![]() |
Ale (paling kanan) dengan teman2 sekolah di Medan lagi praktik belanja di sebuah supermarket :) |
Pertama kali mendapat kabar tentang mutasi kerja BJ, pikiran
saya langsung tertuju pada satu hal : sekolah Ale! Pindah tempat tinggal
berarti Ale pindah sekolah (LAGI!). Rrrrrrrrr.... bagaimana ya? Saat naik kelas
empat (SD), dia baru saja pindah sekolah. Lalu, naik kelas lima harus pindah
lagi? Itu berarti hanya setahun di sekolah baru (dan karena COVID-19, sebagian
besar semester dua harus dijalani secara daring).
Tapi ini pindah ke Makassar. Tak hanya sekolah baru tapi
juga kota baru, budaya baru, suasana baru. Tak ada teman yang telah ia kenal
lebih dulu.
Sebab itu, Ale adalah orang pertama yang kami tanya soal
pindah. Bagaimana pendapat dia, apakah mau tetap di Medan dengan ayah di
Makasar?-- (sementara keluarga besar kami
di Jawa Tengah). Atau mau ikut ayah ke Makasar dengan konsekuensi pindah
sekolah? Atau pindah ke Jawa saja, sementara ayah di Makasar? –(sama-sama Long Distance Family, tapi
setidaknya jarak lebih pendek dan saya dengan anak-anak bersama keluarga
besar). Tiga opsi tersebut, kami jelaskan kemungkinan positif-negatifnya
(dalam bahasa Ale : enak-tidaknya).
Kami belajar mendengar. Lalu dia belajar berpikir dan memutuskan
: Ale mau ikut ayah.
Elo nggak ditanya?
Elo baru TK A. Bukan kami menafikkan suara Elo. Tapi dengan
level pertemanannya, dia belum merasa berat untuk meninggalkan suatu tempat.
Pokoknya nginthil ayah-bunda. Berbeda dengan Ale yang sebentar lagi akan jadi
“anak baru gede” alias abegeh. Dia mulai membangun peer group. Dia juga mulai
mengerti rasa segan/malu saat memulai adaptasi di sebuah lingkungan baru.
Tapi, OKE, kita pindah. Itu berarti : siap-siap kembali
mengurus pindah sekolah.
Oh ya, sekedar cerita, bukan mutasi kerja yang membuat Ale
pindah saat naik kelas empat. Ada beberapa alasan yang membuat saya dan BJ
memutuskan untuk memindahkan sekolah Ale. Yang pasti bukan karena masalah
kriminal keributan atau apalah yang negatif-negatif. Sebenarnya sedari naik
kelas tiga, saya sudah kepengin memindahkan dia. Saat itu sahabat dekatnya pindah sekolah. Tapi
baru di tahun selanjutnya Ale menyusul pindah (ke sekolah yang sama dengan
sahabatnya).
Tapi waktu itu saya mikir, kalau saya pindahkan terus BJ
mutasi, berarti mesti pindah lagi dong? Namun, saat naik kelas empat, kami
sepakat untuk memindahkan dia. Ale pindah dari SD swasta Kristen ke SD swasta
umum. Saya nggak mencatat detail berkas yang dibutuhkan saat itu. Sebab, semua
prosedur pendataan diurus pihak sekolah asal maupun sekolah tujuan. Saya hanya
mendaftarkan dia ke sekolah baru dan mendapatkan surat keterangan sudah
diterima di sekolah tersebut. Lalu, setelah penerimaan raport, saya mengajukan
surat pindah tersebut ke sekolah lama. Selanjutnya, semua berkas pindahan
diurus oleh staf sekolah lama. Saya tinggal membawa surat-surat tersebut
beserta raport terakhir ke sekolah baru.
Waktu itu, sekolah lama dan baru sama-sama berada di wilayah
Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan. Nggak ada biaya apapun untuk mengurus
perpindahan itu.
Berbeda dengan kepindahan kali ini. Sekolah lama di Medan,
sedangkan sekolah baru di Makassar. Sekitar bulan Februari/Maret saya dan BJ
mulai hunting sekolah di Makasar. BJ hunting langsung di sela kesibukan
kerjanya, sementara saya hunting via internet dan tanya teman-teman. Di saat
yang sama, BJ juga harus mencari kontrakan.
