Beberapa Kesalahan Dalam Berasuransi Unit-Link

Umbrella, Asia, Myanmar, Burma, Bridge
pic by pixabay


Beberapa waktu lalu, seorang teman mengirim pesan. Ia seorang ibu tiga anak yang belum lama ditinggal meninggal suaminya. Tiga anaknya masih kecil. Kalau tidak salah saat ini anak sulungnya baru mau masuk SMP. Teman ini menanyakan tentang polis asuransi unit link yang ia miliki. Kehilangan tulang punggung keluarga membuat ia kesulitan membayar premi. Tapi untuk stop polis, nilai tunai-nya masih jauh dari akumulasi uang yang sudah disetorkan.


Dilematis.

Kami jadi berandai-andai meski hal itu tak akan mengubah keadaan. Seandainya dulu nama penanggung polis adalah sang suami, ia tak perlu menghadapi situasi ini. Sesuai perjanjian, perusahaan akan melanjutkan pembayaran premi hingga anak mencapai usia tertentu. Dalam hal ini, fungsi polis sebagai pengambil alih risiko terpenuhi. Sayangnya, dalam polis, nama teman saya yang tercantum sebagai penanggung.

Mungkin hal sepele bagi teman-teman yang sudah paham asuransi ya...

Tapi faktanya, saya mendapati beberapa kasus seperti ini. Bahkan, saya sendiri juga pernah melakukan kesalahan yang persis sama! –tapi polisnya sudah saya tutup. Seorang ibu tanpa pekerjaan tetap (atau bahkan tanpa penghasilan), memberikan nama dirinya sebagai penanggung polis. Niatnya memang bagus, yakni ibu-ibu berpikir untuk memiliki perlindungan (asuransi) sekaligus tabungan (investasi) bagi anak-anaknya. Ibu-ibu pula yang lebih bersedia mengurus prosedur membuat polis. Tapi, akibatnya, perlindungan asuransi justru tidak berfungsi ketika terjadi risiko yang tidak diinginkan.

Pengalaman saya menutup asuransi unit link adalah tulisan yang paling banyak mendapat komentar di blog ini (padahal, sebenarnya di situ bukan benar-benar menutup polis tapi hanya cuti premi). Selain komentar, banyak juga yang mengirim pertanyaan lewat email. Padahal, saya tidak paham sampai detail tentang asuransi unit link. Saya juga nggak bakalan tahu kalau ditanya “berapa kira-kira saldo saya sekarang?” (huwaaa, pertanyaan ini kan mestinya ke perusahaan asuransinya). Tapi sebagian pertanyaan saya masih bisa jawab sih. 

Dari pengalaman pribadi plus pertanyaan-pertanyaan, saya merangkum beberapa poin kesalahan dalam ber-unit link sebagai berikut :

Membeli Karena Tidak Enak Hati

Mungkin karena agennya itu masih teman, masih saudara, atau bahkan keluarga sendiri. Jadi enggak enak hati untuk menolak tawarannya. Apalagi kalau menawarkannya sampai bikin risih atau sebaliknya tampak memelas sehingga kita memutuskan “udah deh, beli aja daripada ribet.” Saya sendiri mengalaminya loh (hihihi). Ini adalah polis unit link terakhir, yang saya setujui saat pertama kali membeli reksadana di bank. Saat itu, saya sudah sedikit-sedikit belajar tentang investasi –makanya mulai beli reksadana. Tapi toh takluk juga dengan rayuan marketing bank karena “tidak enak hati.” Hedeeeeuh...

Membeli Tanpa Memahami

Pernahkah berada dalam kelas dan menerima penjelasan panjang lebar, lalu sang dosen/guru/mentor bertanya “ada yang ditanyakan?” Sebenarnya kita juga nggak benar-benar paham dengan penjelasan yang diberikan, tapi mau bertanya juga bingung : “apa yang mau ditanyakan?” Haha, itu situasi saya saat membuat polis unit link untuk pertama kalinya. Agen saya, namanya Pak Her, menjelaskan dengan bahasa yang baik, sopan, dan cukup rinci mengenai keuntungan dan risiko dari polis. Tentu saja, Pak Her memberikan kesempatan untuk bertanya. Tapi saya yang masih sangat buta berada dalam situasi “apa yang mau aku tanya yah?”

Jadinya saya seperti alat pengebor minyak, mengangguk-angguk melulu. Kalaupun saya bertanya, itu bukan pertanyaan yang substansial. Apalagi dengan prinsip saat itu, “udah deh, anggap saja uang hilang dan sepuluh tahun lagi tiba-tiba dapat bonus.” Pokoknya, sejauh saya pahami, ini tabungan jangka panjang, kalau dicairkan sebelum sepuluh tahun nilainya kecil, dan kalau saya sakit –kata Pak Her, bisa klaim menggunakan berkas fotokopian. Tentang istilah-istilah seperti nilai unit, rider, biaya akuisisi, biaya administrasi, dan lain-lain...sebodo amat hahaha. 

