[Mengatasi Ketakutan Kecil #1] Belut




Dok pribadi. Lokasi Pajak Horas Siantar

Kalau ada ketakutan kecil, apakah ada ketakutan besar? Saya "asal" saja sih bikin penggolongan. Ketakutan besar saya terjemahkan sebagai ketakutan/kekhawatiran pada hal-hal serius seperti masa depan, kesehatan, perkawinan, atau kematian. Sedangkan ketakutan kecil saya artikan sebagai kengerian pada hal-hal sepele, misal : ulat, cacing, karet dan gelang. Sekalipun sepele akhirnya jadi nggak sepele karena bisa jadi tingkat keparahannya sudah masuk golongan phobia.

Saya sendiri pernah mengalami ketakutan pada beberapa hal kecil. Puji Tuhan, saya berhasil melawannya. Bagaimana cara cerita ketakutan dan cara melawannya, akan saya tulis dalam tiga seri. Seri pertama adalah tentang saya dan BELUT  ^_^


Beberapa hari lalu, foto di atas saya unggah di facebook. Caption lengkap :

 Pastrad alias psar tradisional bisa juga loh jadi ajang uji nyali. Kalau belut sudah jadi makanan siih....doyaaaan. Tapi bagaimana kalau belut masih hidup? Licin dan "mogel-mogel" kayak ular. Sudah ngeperrrr duluan.
Tapi-tapi-tapi demi ngajarin anak supaya juga berani, beranikan diri deh pegang dan angkaaaat. Horeee....lolos uji nyali pegang belut 
Lokasi : pajak horas siantar (pajak = pasar)

Sebagian komentator menyatakan kalau mereka nggak bakalan berani melakukan adegan pegang-belut-hidup seperti itu.

Haha, tahukah teman? Saya juga ngerii sama belut. Mengunggah foto itu juga bukan untuk jumawa melainkan untuk merayakan keberanian kepada belut. Sebelum-sebelumnya? Hiiiii, saya mending mlipir (minggir menghindar) tiap lewat bagian penjual belut. Melihat sekotak atau seember besar belut hidup sudah membuat saya merinding. Postur badan belut yang mirip banget sama ular itu lhooo yang bikin takut. Jangankan memegang yaa... lihat belut gruntelan saja sudah ngeri.

Saya tak punya banyak cerita tentang belut hidup. Satu cerita yang samar masih saya ingat diungkapkan almarhum bapak. Dulu bapak sesekali ngobor (mencari belut di sawah saat malam hari dengan menggunakan obor). Suatu hari, bapak dan teman-temannya ngobor dan sukses membawa pulang belut dalam jumlah cukup banyak. Saat hendak dibersihkan, belut hidup itu ditumpahkan di lantai dapur. Almarhumah mbah putri yang melihat belut kleleran di lantai sangat syok sampai mau semaput (pingsan). 

Itu saja sih cerita berkesan soal belut hidup. Soalnya saya tak pernah berurusan dengan belut hidup. No way...takut duluan. 

Lain ceritanya kalau belut sudah dimasak. Belut ditumis lombok ijo pedassss.... hmmmmh yummy. Belut dipenyet juga oke. Sajian lain : keripik belut, gurih nggak bisa dilewatkan.
Tapiiii, saya maunya makan aja. Masak sendiri? Ogaaah. Tatuuuut. Walau belut sudah dipotong-potong, bayangan belut nggoler panjang kayak ular  itu tak mau lepas. Makanya, hingga sebelum saya memutuskan berani pada belut, tak pernah sekalipun saya memasak belut.

Oiya, sepertinya pernah sekali si ayah mancing dan dapat belut. Urusan masak saya serahin ke ayah lah, saya ikut makan aja hahaha.

Hingga suatu waktu, entah wangsit darimana, saya memutuskan melawan rasa takut pada belut ini. Masa gara-gara emaknya takut, anaknya jadi nggak kenal daging belut yang lezat bergizi ini. 

Tapi melawan rasa takutnya pun pakai proses. Nggak serta merta memutuskan lalu jadi berani. Pertama-tama, saya berusaha tidak mlipir tiap lewat tempat penjual belut. Kali lain, sambil membeli ikan, saya lihat-lihat belut-belut itu lama-lama. 

Di kunjungan selanjutnya, saya coba celup-celup tangan ke ember belut. Celup ke airnya, belum sentuh belutnya. Baru selanjutnya, mulai deh berani menyentuh-nyentuh si belut. Sampai akhirnya berani pegang belut. 

Prosesnya bukan sekali-dua kali. Hampir tiap Sabtu pagi saya ke pasar dan itu menjadi saat berlatih uji nyali. Sekarang juga jadi sudah berani masak belut. Si sulung Al, seperti saya dulu, takut sama belut hidup tapi doyan sama belut masak. Sementara si bungsu El yang susah makan itu lumayan-lah, nggak nolak-nolak amat sama menu belut.

Sebenarnya belum 100 persen berani sih. Kalau semisal dicemplungkan ke kolam belut, ya masih syok juga kali. Tapi setidaknya berani pegang belut-hidup adalah sebuah pencapaian. Ingat kata mutiara :

"pencapaian besar adalah kumpulan dari pencapaian-pencapaian kecil"

Salam'
LSD


3 komentar untuk "[Mengatasi Ketakutan Kecil #1] Belut"

  1. Waaaaah aku juga geli banget kalo sama belut. Licin-licin mirip uler ya mbak.. Setuju banget, pencapaian besar adalah kumpulan dari pencapaian kecil.. Semangat terus ya Mbak melawan ketakutannyaaaa. Hehehee

    BalasHapus
  2. thanks kunjungannya mbak Adriana Dian. Terima kasih juga supportnya ^^

    BalasHapus
  3. Waw mbak belutnya besar2 tuh mbak, saya suka tuh mbak sama belut apalagi kalo di masak setengah matang mbak behh rasanya bener2 mantap tuh mbak :D

    BalasHapus

Terima kasih atas kunjungannya. Mohon tidak meninggalkan link hidup dalam komentar ya :)