Fiuuuuh, ternyata bukan hal mudah untuk double-action :
mencari sekolah sekaligus mencari rumah. Semula, sempat idealis, ingin lebih
dulu mencari sekolah yang “bagus”. Baru cari rumah yang jaraknya tak terlalu
jauh dari sekolah. Tapi ternyata, skenario seperti itu tak bisa terealisasi
dengan mudah. Singkat cerita, kami lebih dulu mendapatkan tempat tinggal. Baru
selanjutnya, kami mencari sekolah yang tak terlalu jauh dari rumah.
Keputusan
jatuh pada sebuah sekolah swasta Katolik. Sekolah ini tidak masuk pada radar pencarian saya.
Jadi, benar-benar nggak ada informasi begitu-begini tentang sekolah ini. Wis
pokoke mantepke ati wae. Berusaha realistis, singkirkan keinginan idealis. Berdoa
semoga nanti Ale-Elo (juga kami) merasa nyaman dengan sekolah ini.
BJ yang langsung mengurus pendaftaran. Pindah sekolah baru,
pasti jadi bayar uang pangkal lagi ya kan? Bersyukurnya, ada budget dari kantor
untuk biaya pindah sekolah. Memang budget-nya ada batas tertentu, tinggal sesuaikan
kalau nggak mau nombok.
Biaya sekolah memang sangat variatif yaa...Mulai dari yang
gratis, sampai yang bikin wajah meringis dan dompet menangis :D.
Saya menunggu Ale terima raport untuk mengurus prosedur
pindahan. Semula, saya mendapat info jika sekolah di Medan bisa membantu
pengurusan berkas. Legaaa.. Ya kan bagusan mengurangi pergi-pergi dalam situasi
pandemi. Saya juga blank tentang prosedur pindah sekolah antar-provinsi.
Tapi kemudian, ada info lanjutan, sekolah tak bisa membantu
pengurusan berkas di Disdik. Bahkan, masih menurut info itu, sistem Dapodik
belum dibuka akibat COVID-19. Padahal, Dapodik ini pentiiiing pake banget dalam
prosedur pindah sekolah. Kapan bisa
dibuka? Belum ada informasi pasti.
Hadeeeuh, bejimane dong ding dong.
Jadi sempat terpikir, sudah deh pokoknya berangkat dulu aja
ke Makasar. Urusan berkas, nanti menyusul. Saya memastikan ke pihak sekolah di
Makasar tentang kemungkinan keterlambatan berkas. Kata kepala sekolah, nggak
masalah. Saya juga memastikan bahwa pengurusan berkas di Medan bisa diwakilkan.
Oke siip.
Etapi Puji Tuhan. Tepat saat terima raport, saya mendapat
informasi jika Dapodik sudah kembali running. Jadi, minggu itu, saya bisa ke
Disdik. Saya menyerahkan “Surat Telah Diterima” dari sekolah Makasar. Lalu
pihak sekolah di Medan menyiapkan berkas-berkas pindahan. Jadi, berkas pindah sekolah Ale ini tidak
diserahkan berbarengan. Berkas-berkas yang ready sudah lebih dulu diserahkan ke
sekolah baru saat mendaftar. Sementara, berkas-berkas lain disusul kemudian.
Keseluruhan berkas untuk pindah sekolah Ale adalah sebagai berikut :
- Fotokopi akta lahir anak
- Fotokopi Kartu Keluarga
- Fotokopi KTP orangtua/wali
- Surat permohonan pindah sekolah (formatnya disediakan sekolah asal) * foto 1
- Surat keterangan pindah sekolah (dengan kop sekolah asal) * foto 2
- Surat keterangan pindah/keluar (berkas yang harus dilegalisir di Disdik) * foto 3
- Raport asli
- Surat keterangan diterima di sekolah baru
![]() |
foto 1 |
![]() |
foto 2 |
![]() |
foto 3 |
Berkas nomor 1-3, diserahkan ke sekolah baru saat mendaftar.
Berkas nomor 4-7 dibawa ke Disdik untuk dilegalisasi. Dalam beberapa artikel referensi, saya
membaca berkas bernama “daftar 8355” dari sekolah asal. Saya nggak ngerti deh,
apa berkas nomor 7 itu yang dinamakan daftar 8355? Soalnya saya browsing
gambar, format daftar 8355 di banyak gambar tidaklah sama.