Dan ternyata, banyak nasabah yang kaget saat di tahun-tahun awal nilai tabungannya sangat sedikit. Mungkin agennya nggak menjelaskan sedetail Pak Her yaa...

Tidak Belajar Lebih Lanjut

Jujur, saya nggak khatam baca detail tulisan di buku polis. Coba baca pun tetap enggak paham hahaha. Kalau kemudian lebih paham dibandingkan dulu adalah karena baca buku dan artikel-artikel di internet. Sampai menulis ini pun, saya tetap belum ahli. Jadi tulisan ini terbuka untuk koreksi yaaah...

Jika saja dari awal sudah paham sih nggak masalah. Tapi kalau tidak? Itu pentingnya belajar lebih lanjut. Tapi mungkin karena prinsip “sebodo amat” atau sebaliknya percaya penuh pada perusahaan asuransi (dan asumsi diri sendiri), setelah beli polis ya sudah. Pokoknya bayar terus, kalau sakit tinggal klaim, dan sepuluh tahun lagi “pecah tabungan.” 

Kalau serba lancar sih nggak masalah yaaa... Tapi tetiba ada sesuatu yang bikin situasi berubah, entah itu kesulitan membayar premi, kesulitan klaim, agen susah dihubungi, atau sebab-sebab lainnya. Lalu tiba-tiba kaget saat kenyataan tak seindah impian.

Seorang teman membiarkan polisnya lapse begitu saja ketika ia sampai pada situasi kesulitan membayar. Alhasil, nilai tunai yang terbentuk, seberapapun itu  jadi “hangus.” Dia sudah malas repot dulu untuk mengurus penutupan polis. Padahal, seandainya tahu dan mau, menutup polis itu hanya butuh buku polis asli, formulir pernyataan penutupan, serta fotokopi KTP dan buku tabungan.

Tidak Sesuai Dengan Tujuan Keuangan

Soal tujuan keuangan, saya selalu ingat pertanyaan Ligwina Hananto (dulu sering baca-baca artikel beliau, sekarang sih udah jarang hehehe). TUJUANLOAPA? Inget banget dulu saat bikin polis unit link pertama dan kedua, tujuan utama saya sebenarnya adalah investasi. Tapi saat itu, mana ngerti apa-itu-tujuan-keuangan :D. Situasinya, saya sudah punya jaminan biaya kesehatan dari kantor, saya juga masih lajang dan sama sekali nggak ada tanggungan. Nggak salah sih punya asuransi double, tripel, bahkan lebih banyak lagi. Tapi dengan keadaan saat itu, mestinya fokus investasi aja dong. Sekarang, setelah sedikit-sedikit belajar saham jadi mikir, coba dulu dengan Rp 300.000, setiap bulan saya beli saham blue chip. Mungkin saat ini bisa beli rumah cash, NO KPR... (ya meskipun cuma mungkin sih, belum tentu juga, tapi berandai-andai kan boleh hehehe)

Merasa Rugi Karena Tidak Klaim

Aha, gara-gara tidak pernah sakit yang dalam tanggungan asuransi, jadinya merasa rugi. Aneh kan, sehat terus kok malah merasa rugi? Ini seperti “beli payung sebelum hujan.” Tapi jadi merasa rugi beli payung gara-gara tidak hujan. Yah, padahal kan “mendung tak berarti hujan” (hwaaaa, ada yang lalu bersenandung?? Ketahuan deh termasuk generasi apa hahaha). Tidak hujan saat ini, bisa jadi hujannya besok atau lusa.

Abai Dengan Detail Data

Suami saya orang yang cukup perfeksionis dan memperhatikan detail. Sedangkan saya, sebaliknya hahaha. Jadi, suatu hari kami menutup polis dan baru pada saat itu suami memerhatikan buku polis. (Mungkin karena tidak punya passion dalam hal ini, jadi sebelumnya dia memang nggak pernah memerhatikan. Urusan semacam ini, sepenuhnya saya yang pegang). Suami saya menemukan kesalahan dalam formulir pengajuan yang dilampirkan dalam buku polis, yakni agen menuliskan data-data yang tidak benar. Buat saya, saat pembuatan polis yang penting cepet dan toh yang mengisi kan agennya, “masa hal kayak gitu bakalan masalah sih?” Tapi memang, bisa saja kan kesalahan kecil seperti itu jadi masalah di kemudian hari.  

