religi ya mengunjungi makam...Selain itu, kita bisa melihat bentuk-bentuk bangunan zaman dulu...Itu makam ada yang bentuknya kayak berundak-undak seperti candi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya malah baru beberapa tahun belakangan rutin mengunjungi makam, Mbak. Sebab, hal seperti itu bukan kebiasaan dalam keluarga saya

      Hapus
  6. Aku pun awalnya gak demen belajar sejarah tapi semenjak hobi motret jadi paling senang banget datang ke tempat-tempat bersejarah gitu. Apalagi kalau ada tour guidenya jadi bisa sekalian untuk cerita di blog atau instagram.

    BalasHapus
  7. Aku setuju sekali dengan ungkapan JASMERAH itu mbak
    Karena kita seharusnya bisa belajar dan mengambil hikmah dari sebuah sejarah yaah
    Ternyata menarik juga cerita tentang sejarah Kerajaan Gowa nih mbak

    BalasHapus
  8. di kota Makassar sendiri banyak banget situs budaya sejarah yang bisa kita ceritakan lagi di blog ya mba, aku menikmati lho cerita makam kerajaan Tallo ini

    BalasHapus
  9. Eh, iya ya, jadi keingetan, aku kok jarang ya denger tentang Tallo dan kerajaan-kerajaannya. Lebih sering tentang Gowa. Padahal zaman sekolah dulu, kalo ngomongin Gowa, pasti dengan Tallo. Gowa Tallo. Kudu banyak belajar dan baca tulisan kayak gini lagi deh biar bisa inget terus.

    BalasHapus
  10. Sama mak, saya juga pas dulu sekolah paling malas belajar sejarah, sekarang malah lebih tertarik dan semangat nyari tau sendiri...

    BalasHapus
  11. Pelajaran sejarah memang kadang membosankan dan banyaaak hafalan, huhuu dulu waktu sekolah aku pun menghindari.
    Tapi lambat laun tahu sendiri lewat tulisan kek gini, yutub dll.

    Btw bener banget sejarah perebutan warisan dari dulu ampe sekarang masih ada.
    Seruu, aku ngalamin baanget dari alm Bapaku, sampe peperangan sodara di depan mata. Hihi..

    BalasHapus
  12. Konflik keluarga dari dulu sampai sekarang masih ada ya mbk, nggak hilang. Kebanyakan kalo nggak rebutan jabatan ya warisan

    BalasHapus
  13. Kayak aku Mbak, dulu paling gak minat sama sejarah. Sekarang keranjingan mengorek sejarah. Mulai bacaan, tontonan apalagi destinasi buat jalan-jalan. Menurutku, makin ke sini aku merasa belajar sejarah itu mengasyikkan. Foto-foto di area sejarah itu eksotis. Kayak kompleks pemakaman kerajaan Tallo ini, menurutku bakalan jadi obyek foto yang keren abis.

    BalasHapus
  14. Bentuk-bentuk makamnya menunjukkan kemegahan dan keagungan seorang raja ya, mbak. Bahkan bentuknya pun juga maaih awer sampai skrg

    BalasHapus
  15. Warisan memang suatu yang penting yang perlu diwariskan. Karens sebagai suatu sejarah di masa depannya.

    Dan semoga.saya adik-adik saya tidak ada gesekan nantinya.

    BalasHapus
  16. Wah. Aku belum pernah kesini mba. Kangen deh wisata sejarah n religi. Aku jg sebenarnya suka sejarah mba. Tp aku gak bs inget tahun2 sejarah. Padahal itu yg sering muncul sesekali di ulangan. Wkwk. Eh apa sih.

    BalasHapus
  17. Aku sebenarnya suka mba dengan sejarah, hanya saja mungkin cara penyampaian guru di masa lalu yang bikin kita harus menghapalkan ini itu lah yang akhirnya memupus kesukaan tadi. Otak udah dijejali dulu dengan hapalan kapan perjanjian Linggarjati, Renville, Perang Diponegoro, dsb. :)

    BalasHapus
  18. Bentuk makamnya beda-beda ya Mba, jadi pengen wisata sejarah ke mari. Emang ya masalah yang dari dulu ada itu perebutan harta, di kerajaan yang masih berdiri di Jawa pun sekarang ada perebutan begituan juga.

    BalasHapus
  19. iyaa itu ada yg kayak candi. makanya saya heran, ternyata di tallo jg ada candinya. ternyata makam raja di zaman dahulu hampir sama ya, ada yg ditaruh di candi sebagai bentuk penghormatan

    BalasHapus
  20. Saya gak kuat di hafalan haha., Eh tapi dulu suka banget pelajaran sejarah lho apalagi yang era kerajaan gtu. SUka aja gtu liat silsilah nama raja dan keturunannya :D
    Ah aku keknya ingat nih Tallo
    Tapi kalau gak salah di buku2 disebutnya barengan sama kerajaan Gowa juga gtu ya, Gowa Tallo, kalau tak salah ingat

    BalasHapus
  21. Selalu sukaa dengan tempat wisata yang memiliki nilai sejarah tinggi. Kita bisa menikmati keindahan di sana sekaligus belajar

    BalasHapus
  22. seketika memorii ingat sama pelajaran SMP kerajaan Gowa dan Tallo nih mba. iya kadang menelusuri jejak sejarah itu justru memberi insight yang bagus buat kita apalagi kalau menyelami lebih dalam bagaimana dulu kerajaan dijalankan. selalu ada intrik dan cerita menarik biasanya ya

    BalasHapus
  23. Aku salut sekali dengan wisata ke makam yang bernilai sejarah, ini adalah bukti masih peduli dan melestarikan sejarah Indonesia.
    Karena kalau lihat perilaku buruk anak sekarang, suka geleng-geleng kepala.
    "Apa mereka gak ingat perjuangan nenek moyang kita dulu saat berjuang melawan penjajah?"

    BalasHapus
  24. Kerajaan Tallo merupakan kerajaan Islam atau bukan ya, mbak?
    btw, sebelumnya aku tadi mengira ini terletak di Sumatera Utara, ternyata di Sulawesi Selatan yaa

    BalasHapus
  25. Aku beberapa kali membaca tentang kerajaan-kerajaan di Sulawesi. Dan pernah dengar juga tentang Tallo ini

    BalasHapus
  26. Aku justru suka dari dulu belajar sejarah mba. Pas SMP dpt guru sejarah yg asik bgt jelasin materinya. Sejak itu aku jd LBH penasaran Ama cerita2 sejarah apapun, nth itu perang, sejarah kerajaan di dalam ato luar negri yg sering terlibat intrik, sejarah bom atom di Jepang, perang saudara di Kamboja, dll.

    Makany stiap traveling sebisa mungkin aku coba cari tau ada museum apa di tempat tersebut yg kira2 menarik. Museum buatku cara paling asyik utk mengingat kembali sejarah.

    BalasHapus
  27. Jadi ingat dulu belajar sejarah nih, sekarang juga masih seneng mempelajari seputar sejarah. alhamdulillah masih bagus ya bangunannya

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)