Berkas nomor 4-7 saya masukkan dalam satu map dan dikopi
rangkap satu untuk pertinggal di Disdik. Staf sekolah “menyarankan” supaya
nanti kasih “salam tempel” saat pengajuan berkas di Disdik. Biar cepet gitu.
Diiiih, maksudnya baik sih, tapi saya enggak nyaman sama yang ginian. Jadi,
meski bilang iya-iya, dalam hati saya sudah niatkan untuk nggak akan kasih
salam tempel. Lain cerita kalau memang ada pungutan resmi.
Saya membawa berkas pindah ke Disdik pada hari Rabu pagi (1
Juli). Tapi sayang, ASN yang berwenang menandatangi berkas sedang tugas luar.
Jadi, saya diminta kembali minimal setelah jam makan siang. Sekitar pukul 15.00, saya kembali datang. Puji Tuhan,
berkas sudah beres. Daaaaan, nggak ada kok pungutan baik resmi maupun tidak
resmi. Semua FREE!!
Dari dua pengalaman tersebut, mengurus pindah sekolah (baik
dalam satu wilayah kota/kabupaten maupun antar daerah) bukan hal yang rumit. Di saya, kesulitan lebih disebabkan faktor-faktor non-teknis (misal : situasi pandemi).
Pindah karena mutasi kerja orangtua adalah alasan yang netral. Dalam sebagian
kasus, siswa pindah karena tindakan indisipliner parah atau hal-hal lain yang
bersifat negatif.
Secara teknis, proses pindahannya lancar. Tapi memang, sampai Makasar juga nggak bisa
langsung masuk sekolah. Kebijakan akibat pandemi menjadi penunda bagi Ale untuk memulai adaptasi
langsung di sekolah baru.
Corona memang demikian hebat menunda banyak agenda.
Iya yah, kalau kerja pindah-pindah, kudu tanya anak juga. Kalau di Jepara, SD Kristen tuh hanya ada 1 kayanya. Yang lain itu umum dan rata-rata agama Islam. Jadi harus dipikirkan juga soal ini biar sama-sama nyaman
ReplyDeleteHalo Mbak Lisdha :) Wah, baca ceritanya aku ikutan soprt jantung hihihiih. Emang sih ya mulut orang tuh suka sembarangan ngomong ga bisa direm wkwkwk. Meskipun baru TK, tetep aja ga semudah yg dibayangkan proses perpindahannya. Belum lagi yang SD ihihihi. Jodoh2an berarti ya mbak dapat tempat tinggal dulu kemudia sekolah anak. Alhamdulillaah free nih jadinya happy ending. Butuh effort tinggi sekolah zaman now, kalau ga kuat bisa stres berkepanjangan. Salam ya.
ReplyDeleteMemang kalau mau pindahan kota (apalagi negara) yang paling berat menyiapkan mental anak karena dia yang perlu beradaptasi di sekolah baru. Syukurlah persyaratan administrasinya lancar. Semoga Ale betah di sekolah baru.
ReplyDeleteKece banget kalo anak mudah adaptasi di lingkungan baru
ReplyDeleteSelamat ya Ale.
Sabar dulu karena kudu PJJ untuk sementara yaaa
MashaAllah.. inshaAllah sharing ini bisa bermanfaat buat siapun yang suatu hari nanti mengalami pengalaman yang sama dengan mbak ya.. dengan memenuhi persyarakatan yang ada inshaAllah semuanya akan dimudahkan ya..
ReplyDeleteJadi ingat waktu SMP di Makassar, papaku pindah ke Papua, aku baru masuk SMP baru dan baru adaptasi sedihnya bukan main kehilangan teman-teman SMP mau tinggal di rumah om ngga diizinkan Papa
ReplyDeleteMbakk i feel you, aku dulu anakku kelas 3 dia 3x juga pindab sekolah, jadi tiap kenaikan kelas dia pindah. Ribetnya plus biayanya, swasta kan ya gitu deh biayanya
ReplyDeleteSaya punya sepupu yang karena pekerjaan orang tuanya berpindah-pindah mulu sejak kecil. Dan itu membentuk perangai dia sepertinya. Ia lebih luwes, berpikiran luas, dan dapat menerima banyak perbedaan. Secara umum dia tumbuh jadi perangai yang menyenangkan. Semoga anak-anaknya Mbak juga begitu, selalu dapat sisi positif dari mengikuti kepindahan orang tua. Amin
ReplyDeleteSelamat pindah sekolah buat Ale. Kayaknya kalau sekalian naik kelas sekalian ganti teman dan lingkungan mungkin Ale sudah siap ya Mbak. Sayang memang pandemi masih menghalangi anak-anak buat sekolah.