Abai Terhadap Buku Polis

Ada beberapa kasus, buku polis hilang. Nomor polisnya pun tak ingat (dan tidak dicatat). Terus hilangnya itu bukan karena kejadian penting, semisal kebakaran, kemalingan, atau musibah lainnya. Tapi lebih karena tidak berpikir bahwa itu adalah berkas penting. Alhasil, buku polis diletakkan sembarangan. Tetiba, saat mau menutup polis, mesti mengurus surat kehilangan.   

*************

Demikian beberapa hal yang bisa saya rangkum dari pengalaman ber-unit link. Sejauh ini, saya tetap memandang penting untuk punya asuransi. Tapi, jenis asuransi sesuaikan dengan tujuan dan kondisi. Kalau telanjur membeli sesuatu yang tidak dipahami, lanjut pelajari. Dengan demikian tidak terkaget-kaget jika tak sesuai ekspektasi. Atau sebaliknya jadi makin cinta ketika harapan terpenuhi.   

  





37 komentar untuk "Beberapa Kesalahan Dalam Berasuransi Unit-Link"

  1. memang sebaiknya sebelum membeli harus banyak meminta informasi. Dan jika dirasa tidak sesuai kebutuhan ya jangan ragu untuk menolak ya. memang kadang banyak gak enakan atau sekedar beli tanpa diteliti sih jadi nyesel belakangan

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak ria. tapi ya itu, kalo kayak pengalaman pertama dulu, bingung "mau nanya apa" hahaha

      Hapus
  2. Buat saya pribadi, jika asuransi baiknya mungkin memilih asuransi kesehatan dan atau asuransi jiwa untuk tulang punggung keluarga, jangan unit link.

    Tapi terimakasih atas info-infonya tentang asuransi unit link ini ya Mba, mengingatkan teman teman kita yang lainnya juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. masih banyak yang merasa sayang utk asuransi murni karena berasa buang uang ya kan mbak gifta :)

      Hapus
  3. Nah, saya pernah tuh membeli tanpa memahami. Setelah jadi baru mulai dibaca. Itu juga dikasih tau dulu sama orang tua. Langsung buru-buru ditutup. Sekarang tetap punya beberapa asuransi. Tetapi, belajar dari pengalaman, saya banyak nanya dulu sebelum memutuskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. belajar dari pengalaman juga mahal ya mbak hehe

      Hapus
  4. Waa Mba aku pernah tuh cuti polis karena sayang trus abis itu aku tutup total aja ikhlasin, wkwk. Emang nyebelin banget unitlink ini, sayang dulu 2011 aku belum tau betapa merugikannya unit link. Makasih sharingnya Mba smg banyak yg jadi dapat perspektif dan pertimbangan baik dari sini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi belajar dari pengalaman kan ya mbak..tosss :)

      Hapus
  5. Wah wah wahh, iya banget nih Mak
    Apalagi kalo tipe yg geradakan kayak aku, hadeehhh kudu lebih disiplin dan ati2 simpan dokumen yak
    --bukanbocahbiasa(dot)com--

    BalasHapus
    Balasan
    1. foto juga covernya mak nurul. simpan di cloud hehehe

      Hapus
  6. Saya kapok banget bikin asuransi beberapa kali tapi lalu lapse. Sedih. Memang saat sekarang menyesal tapi pada saat itu jauh lebih nyesal lagi. Lah gimana sih ini. Yah, sejak ini tahu asuransi atau investasi JANGAN PERNAH DIABAIKAN

    BalasHapus
  7. waaah bagi pengalaman lewat blog ternyata bisa banyak bantu orang ya kak. saya juga begitu, tp bukan masalah asuransi sih. banyak yg tnya2, berasa saya pakar gitu. ahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. mungkin itu sih yg bikin saya bertahan ngeblog mbak artha hahaha..

      Hapus
  8. Wah terima kasih artikelnya bermanfaat banget mba,aku unit link juga kututup huhu ada kesulitan bayar

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama2 mba dedew. nyeseknya saat membandingkan nilai tunai sama akumulasi premi ya hehehe

      Hapus
  9. sebelumnya aku begitu mba, membeli tanpa memahami apa yang dibeli, makin kesini mulai deh tuh cari tahu sebenernya barang yang mau dibeli itu apa fungsinya, butuh banget gak, akan dipakai dalam jangka panjang gak, dll dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. smart buyer pokoknya ya mbak andiyani :)

      Hapus
  10. Sejak awal saya punya asuransi untuk anak-anak dan diri saya sebagai investasi. Dan yang saya ambil nilai preminya memang sesuai dengan pemasukan kami di dalam negeri, supaya insya Allah terbayar dan benefit yg diberikan bermanfaat

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau uda paham memang jadi lebih enak bikin keputusan kan ya mbak indah ^_^

      Hapus
  11. Jadi ingat pengalaman dulu, dijelaskan panjang lebar bukannya tambah mengerti malah bengong, alhasil tidak ada yang mau ditanyakan soalnya kurang paham. Setelah berapa lama mengalami juga yang namanya lapse...soalnya biaya hidup bertambah, untungnya kakak mengingatkan untuk tutup. Meskipun begitu, asuransi asalkan ada tujuannya tetap bermanfaat kok, bukan untuk masa sekarang tapi untuk masa depan, apalagi jika sudah memiliki anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah...saya ada temennya nih soal dijelaskan panjang lebar tapi tetap nggak paham hahaha

      Hapus
  12. Kalau asuransinya gak ada kabar berita, banyak yang komplain, terus susah saat klaim lebih baik tidak diteruskan aku salah satu yang kecewa dengan salahsatu asuransi yang lain.

    BalasHapus
  13. Tricky ya mba punya asuransi. Terlihat penting memang tapi kalau kita nggak paham betul dan nggak pelajari lebih dalam bisa2 kita hanya merasa dirugikan kalau ada sesuatu terjadi di luar dugaan.

    BalasHapus
  14. Suka banget sama tulisannya, kak...
    Aku jadi paham, karena biasanya tulisan asuransi ini njelimet di otakku.

    Sip...sip,
    Obrolin dulu sama suami yaa...tujuan keuangan keluarga itu apa?
    Lanjut ke tantangan-tantangan berikutnya untuk mempelajari masing-masing jenis asuransi.

    BalasHapus
  15. Saya banget tuh mba merasa rugi kalau tidak klaim hehehe

    BalasHapus
  16. Wah tulisan yang keren nih. Ini nih yang sering aku pikirkan tentang asuransi. Untungnya, untuk asuransi aku gak gampang gak enakan orangnya. Kalo iya, aku bakal kebingungan deh karena bener2 gak ngerti. Sebenarnya tertarik. Tapinya males duluan banyak nanya. Takut dibilang bodoh. Dan kasian juga sih agen asuransinya kalo kudu jelasin terlalu banyak dari awal. :)))

    BalasHapus
  17. saat ini saya sedang mencari tahu baik dan tdk baiknya utk menutup asuransi unit link. Bayar preminya sdh off tp manfaat perlindungan ttp aktif, dan alhamdulillah sy tdk pernah claim. Duluu ambil polis juga blm banyak wawasan ttg apa saja sih asuransi unit link.

    BalasHapus
  18. Jujur saja sampai.saat ini saya belum punya asuransi, karena saya blum benar2 paham tentang asuransi... Sering bgt ditawari teman, tapi masih nolak

    BalasHapus
  19. Jujur saja sampai.saat ini saya belum punya asuransi, karena saya blum benar2 paham tentang asuransi... Sering bgt ditawari teman, tapi masih nolak

    BalasHapus
  20. Aku termasuk orang yang tidak teliti juga saat membaca klausul2 yang ada di dalam polis asuransi heheee.. padahal penting ya kudu paham saat menandatangani suatu dokumen.

    BalasHapus
  21. waktu punya teman agen asuransi, sering banget ditawari unit link. Itu sih demi dia nutup target. Jadi rayuannya bukan manfaat tetapi dianya minta tolong.
    waduh, padahal asuransi ini ga cuma sekali dua kali, asuransi kan jangka panjang. So penting untuk pelajari sebelum membeli.

    BalasHapus
  22. Ikit asuranai harus dipahami benar sejak awal. Banyak yng mengalaminkasus serupa .

    BalasHapus
  23. Aku pernah menurup unitlink suami yang masih seumur jagung. Hasilnya ya memang ga dapat apa-apa sih.

    BalasHapus
  24. Ngomong2 aku termasuk korban yang unitlink ini. Sudah 6 th dan baru ketahuan kalau ternyata mengecewakan. Alhamdulillah sudah ikhlas, dan skrg memilih asuransi yang modelnya menabung.

    BalasHapus
  25. Terimakasih infonya, sukses terus..

    BalasHapus
  26. Beli unitlink(asuransi + investasi) itu musti paham detail produknya. Berikut ini saya sedikit bagikan pengetahuan dasarnya ya. Unitlink terdiri dari asuransi dan investasi:
    1. Asuransi bisa berupa uang pertanggungan meninggal, uang pertanggungan sakit kritis, kartu kesehatan, manfaat tambahan.
    2. Investasi : kita bisa pilih di resiko rendah hasil rendah, resiko menengah hasil menengah, resiko tinggi hasil tinggi.

    Misalkan kita ajukan unitlink dengan TUJUAN UTAMA untuk warisan dan asuransi kesehatan, maka saran kami adalah unitlink dengan desain berikut ini: (misal premi Rp 500.000 per bulan)
    1. Asuransi 100% (pilih manfaat pertanggungan jiwa dan kartu kesehatan) : Rp 500.000
    2. Investasi 0% : Rp 0

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)