ReplyDeleteTeman anakku juga ada yang pindah sekolah karena orang tuanya pindah tugas, padahal tinggal setahun lalu lulus SMA. Tapi memang banyak faktor yang pastinya menjadi bahan pertimbangan utk pindah sekolah.
ReplyDeleteWe support Ale, i hope at the new scholl, he getting happiness and be success
ReplyDeletejaman gini masih ada yang kasih saran buat ngasih salam tempel, rasanya pengen nampol ya mbak
ReplyDeleteGa terbayang kan jika harus sering berpindah kota. Saya dan keluarga terdekat tak ada yang mengalami. Tapi sering baca dan melihat film itu bukan perkara mudah. Beruntung Ale anak yg supel dan mudah beradaptasi ya..
ReplyDeleteKalau udah agak gede emang kadang mikirin juga gimana anaknya, apa dia sedih bakal jauh sama teman-temannya. Ini kejadian di anakku juga. Krn aku juga proses mutasi tugas dan anak-anak udah mendaftar di sekolah di kota yang baru. Si anak cewe yg rada mellow pisah ama sahabatnya
ReplyDeleteTak mudah emang cari sekolah saat pindah lagi, perlu adaptasi dll, eh apalagi sekarang ada pandemi ya.
ReplyDeleteSelamat belajaaaarr :D Alhamdulillah gak ada salam tempel2an yaaa, aku ya kesel kalau ada ginian ah huhu
Pindah sekolahnya jauh banget ya dek Ale. Semoga nyaman dan kerasan dengan segala sesuatu yang baru.
ReplyDeleteUrusan pindah sekolah anak ini memang agak rempong. Untunganya Ale mau pindah ya. Biasanya anak-anak itu pada gak suka kalau pindah sekolah.
aku juga merasakan pindah sekolah di negara yang berbeda - beda dengan anak - anaaak mba. Lumayan capek dan rasanya anak - anak pun harus banyak menyesuaikan. Untungnya mereka juaraaa dan semangat selalu
ReplyDeleteAku adalah anak dari keluarga yang sering pindah-pindah juga, kak..
ReplyDeleteMungkin jadi banyak jalan, anak jadi banyak belajar (adaptif dengan lingkungan) dan menjadi anak yang "kaya".
Sungguh kesempatan ini gak semua ana punya.
Tapi memang iri juga siih...
Sekarang kalau suami ada reuni SD-kuliah, aku hanya punya reuni SMA sama kuliah.
Ibu berhenti ngintilin Babe ketika pindahnya ke Jayapura dan kami (aku dan mas) sudah SMA.
Katanya, kalau SMA harus kompetisi di kota besar.
Jadilah, kami menetap di kota tempat keluarga besar berada, Surabaya.
Semoga kaka tumbuh menjadi anak yang luar biasa bijaksana.
Semoga Ale mendapatkan teman baru kalo nantinya sekolah siap dibuka untuk tatap muka langsung. Ceritanya kayak sepupuku nih yang pindah tiap dua tahun, beda provinsi. Bahkan pernah pula beda negara
ReplyDeleteWah I see mba ternyata nggak rumit ya mau ngurusik pindahan anak. Memang kalau alasannya normal jga ga bakalan dipersulit ya mba
ReplyDeleteUrusan pindah sekolah emang sangat butuh energi besar ya...Semoga dimudahkan adaptasinya dan sekolah yang baru juga memebrikan kenyamanan anak-anak dan ortunya
ReplyDeleteJadi harus cari sekolah dulu ya buat mnta surat keterangam diterima??
ReplyDeleteKarena kami juga mau pindah ini ..dari denpasar ke banda aceh
sejauh saya tahu demikian aturannya. cari skolah dulu di banda aceh dan mengurus pindahnya di denpasar
Delete